APRESIASI dan kecintaan masyarakat terhadap sastra dapat ditumbuhkan melalui proses pembiasaan sejak usia dini, dengan mengibaratkan sastra sebagai "makanan batin" bagi manusia.
Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri menyampaikan hal itu dalam pelatihan bagi sastrawan muda yang bertajuk "Bengkel Sastra" di Samarinda, Kalimantan Timur, kemarin.
Ia menjelaskan, apresiasi terhadap sastra seharusnya dipupuk lewat media pendidikan kepada generasi muda sejak Taman Kanak-kanak (TK) untuk membiasakan generasi muda pada sastra.
"Intinya adalah menumbuhkan 'culture' (budaya) di masyarakat melalui pembiasaan sejak usia dini," ujar Presiden Penyair Indonesia.
Sayangnya, ia mengatakan pendidikan mengenal sastra di Indonesia baru diperkenalkan pada jenjang Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), yang terkesan hanya sebagai pelengkap dan menerapkan metode hafalan saja.
Akibatnya orang mempelajari karya sastra sebatas sebagai formalitas dalam mengerjakan ujian, bukan untuk memahami nilai kebenaran universal yang berusaha dituangkan sastrawan dalam karya mereka.
"Sastra bila diibaratkan sebagai makanan batin, pendidikan tentang sastra disekolah hanya menyentuh kulitnya saja. Tidak berusaha untuk masuk ke restoran untuk mencicipi rasa makanan (karya sastra), tapi hanya membaca daftar menu dari luar," ujar Sutardji.
Ia tidak memungkiri tindakan rezim Orde Baru yang dikatakannya sebagai sebuah pengekangan terhadap sastra, telah membuat banyak sastrawan seperti kehilangan warna dan cenderung homogen.
Padahal, ujar dia, sastrawan era 70-an memiliki kultur keberagaman yang kental dalam karya-karya monumental mereka, seperti WS Rendra dengan gaya Jawa, Putu Wijaya dengan gaya Bali, dan Arifin C Noer dengan gaya pesisir Jawa.
'Bengkel Sastra' merupakan kerjasama antara Majelis Sastera Asia Tenggara (Mastera) dan Pusat Bahasa yang diikuti oleh penulis muda dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam.
Program yang menitikberatkan pada penulisan puisi itu juga dihadiri oleh sederet sastrawan nasional seperti D Zawawi Imron, Sapardi Djoko Damono dan Agus R. Sarjono. (Ant/B-3)
Sumber: Borneonews, Kamis, 2 Agustus 2007
No comments:
Post a Comment