Saturday, December 31, 2011

Catatan Akhir Tahun 2011: Karut-Marut Pendidikan Kita

oleh Udo Z. Karzi pada 30 Desember 2011 pukul 16:19


PEMBUKA

Betapa karut-marutnya dunia pendidikan. Catatan akhir tahun -- semua tulisan saya ambil dari laman Edukasi, Kompas.com -- sangat menarik menjadi bahan perbincangan. Terutama terkait dengan keberadaan RSBI, isu pemerataan pendidikan, pendidikan untuk semua, profesionalime guru, dan kebijakan pendidikan yang MJ (mak jelas).

uzk



>> [Pendidikan] Desakan Menghentikan RSBI Menguat
| Inggried Dwi Wedhaswary | Jumat, 30 Desember 2011 | 08:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Desakan membubarkan rintisan sekolah bertaraf internasional semakin kuat. Koalisi Antikomersialisasi Pendidikan mengajukan permohonan uji materi Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional kepada Mahkamah Konstitusi. Pasal tersebut menjadi dasar penyelenggaraan kebijakan RSBI.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch Febri Hendri, Kamis (29/12), berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan pasal tersebut karena keberadaan sekitar 1.100 rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) itu melanggar konstitusi. RSBI dinilai melanggar hak konstitusi warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar karena akses menjadi terbatas.

RSBI di sekolah milik pemerintah tidak dapat diakses siswa miskin. Kami minta MK mengeluarkan putusan provisi penghentian operasional dan anggaran RSBI hingga ada putusan MK.

”RSBI di sekolah milik pemerintah tidak dapat diakses siswa miskin. Kami minta MK mengeluarkan putusan provisi penghentian operasional dan anggaran RSBI hingga ada putusan MK. Pasal itu juga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Febri.

Penyelenggaraan RSBI didasarkan pada Pasal 50 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi, ”Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”

Menindaklanjuti UU tersebut, pemerintah mengeluarkan berbagai aturan, seperti PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional. Aturan ini menjadi dasar hukum penyelenggara RSBI untuk memungut bayaran tinggi yang pada praktiknya tidak terjangkau oleh kelompok miskin.

Usulan PGRI

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengaku PGRI sedang mengusulkan amandemen UU Sisdiknas untuk menghentikan RSBI. Pemerintah dinilai tidak adil dan bijaksana karena membiarkan sebagian kecil sekolah tumbuh berkembang pesat dengan block grant khusus dari pemerintah.

”Ada gap lebar kaya-miskin. Anggaran untuk RSBI seharusnya bisa dipakai sekolah lain. Semua sekolah harus dapat perlakuan terbaik dan aksesnya harus dibuka luas. Sayang, RSBI hanya jadi alat dan sumber uang bagi kabupaten/kota dari siswa atau pemerintah,” kata Sulistiyo.

Menanggapi hal ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan, pemerintah akan tetap tunduk pada hukum. Selama UU Sisdiknas masih sah berlaku, pemerintah akan mengacu pada UU tersebut.

Nuh mengaku RSBI banyak dikecam karena dianggap eksklusif secara sosial. Namun, ia menilai solusinya bukan dengan membubarkan RSBI, melainkan membuka akses dan kesempatan bagi siapa pun yang memiliki kompetensi akademik untuk masuk RSBI.

”Jangan dilihat dari kemampuan ekonominya. Tidak masalah ada eksklusivitas di RSBI asalkan secara akademik dan bukan secara sosial,” katanya.

Lagi pula, menurut Nuh, RSBI merupakan wadah atau layanan khusus bagi anak-anak pintar. Ia khawatir jika anak-anak yang khusus memperoleh perlakuan yang sama dengan yang lain, mereka tidak akan berkembang. Bisa jadi juga akan memilih sekolah ke luar negeri atau ”dibajak” negara lain.

