Friday, November 18, 2011

Cinta Bahasa Indonesia bukan Sekadar Gerakan

-- Hafizd Mukti Ahmad

Gerakan menggunakan berbahasa Indonesia yang baik dan benar semestinya dimulai dari kalangan pemerintah.

KEMERDEKAAN Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak lepas dari penggunaan bahasa Indonesia sebagai faktor pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia telah menjadi motor penggerak kemerdekaan sejak dideklarasikan sebagai bahasa nasional dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 silam.

Sayangnya, setelah 61 tahun merdeka atau 83 tahun pascadeklarasi Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia belum mendapat tempat yang semestinya di negeri sendiri. Menurut budayawan Arswendo Atmowiloto, secara institusi formal bahasa Indonesia belum dipakai secara maksimal.

Ia mencontohkan banyak pemimpin di negeri ini yang lebih senang menggunakan bahasa asing, padahal istilah asing itu pun memiliki padanan katanya dalam bahasa Indonesia. "Orang-orang di lembaga pendidikan pun bahasa Indonesianya masih blepotan. Termasuk di pemerintahan. Contohnya political will yang sering dipakai pak presiden. Mungkin untuk gagah-gagahan kali ya," ujarnya dengan nada berguyon.

Bahasa Indonesia, lanjutnya, tidak akan berkembang hanya dengan melakukan kampanye, tapi pemerintah juga masyarakat perlu menyediakan ruang agar bahasa Indonesia yang baik dan benar ini mampu memasyarakat. "Jangan sedikit-sedikit bahasa Inggris."

Ada dua pendekatan yang harus dilakukan dalam penggunaan bahasa Indonesia, yaitu pendekatan formal seperti lewat lembaga-lembaga pendidikan. Namun, menurut Arswendo, yang paling cepat adalah pendekatan kedua yaitu jalur informal karena biasanya bahasa itu berkembang lewat pergaulan. Banyak istilah yang muncul dari pergaulan itu.

"Istilah-istilah itu harus diakomodasikan sehingga bahasa terus berkembang. Itulah mengapa bisa saya katakan, bahasa Indonesia bahasa yang sangat kaya," pungkasnya.

Cinta bahasa

Berbagai upaya memang telah dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan menggelar Gerakan Cinta Bahasa Indonesia (GCBI) pada peringatan puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2011 pada 28 Oktober lalu di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Gerakan ini bertujuan untuk menegaskan dan memantapkan kembali kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Penghargaan diberikan kepada instansi pemerintah maupun swasta yang dinilai peduli dalam penggunaan bahasa Indonesia. Tiga daerah yang mendapat apresiasi tahun ini adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Wakil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Budaya Wiendu Nuryanti mengatakan, penggunaan bahasa Indonesia pada setiap instansi itu memang belum sempurna. "Tetapi semangat dan tekad untuk peduli dan mencintai bahasa Indonesia di instansi itu patut mendapatkan penghargaan,” ujarnya.

Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Yeyen Maryani mengatakan aktivitas GCBI serta Bulan Bahasa dan Sastra 2011 merupakan salah satu implementasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang dirasakan kurang disosialisasikan.

Dari pemimpin

Secara terpisah, Ketua Forum Bahasa Media Massa Jateng Widiyartono menilai pemberian penghargaan kepada Gubernur Jateng Bibit Waluyo lebih bernuansa politis. Penghargaan itu seyogianya bertujuan agar pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar bisa dilakukan di jajaran pemerintahan provinsi, seperti dalam hal surat-menyurat kedinasan dan juga penulisan papan nama kantor atau instansi.

Namun, pada kenyataannya, Gubernur justru sering kali menggunakan bahasa gado-gado Indonesia dan Jawa dalam kesempatan resmi. Pemerintah daerah, lanjut Widi, baik provinsi maupun kabupaten/kota seharusnya memerhatikan pengutamaan bahasa Indonesia, misalnya dalam penamaan kawasan perumahan. Nama-nama seperti Hill Tamansari, Pandanaran Hill, Plamongan Indah Regency, dan Greenwood mencitrakan seolah warga berada di negara asing.

"Bupati/Wali Kota semestinya bisa membuat aturan agar nama-nama itu lebih mengindonesia, misalnya Bukit Pandanaran, Bukit Tamansari, kawasan perumahan Plamongan Indah, Griya Wahid, Puri Anjasmara juga tidak kalah bagus."

Dia mengatakan bahwa penggunaan bahasa Indonesia secara benar sebaiknya dimulai dari kalangan pemerintah karena menjadi contoh bagi masyarakat. Kalau pemimpin bisa menjadi teladan, pungkasnya, rakyat pun akan mengikutinya. (Bay/HT/H-1)

hafizd@mediaindonesia.com

Sumber: Media Indonesia, Jumat, 18 November 2011

No comments: