-- Dodiek Adyttya Dwiwanto
Mari mengingat masa muda dan mengenang semua momennya. Dua buku mengenang era 1990-an dirilis pada tahun 2013 ini.
PING. Sebuah pesan Blackberry Messenger (BBM) berupa foto masuk ke smartphone saya. Sebuah gambar atau ilustrasi laki-laki dengan gaya rambut belah tengah alias belteng. Ada tulisan di bawah gambar ini, “Dulu, ada temen kita yang kaffah dengan potongan rambut seperti ini.‘
Semua anggota grup BBM yang kebetulan alumnus Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta angkatan 1995 saling sahut menyahut soal siapa yang bergaya rambut seperti itu.
Jelas bukan saya, lantaran saya ketika itu memilih gaya rambut di sebelah gaya “belteng‘ tadi yaitu gaya rambut Tintin, waktu itu masih memiliki rambut tebal lantaran masih muda.
Semua rekan mencoba mengingat-ingat siapa yang memilih gaya rambut yang kalau sekarang sudah pasti jadul banget. Akhirnya ada yang berhasil mengingatnya. Banyak yang tertawa atau sekedar nyengir mengenang gaya rambut belah tengah yang ngetop di eranya.
Hayo, mau tahu gaya rambut siapa? Itu gaya rambut Andy Lau, seorang bintang film Mandarin dan juga Nick Carter, salah satu pentolan Backstreet Boys. Kalau ABG (anak baru gede) sekarang belum tentu tahu siapa Andy Lau atau Nick Carter, melainkan lebih paham gaya rambut para personil boyband K-Pop SuJu atau si vampire ganteng Robert Pattinson.
Gambar gaya rambut Andy Lau hanyalah sekelumit cerita tentang era 1990-an dalam buku Generasi 90-an pada halaman 13. Inilah buku nostalgia yang mengulas dunia hiburan era tersebut mulai dari musik, tontonan (film dan televisi), mainan, busana, jajanan, bacaan, mitos-mitos, hingga hal lainnya yang remeh temeh tetapi khas 90-an.
Sebagai salah satu eksponen generasi 90-an lantaran saya menghabiskan waktu SMP, SMU, dan Universitas di era ini, sudah pasti saya tertawa-tawa, nyengir, terharu, takjub, kangen, sebal, dan lainnya terhadap buku ini. Ya, namanya nostalgia akan masa lalu yang campur aduk dong.
Inilah generasi ketika saat itu Apple dan Blackberry masih berupa buah dan belum diasosiasikan menjadi telepon pintar (smartphone). Mana ada jaman itu ABG punya hape (telepon genggam). Kalau pun ada telepon seluler, masih gede banget. Lantaran itu juga kalau mau janjian, tidak ada orang yang selalu membalas pesan BBM, SMS (short message services), WhatsApp, “Lagi OTW (on the way) neh.‘ Yang ada adalah mencoba menepati janji sebisa mungkin meski orang Indonesia terkenal dengan jam karet.
Generasi yang hanya punya tontonan televisi doang, belum ada sederetan media sosial seperti Twitter, Facebook, dan lainnya. Kalau pun curhat ya, sama teman atau lewat diary, bukan pasang status galau! Generasi yang belum mengenal kehebatan internet dan teknologi lainnya. Juga belum ada iPod, iPad, iPhone, dan lainnya.Kalau lagi ngumpul ya ngerumpi atau gosip, bukan sibuk cari sambungan Wi-fi untuk laptop, tablet, atau pun sibuk BBM-an, SMS-an, WhatsApp, dan sejenisnya.
Saat itu, teknologi belum berkembang seperti era 2000-an. Televisi swasta masih banyak menayangkan sinetron, televisi kabel belum booming, internet pun demikian dan belum maju pesat. Juga belum ada YouTube yang banyak memunculkan selebritas seperti Sinta dan Jojo atau Arya Wiguna “Demi Tuhan‘. Selain itu, semuanya belum berkembang pesat seperti tempat nongkrong. Belum ada 7-11 (Seven Eleven), Lawson, Starbucks, dan sejenisnya. Belum banyak merek-merek luar yang masuk ke Indonesia.
Lantaran itu juga banyak kesamaan hal yang dialami orang-orang yang mengalami masa 1990-an, tidak hanya generasi muda tentunya, tetapi juga orang-orang tuanya. Sinetron merajai serta sejumlah bintang lelaki dan perempuan ngetop sebagai pemeran utamanya. Masih ingat sinetron Tersanjung yang tidak habis-habis meski berganti musim dan pemeran.
Tidak hanya sinetron, tetapi juga ada kartun, tayangan musik, atau kuis yang menjadi santapan sehari-hari. Ya, hiburannya itu saja dan belum banyak pilihan. Yang paling nyebelin adalah masih adanya kewajiban relay siaran berita malam dari stasiun televisi pemerintah TVRI.
Hiburan lainnya masih menggunakan laser disc, belum eranya DVD player. Game console juga belum berkembang gila-gilaan seperti sekarang ini. Untuk musik ya hanya radio dan walkman, tidak ada Ipod!
Untuk saling berkomunikasi saat itu menggunakan telepon umum dan pager, nah generasi saat ini tentu tidak tahu apa itu pager. Komputer masih begitu besar dan masih menggunakan disket (nah loh masih ingat dengan disket), belum ada flash disk dan media penyimpanan lain seperti hard disk portable atau pun virtual.
Begitu banyak hal yang diulas oleh Marchella FP dalam bukunya ini, Generasi 90-an yang sudah beredar di sejak awal tahun 2013. Belakangan juga muncul buku serupa yaitu Memory 90-an untuk Koleksi karya Syahril Anwar yang baru dirilis pada pertengahan tahun.
Serupa tapi tak sama. Generasi 90-an terlihat lebih serius dipersiapkan, sementara Memory 90-an untuk Koleksi seperti dikejar tenggat untuk bisa berkompetisi dengan buku sebelumnya. Ada beberapa kesalahan ketik yang cukup serius pada bagian pembuka. Buku Memory 90-an untuk Koleksi lebih banyak berisi foto dan gambar sementara buku Generasi 90-an kaya dengan ilustrasi. Ada sejumlah hal yang mungkin terluput pada Generasi 90-an dan terdapat di Memory 90-an untuk Koleksi. Ya, tapi kedua buku ini memang patut dikoleksi oleh mereka yang menghabiskan masa mudanya di era 90-an.
Ya, seperti mesin waktu, para generasi 90-an diajak untuk kembali ke masa silam untuk bernostalgia lagi masa-masa remaja yang penuh warna, yang pastinya menyenangkan atau menyebalkan. Pasti selalu ada dua sisi. Tapi itulah indahnya “nostalgila‘ eh nostalgia. n
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 7 Juli 2013
Mari mengingat masa muda dan mengenang semua momennya. Dua buku mengenang era 1990-an dirilis pada tahun 2013 ini.
Judul buku: Generasi 90an Penulis: Marchella FP Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia Cetakan: Ketiga, April 2013 Tebal: 144 halaman |
Semua anggota grup BBM yang kebetulan alumnus Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta angkatan 1995 saling sahut menyahut soal siapa yang bergaya rambut seperti itu.
Judul buku: Memory 90an Penulis: Syahril Anwar Penerbit: CLEO Media Cetakan: April 2013 Tebal: 144 halaman |
Semua rekan mencoba mengingat-ingat siapa yang memilih gaya rambut yang kalau sekarang sudah pasti jadul banget. Akhirnya ada yang berhasil mengingatnya. Banyak yang tertawa atau sekedar nyengir mengenang gaya rambut belah tengah yang ngetop di eranya.
Hayo, mau tahu gaya rambut siapa? Itu gaya rambut Andy Lau, seorang bintang film Mandarin dan juga Nick Carter, salah satu pentolan Backstreet Boys. Kalau ABG (anak baru gede) sekarang belum tentu tahu siapa Andy Lau atau Nick Carter, melainkan lebih paham gaya rambut para personil boyband K-Pop SuJu atau si vampire ganteng Robert Pattinson.
Gambar gaya rambut Andy Lau hanyalah sekelumit cerita tentang era 1990-an dalam buku Generasi 90-an pada halaman 13. Inilah buku nostalgia yang mengulas dunia hiburan era tersebut mulai dari musik, tontonan (film dan televisi), mainan, busana, jajanan, bacaan, mitos-mitos, hingga hal lainnya yang remeh temeh tetapi khas 90-an.
Sebagai salah satu eksponen generasi 90-an lantaran saya menghabiskan waktu SMP, SMU, dan Universitas di era ini, sudah pasti saya tertawa-tawa, nyengir, terharu, takjub, kangen, sebal, dan lainnya terhadap buku ini. Ya, namanya nostalgia akan masa lalu yang campur aduk dong.
Inilah generasi ketika saat itu Apple dan Blackberry masih berupa buah dan belum diasosiasikan menjadi telepon pintar (smartphone). Mana ada jaman itu ABG punya hape (telepon genggam). Kalau pun ada telepon seluler, masih gede banget. Lantaran itu juga kalau mau janjian, tidak ada orang yang selalu membalas pesan BBM, SMS (short message services), WhatsApp, “Lagi OTW (on the way) neh.‘ Yang ada adalah mencoba menepati janji sebisa mungkin meski orang Indonesia terkenal dengan jam karet.
Generasi yang hanya punya tontonan televisi doang, belum ada sederetan media sosial seperti Twitter, Facebook, dan lainnya. Kalau pun curhat ya, sama teman atau lewat diary, bukan pasang status galau! Generasi yang belum mengenal kehebatan internet dan teknologi lainnya. Juga belum ada iPod, iPad, iPhone, dan lainnya.Kalau lagi ngumpul ya ngerumpi atau gosip, bukan sibuk cari sambungan Wi-fi untuk laptop, tablet, atau pun sibuk BBM-an, SMS-an, WhatsApp, dan sejenisnya.
Saat itu, teknologi belum berkembang seperti era 2000-an. Televisi swasta masih banyak menayangkan sinetron, televisi kabel belum booming, internet pun demikian dan belum maju pesat. Juga belum ada YouTube yang banyak memunculkan selebritas seperti Sinta dan Jojo atau Arya Wiguna “Demi Tuhan‘. Selain itu, semuanya belum berkembang pesat seperti tempat nongkrong. Belum ada 7-11 (Seven Eleven), Lawson, Starbucks, dan sejenisnya. Belum banyak merek-merek luar yang masuk ke Indonesia.
Lantaran itu juga banyak kesamaan hal yang dialami orang-orang yang mengalami masa 1990-an, tidak hanya generasi muda tentunya, tetapi juga orang-orang tuanya. Sinetron merajai serta sejumlah bintang lelaki dan perempuan ngetop sebagai pemeran utamanya. Masih ingat sinetron Tersanjung yang tidak habis-habis meski berganti musim dan pemeran.
Tidak hanya sinetron, tetapi juga ada kartun, tayangan musik, atau kuis yang menjadi santapan sehari-hari. Ya, hiburannya itu saja dan belum banyak pilihan. Yang paling nyebelin adalah masih adanya kewajiban relay siaran berita malam dari stasiun televisi pemerintah TVRI.
Hiburan lainnya masih menggunakan laser disc, belum eranya DVD player. Game console juga belum berkembang gila-gilaan seperti sekarang ini. Untuk musik ya hanya radio dan walkman, tidak ada Ipod!
Untuk saling berkomunikasi saat itu menggunakan telepon umum dan pager, nah generasi saat ini tentu tidak tahu apa itu pager. Komputer masih begitu besar dan masih menggunakan disket (nah loh masih ingat dengan disket), belum ada flash disk dan media penyimpanan lain seperti hard disk portable atau pun virtual.
Begitu banyak hal yang diulas oleh Marchella FP dalam bukunya ini, Generasi 90-an yang sudah beredar di sejak awal tahun 2013. Belakangan juga muncul buku serupa yaitu Memory 90-an untuk Koleksi karya Syahril Anwar yang baru dirilis pada pertengahan tahun.
Serupa tapi tak sama. Generasi 90-an terlihat lebih serius dipersiapkan, sementara Memory 90-an untuk Koleksi seperti dikejar tenggat untuk bisa berkompetisi dengan buku sebelumnya. Ada beberapa kesalahan ketik yang cukup serius pada bagian pembuka. Buku Memory 90-an untuk Koleksi lebih banyak berisi foto dan gambar sementara buku Generasi 90-an kaya dengan ilustrasi. Ada sejumlah hal yang mungkin terluput pada Generasi 90-an dan terdapat di Memory 90-an untuk Koleksi. Ya, tapi kedua buku ini memang patut dikoleksi oleh mereka yang menghabiskan masa mudanya di era 90-an.
Ya, seperti mesin waktu, para generasi 90-an diajak untuk kembali ke masa silam untuk bernostalgia lagi masa-masa remaja yang penuh warna, yang pastinya menyenangkan atau menyebalkan. Pasti selalu ada dua sisi. Tapi itulah indahnya “nostalgila‘ eh nostalgia. n
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 7 Juli 2013
No comments:
Post a Comment