”Nanti pemerintah salah lagi kalau kita kehilangan anak-anak berprestasi. Yang penting akses RSBI terbuka bagi anak pintar tanpa melihat kemampuan ekonominya,” kata Nuh. (LUK)



>> [Catatan Akhir Tahun] Menunggu Janji "Pendidikan untuk Semua"

Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary | Jumat, 30 Desember 2011 | 13:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan nasional mendengungkan filosofi "education for all" alias pendidikan untuk semua. Ruh dari filosofi ini adalah pendidikan mampu menjangkau segala lapisan masyarakat. Pada tahun 2012 mendatang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjanjikan pendidikan akan menjangkau anak usia sekolah yang selama ini tak terjangkau.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengakui, saat ini di banyak wilayah masih sering dijumpai beberapa kelompok masyarakat yang belum bisa menikmati dunia pendidikan. Alasannya beragam. Ada yang karena latar belakang sosial, geografis, atau pun latar belakang budaya.

"Prinsipnya pendidikan itu untuk semua, terutama pendidikan dasar yang sangat jelas diamanatkan oleh undang-undang," kata Nuh, dalam jumpa pers akhir tahun, di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (30/12/2011).

Oleh karena itu, kata dia, kelompok-kelompok yang belum terjangkau harus diberikan perhatian khusus, seiring dengan terus didorongnya kualitas pendidikan yang sudah ada.

"Intinya, semangat 2012 itu sekolah, sekolah, sekolah," ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam bahasa sederhana, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kemdikbud adalah menyediakan sarana, dan prasarana sehingga seluruh anak bisa sekolah dengan biaya murah, terjangkau, atau pun gratis. Kemdikbud berjanji akan aktif mencari populasi yang belum menikmati dunia pendidikan. Termasuk kebijakan untuk membangun infrastruktur pendidikan di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T).

"Ini keberpihakan kita, bukan anak yang aktif mencari sekolah. Tapi kita yg akan menjemputnya. Meski jumlahnya tidak besar, tapi ini mengenai justice, bukan soal besar atau kecil," ungkapnya.

Selain pembangunan infrastruktur, program ini juga akan didukung oleh peningkatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi Rp 23 triliun, dan bantuan biaya pendidikan (beasiswa miskin) sebesar Rp 6 triliun.l

"Problem ekonomi, maka solusinya ekonomi, baik melalui BOS, maupun melalui subsidi siswa miskin," ujar Nuh.



>> [Digugat ke MK] RSBI Akan Dihapus, jika...
Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary | Jumat, 30 Desember 2011 | 08:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) akan ditutup jika konsep program tersebut terbukti menyalahi peraturan perundang-undangan. Ia mengungkapkan, melihat RSBI harus dalam dua sisi, yaitu sisi konsep dan sisi realisasi di lapangan. RSBI akan ditutup jika konsepnya terbukti salah. Namun, jika konsepnya benar, tetapi implementasinya melenceng, maka hanya statusnya yang akan dibenahi.

Nuh mengakui, diperlukan waktu dan energi ekstra untuk menciptakan sekitar 1.100 RSBI di seluruh Indonesia. Akan tetapi, ia menyatakan menerima aspirasi dan tuntutan masyarakat agar RSBI dihapuskan.

Pemerintah akan tetap ikut UU. Biarkan pihak berwenang menguji, apakah RSBI bertentangan dengan UUD atau tidak. Jika MK memutuskan bertentangan, maka pemerintah akan hormat. Tapi kalau tidak bertentangan, maka akan jalan terus.

"Pandangan berbeda boleh saja. Maka, kami tak expand besar-besaran. Pertumbuhan RSBI kita tahan karena kami menunggu respons dan tanggapan masyarakat," kata Nuh, Kamis (29/12/2011) di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Dia menegaskan, tuntutan itu tidak bisa dipenuhi jika memang RSBI tak menyalahi aturan yang ada. Oleh karena itu, kata Nuh, pemerintah menetapkan sekolah berlabel RSBI harus menyediakan minimal 20 persen kursinya untuk siswa miskin.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah orang yang tergabung dalam Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) mengajukan judicial review terhadap Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) kepada MK. Mereka meminta agar aturan mengenai RSBI ini dihapuskan. Menanggapi gugatan ini, Nuh menilainya sebagai sesuatu yang biasa saja.

