Friday, December 23, 2011

Eksistensi Bahasa Indonesia di Tengah Globalisasi

-- Syarief Oebaidillah


Bahasa merupakan ekspresi budaya. Karena itu, bahasa Indonesia harus dijaga dan diresapi nilai-nilai dan manfaatnya.

GLOBALISASI dan teknologi informasi telah membawa dampak yang luar biasa dalam perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam era ini, batas wilayah, ideologi, politik, dan budaya hampir tidak ada. Globalisasi bukanlah mimpi buruk, tetapi bukan pula hadiah kemajuan zaman yang tanpa cela.

Suka atau tidak, setuju atau menolak, gejala perubahan yang sangat cepat ini telah hadir di tengah-tengah berbagai aktivitas kehidupan. Sebagian lain mungkin terbengong-bengong, ketakutan, atau bahkan mengalami keguncangan kebudayaan. Yang penting adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan nilai dan produk yang menyertainya dan terhindar dari dampak yang ditimbulkannya.

Dalam konteks itu, nilai-nilai bahasa, baik bahasa nasional maupun bahasa daerah, nilai-nilai sastra, dan nilai-nilai budaya kearifan lokal diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam membendung dampak dari globalisasi.

"Kita sangat beruntung bahwa pada 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia telah bersumpah untuk memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional," kata Pelaksana Tugas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Agus Dharma saat menyambut acara Jambore Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, 29 November lalu.

Acara yang dihadiri Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti itu berlangsung sepekan hingga 3 Desemberi diikuti 1.000 peserta dari 33 provinsi diwakili duta bahasa provinsi, siswa SMA/SMK, mahasiswa perguruan tinggi, pemuda, pemuda berkebutuhan khusus, pemerhati bahasa dan sastra dari seluruh Indonesia, pramuka, guru, dosen, dan Palang Merah Indonesia.

Di samping bertukar pikiran terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam bahasa dan sastra, para peserta juga menampilkan kesenian dari daerah pada malam seni di tingkat kampung atau antarkampung. Kegiatan yang melibatkan peserta dari seluruh provinsi itulah yang mendasari bahwa ini merupakan jambore nasional yang diikuti oleh peserta dari Sabang sampai Merauke.

Menurut Agus, momentum itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia bukan hanya dapat berfungsi sebagai penunjang perkembangan bahasa dan sastra Indonesia atau alat untuk menyampaikan gagasan yang mendukung pembangunan Indonesia atau pengungkap pikiran, sikap, dan nilai-nilai yang berada dalam bingkai keindonesiaan, tetapi juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi politik, sosial, dan budaya yang selanjutnya akan memberi sumbangan yang signifikan untuk membangun paradigma baru pembangunan yang berjiwa Indonesia.

Meskipun demikian, kata dia, dewasa ini sikap dan kecintaan generasi muda, termasuk pelajar dan mahasiswa, terhadap bahasa nasional seolah-olah sedang menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan sikap dan semangat generasi muda menjelang dan awal kemerdekaan.
Ketika itu, generasi muda memandang bahwa bahasa Indonesia merupakan alat yang sangat penting dalam mencapai persatuan Indonesia dalam rangka meraih kemerdekaan. Sedangkan kondisi sekarang, bahasa Indonesia tak lebih dari sekadar sebagai alat komunikasi.

Ia menjelaskan kondisi menurunnya pandangan generasi muda terhadap peran bahasa Indonesia itu disebabkan beberapa faktor, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, kondisi itu disebabkan kurangnya penggalian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan sastra, adapun secara eksternal pandangan generasi muda dipengaruhi oleh budaya dan bahasa asing.

Padahal, saat ini banyak pihak mengakui bahasa Indonesia sebagai lambang dan identitas bangsa dapat dijadikan sebagai perekat kesatuan dan persatuan nasional. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia harus mampu mengembangkan peran sebagai media membangun karakter bangsa demi martabat bangsa Indonesia dalam pergaulan lintas bangsa di dunia yang semakin mengglobal. Dalam konteks pembangunan karakter bangsa, posisi generasi muda sangat strategis karena mereka yang akan mengemban estafet kepemimpinan bangsa pada masa kini dan masa depan.

Jambore Nasional Bahasa dan Sastra 2011 mengangkat tema 'Penggalian dan Pemanfaatan Nilai-Nilai Bahasa dan Sastra dalam Membangun Karakter Bangsa'. Acara ini bertujuan, pertama untuk menumbuhkan rasa solidaritas generasi muda yang berorientasi terhadap lahirnya jiwa persatuan pada anak bangsa yang mampu menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Kedua, menggali dan memformulasi kearifan lokal daerah menjadi karakter bangsa. Ketiga, meningkatkan sikap positif para peserta terhadap bahasa nasional sebagai lambang identitas bangsa Indonesia.

Sulit dibendung

Wamendikbud mengingatkan ketahanan bahasa Indonesia diuji di era globalisasi ini karena mulai menurunnya kecintaan dan kebanggaan masyarakat berbahasa persatuan di negeri ini. Karena itu, bahasa Indonesia memang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dengan perkembangan global saat ini.

"Globalisasi sulit dibendung. Bahasa asing memang akhirnya populer, sampai tempat makam saja terasa keren dengan nama keinggris-inggrisan. Dalam kondisi seperti ini, jika bahasa Indonesia mau populer, harus terus dikedepankan dengan kata-kata yang padanannya tidak kalah keren dengan bahasa asing," katanya.

Wiendu menjelaskan, bahasa merupakan ekspresi budaya. Karena itu, bahasa harus dijaga dan diresapi nilai-nilai dan manfaatnya. Menurut Guru Besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini, ketahanan bahasa Indonesia di tengah serbuan bahasa asing bisa diwujudkan dengan pengembangan bahasa yang sesuai kondisi masyarakat.

Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus secara nyata dicontohkan dari keteladanan pemimpin di negeri ini.

Ia menambahkan bahasa Indonesia amat kaya dengan berbagai ungkapan dan petuah luhur yang tetap aktual serta relevan dengan kondisi keindonesiaan.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Yeyen Maryani menambahkan hasil penelitian soal sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia cukup memprihatinkan. Penelitian di kalangan anak-anak muda menunjukkan, indeks sikap positif terhadap bahasa Indonesia hanya 1,4 dari skala 5. Karena itu, kata Yeyen, salah satu upaya Kemendikbud untuk membuat generasi muda meresapi nilai-nilai bahasa dan sastra Indonesia digelar pada Jambore Nasional tersebut.

Di acara ini, peserta mendapat pemahaman soal nasionalisme dan penggalian nilai-nilai serta kearifan lokal dari bahasa daerah ataupun bahasa Indonesia. (H-1)

oebay@mediaindonesia.com

Sumber: Media Indonesia, Jumat, 23 Desember 2011

No comments: