JAKARTA, KOMPAS - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, pemerintah menginginkan adanya sekolah-sekolah unggulan di setiap daerah. Namun kenyataannya, keberadaan rintisan sekolah bertaraf internasional malah menimbulkan kecemburuan sosial.
Ilustrasi (KOMPAS/IWAN SETIYAWAN)
Saya sudah minta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk betul-betul mengevaluasi RSBI sebab sumber masalahnya di situ
-- Agung Laksono
”Saya sudah minta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk betul-betul mengevaluasi RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) sebab sumber masalahnya di situ,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam acara Round Table Discussion Bersama Senior Editors di Jakarta, Rabu (30/11) malam.
Agung Laksono mengatakan, pemerintah menginginkan lahirnya anak-anak Indonesia berkualitas unggul dan lahirnya sekolah-sekolah unggulan di setiap daerah sehingga lahirlah RSBI. ”Namun, apakah konsep RSBI harus seperti saat ini? Apakah sudah betul konsepnya?” kata Agung.
Pihaknya, menurut Agung, banyak mendengar keluhan di masyarakat soal sulitnya akses ke RSBI. Keluhan ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi.
Untuk masuk RSBI, berdasarkan keluhan masyarakat, pintar saja tidak cukup karena membutuhkan biaya masuk sekolah yang sangat mahal. Di sisi lain, pemerintah sudah mengucurkan dana cukup besar bagi setiap sekolah berstatus RSBI. Kalaupun ada alokasi kursi 20 persen untuk siswa miskin, tetap saja bukan solusi karena terjadi diskriminasi yang sangat mencolok dalam fasilitas sekolah, terutama di sekolah negeri.
Pada bagian lain, Menko Kesra juga memaparkan kucuran dana untuk pendidikan yang paling besar dan selalu naik setiap tahun. Pada 2010, misalnya, Rp 225,2 triliun, 2011 naik menjadi Rp 248,9 triliun dan tahun 2012 naik menjadi sekitar Rp 281,4 triliun.
Jadi komoditas
Hendarman, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menjelaskan, kajian soal RSBI masih dilakukan. Diharapkan, sebelum tahun ajaran baru 2012 sudah ada indikator-indikator bagaimana sekolah menjadi RSBI ataupun SBI.
Tidak ada rencana dari Kemdikbud untuk menghentikan kebijakan RSBI/SBI. Justru Kemdikbud yang sudah mengevaluasi RSBI memilih untuk menetapkan indikator-indikator soal bagaimana sekolah menjadi RSBI/SBI.
Soedijarto, Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, mengatakan, pendidikan di Indonesia memang harus berkualitas internasional. ”Namun, tidak perlu memberi label di sekolah sebagai sekolah internasional. Yang justru menjadi pekerjaan besar, pemerintah haruslah meningkatkan mutu pendidikan dengan standar pendidikan yang terbaik untuk semua orang,” kata Soedijarto
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Satria Dharma mengatakan, dari kajian Balitbang Kemdikbud sebenarnya kebijakan RSBI/SBI ini suram. Kebijakan ini justru menunjukkan pemerintah yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan.
”Orang kaya yang mampu membayar lebih mahal dapat layanan pendidikan yang lebih baik. Anehnya, kebijakan diskriminatif seperti ini dipertahankan,” kata Satria. (THY/ELN)
Sumber: Kompas, Jumat, 2 Desember 2011
No comments:
Post a Comment