"Biasa saja. Silakan tidak setuju, yang penting rasional," kata Nuh.

Ia mengatakan, pemerintah akan tunduk jika memang ada putusan hukum yang menyatakan bahwa sekolah berlabel RSBI memang diperintahkan untuk dihapuskan.

"Bagaimanapun, pemerintah akan tetap ikut UU. Biarkan pihak berwenang menguji, apakah RSBI bertentangan dengan UUD atau tidak. Jika MK memutuskan bertentangan, maka pemerintah akan hormat. Tapi kalau tidak bertentangan, maka akan jalan terus," ujar Nuh.



>> [RSBI Digugat] Nuh: RSBI untuk Mewadahi Siswa Berprestasi
Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary | Jumat, 30 Desember 2011 | 11:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Eksistensi sekolah dengan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) kembali dipertanyakan. Terakhir, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar menghapuskan pasal yang mengatur mengenai RSBI.

Menanggapi, desakan penghapusan RSBI yang semakin menguat, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, keberadaan RSBI adalah untuk mewadahi anak-anak Indonesia yang memiliki prestasi akademik. Menurutnya, siswa-siswa berprestasi sudah sewajarnya jika ditangani secara khusus.

Jika semua anak-anak pintar harus bersekolah di sekolah yang reguler, maka dikhawatirkan tidak ada kesempatan untuk berkembang
-- Mohammad Nuh

Ia menjelaskan, selain dengan dasar untuk memberikan layanan khusus kepada anak-anak pintar, dibukanya RSBI juga sebagai upaya mendorong terciptanya central of excellent di seluruh jenjang pendidikan.

"Jika semua anak-anak pintar harus bersekolah di sekolah yang reguler, maka dikhawatirkan tidak ada kesempatan untuk berkembang," kata Nuh, Jumat (30/12/2011), dalam jumpa pers akhir tahun, di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Menurutnya, banyak anak-anak pintar yang ditangani dengan standar reguler, kemudian justru memilih keluar dari sekolah reguler dan memilih sekolah yang lebih baik. Bahkan, kata dia, tak sedikit yang akhirnya harus ke luar negeri untuk mencari institusi pendidikan yang sesuai dengan tingkat prestasi akademik yang dimilikinya.

“Kalau saya tanya balik, kenapa mahasiswa cerdas diambil atau memilih ke luar negeri? Itu karena kualitas perguruan tinggi negeri (PTN) kita masih kalah dengan perguruan tinggi luar negeri,” kata Nuh.

RSBI, kata Nuh, adalah cara pemerintah untuk menuju kualitas pendidikan yang berstandar internasional, yakni sekolah berstandar internasional (SBI). Untuk mendapatkan label SBI, setiap sekolah harus melewati tahap rintisan terlebih dulu.

“SBI harus dirintis, maka kita mulai dengan rehabilitasi sekolah dan seterusnya. Menekan sekolah Standar Pendidikan Minimal (SPM) agar semakin kecil dan, standar sekolah paling rendah ke depannya harus Sekolah Standar Nasional (SSN),” papar Nuh.


>> Dianggap Langgar Konstitusi
Eksistensi RSBI Digugat ke Mahkamah Konstitusi
Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary | Rabu, 28 Desember 2011 | 14:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Puluhan orang yang tergabung dalam Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) mendatangi dan menggelar aksi di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (28/11/2011). Dalam aksinya, KAKP mendesak MK mengeluarkan provisi agar kegiatan sekolah RSBI di seluruh Indonesia dihentikan sampai ada putusan final dan mengikat.

Mereka juga menyerahkan naskah gugatan terhadap rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).

Kami memohon MK memutuskan menghentikan operasional dan anggaran semua RSBI di Indonesia sampai ada putusan MK terkait hal ini.

Pemerhati pendidikan yang juga menjadi peserta aksi, Jimmy Paat, mengatakan, penyelenggaraan RSBI diyakini melanggar hak konstitusi sebagian warga negara dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan dasar.

"Pendidikan yang sejatinya merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi manusia dirancang dan dibatasi tidak untuk seluruh rakyat Indonesia. Ini tecermin dengan adanya ketentuan mengenai RSBI," kata Jimmy di sela-sela aksi.

Menurut dia, penyelenggaraan RSBI juga memicu dualisme sistem pendidikan nasional karena mengacu pada kurikulum yang terdapat pada lembaga pendidikan negara-negara Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Selain itu, kata dia, penyelenggaraan RSBI pada sekolah publik juga melanggar sila kelima Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", karena RSBI tidak dapat diakses anak-anak dari keluarga miskin.

Atas dasar itu, KAKP menilai, RSBI melanggar konstitusi karena bertentangan dengan semangat dan kewajiban negara mencerdaskan kehidupan bangsa serta menimbulkan dualisme sistem dan liberalisasi pendidikan di Indonesia. Selain itu, RSBI juga dianggap menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi dalam bidang pendidikan serta berpotensi menghilangkan jati diri bangsa Indonesia yang berbahasa Indonesia.

Selanjutnya, KAKP melalui tim kuasa hukum mengajukan permohonan judicial review pada Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) kepada MK dengan harapan majelis hakim MK mangabulkan permohonan pembatalan Pasal 50 Ayat 3 UU Sisdiknas.

"Kami memohon MK memutuskan menghentikan operasional dan anggaran seluruh RSBI di Indonesia sampai ada putusan MK terkait hal ini," kata Jimmy.

Dia menambahkan, penyelenggaraan RSBI didasari pada Pasal 50 Ayat 3 UU No 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal tersebut berbunyi, "pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional".

Guna mendukung pemenuhan pasal tersebut, tambahnya, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan, seperti PP No 17/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan serta Permendiknas No 78/2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional yang kemudian menjadi dasar penyelenggara RSBI untuk memungut bayaran yang tinggi kepada warga negara.

"Tapi, nyatanya menjadi tidak terjangkau oleh masyarakat miskin," ungkapnya.



>> [Catatan Akhir Tahun] Guru: Menyongsong 2012 Tanpa Gairah
Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary | Rabu, 28 Desember 2011 | 16:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menilai, secara umum kebijakan pendidikan sepanjang tahun 2011 masih trial and error serta hit and run. Tidak ada skema kebijakan yang matang untuk diterapkan.

Ketua PB PGRI Sulistyo mengatakan, trial and error yang dimaksud adalah kebijakan pendidikan dijalankan tanpa didahului kajian teori yang mendalam dan tidak didukung oleh studi empiris tentang kelayakan dan tingkat akseptabilitasnya.

Di pengujung 2011, kami menyongsong 2012 dengan tanpa gairah, dengan arah yang tak jelas. Seiring anggaran pendidikan yang meningkat, banyak program disusun tanpa subtansi dan berbasis mutu.
-- PGRI

"Banyak kebijakan hanya bersifat coba-coba," kata Sulistyo saat memaparkan catatan pendidikan 2011 di Gedung PGRI, Jakarta, Rabu (28/12/2011).

Selain itu, lanjutnya, juga banyak program pendidikan yang dijalankan sebagai respons yang sifatnya instan dalam menanggapi berbagai isu dan permasalahan yang muncul. Akibatnya, kebijakan tidak dirancang secara konseptual dalam sebuah grand design dengan perspektif jangka panjang.

"Di pengujung 2011, kami menyongsong 2012 dengan tanpa gairah, dengan arah yang tak jelas. Seiring anggaran pendidikan yang meningkat, banyak program disusun tanpa subtansi dan berbasis mutu," katanya.

Sulistyo menjelaskan, hal itu tecermin dari sejumlah peristiwa pendidikan yang terekspos selama tahun 2011, di antaranya, kembali diubahnya mekanisme penyaluran dana BOS, sentralisasi pendidikan, dan kisruh sertifikasi guru.

Tak hanya itu, lanjutnya, pendidikan karakter juga dinilainya terancam gagal memberikan solusi terkait lemahnya karakter bangsa ini. Hal itu karena program tersebut hanya dijalankan di sekolah. Di sisi lain, para guru juga terus dirundung kekhawatiran dengan sejumlah persoalan dan membuat para guru tak mampu memikul berat beban pendidikan karakter.

"Ditambah rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan ujian nasional (UN) yang, meski mendapat banyak kelemahan, nyatanya terus diselenggarakan," ungkapnya.

Meski demikian, Sulistyo mengatakan, PGRI mencatat dua kebijakan penting dan positif dalam dunia pendidikan. Pertama, disatukannya kembali bidang kebudayaan dengan pendidikan dalam satu kementerian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Menurut Sulistyo, langkah ini menjadi penting karena akan memberikan arah yang jelas pada pendidikan sebagai upaya penyempurnaan kebudayaan sesuai dengan nilai-nilai inti (core values) kebangsaan.

"Kedua adalah dirintisnya bantuan operasional sekolah (BOS) bagi siswa jenjang SMA mulai tahun 2012 dan akan berlaku penuh tahun 2013," katanya.


Suka · · Berhenti Mengikuti Kiriman · Bagikan · Hapus

Muhammad Harya Ramdhoni, Semacca Andanant, Amin Gifari Muhammad dan 7 lainnya menyukai ini.
Sri Celie Nurmayanti baru baca pembuka nya...
Jumat pukul 16:44 · Suka
Sri Celie Nurmayanti Humh, baca isinya akhir tahun aja... :)
Jumat pukul 16:44 · Suka
Udo Z. Karzi hahaa... pembukanya memang dah rangkuman.
Jumat pukul 17:04 · Suka · 1
Imelda Matahari catatan akhir di awal tahun. mantaff
Jumat pukul 17:07 · Suka
Udo Z. Karzi tul, jadi pe-er tahun depan
Jumat pukul 17:37 · Suka
Imelda Matahari banyak ya peernya. sampe gak beres2. Pak guru udah nunggu2 tuh
Jumat pukul 17:38 · Suka
Udo Z. Karzi kesel juga dg pak nuh, ngomongnya melangit mulu. tapi nggak pernah ngeliat kenyataan (fakta) yang sesungguhnya terjadi.
Jumat pukul 17:41 · Suka · 1
Imelda Matahari birokrat. sttt. gkgkgk
Jumat pukul 17:42 · Tidak Suka · 1
Udo Z. Karzi hehee... apa kalau dah jadi birokrat kayak gitu ya semua?
Jumat pukul 17:45 · Suka
Imelda Matahari hahahaha
Jumat pukul 17:46 · Tidak Suka · 1
Anneke Keke · Berteman dengan Rita Silfi
eeeeewww kagak ngerti ma'am
Jumat pukul 18:14 · Suka · 1
Rita Silfi ‎Anneke Keke, belum ngerti ya hehehe udah aja belajar dulu hehehe, dunianya konseptor emang melangit apalgi ga pernah terjun ke lapangan makin ..selangit kebijakannya...
Kemarin jam 5:04 · Suka · 1
Rita Silfi ‎Udo Z. Karzi, makasi taqnya, yg membahagiakan bagi saya ketua PGRI org yg ngerti kendala di lapangan dan sebenarnya lebih punya konsep yg matang ( dari pada pak menterinya hehehe ups ! ), jadi ya sudah.., bagi kami para guru gimana meminimalisir beberapa kebijakan yg malah mencelakakan anak didik, mengoptimalkan kompetensi diri agar tidak jadi bagian dari masalah...:)
Kemarin jam 5:10 · Suka
Sri Celie Nurmayanti Mantapz untuk santapan akhir tahun do.. :)
smoga peer2ny rampung tahun mendatang.. :)


Sumber: Facebook/udozkarzi

No comments: