JAKARTA (Media): Pemahaman multikulturalisme dengan nilai kebangsaan sudah seharusnya dikembangkan dan diperkenalkan sejak dini dalam etika kemasyarakatan. Prinsip positif multikulturalisme bisa menjadi solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan kebangsaan saat ini.
Pemikiran tersebut mencuat dalam seminar bertajuk Menghadapi Globalisasi, Organisasi Tionghoa Indonesia Mau ke Mana?, di Megaglodok Kemayoran, Jakarta, akhir pekan lalu.
Sosiolog Mely G Tan sebagai pembicara pada acara tersebut mengatakan bahwa saat ini konsep multikulturalisme perlu dikembangkan, seperti memberikan pemahaman sejak dini kepada anak tentang tidak adanya perbedaan antara orang yang memiliki rambut keriting, kulit putih, dan mata sipit, agar mereka dapat menerima keberagaman suku bangsa sebagai satu kesatuan nilai-nilai nasional kebangsaan.
"Dari kecil, si anak kita berikan pengertian tentang tidak adanya perbedaan antara orang, yang menurut mereka itu merupakan hal aneh, agar mereka dapat mengerti serta tidak menimbulkan jurang pemisah akibat keberagaman suku bangsa yang ada di Indonesia," jelasnya.
Hal itu, lanjut Mely, mungkin dapat menjadikan solusi mengenai sulitnya kegiatan organisasi etnis Tionghoa yang belum masuk dalam arus utama (mainstream) kehidupan masyarakat Indonesia.
Sementara itu, menurut Sekjen Perhimpunan Indonesia Tionghoa Budi S Tanuwibowo, sudah seharusnya organisasi Tionghoa bisa lebih dekat dengan masyarakat agar dapat diterima secara luas.
Saat ini, di Indonesia terdapat sekitar 400 organisasi dengan latar belakang etnis Tionghoa. Seiring dengan berjalannya proses demokratisasi, eksistensi organisasi ini semakin diakui di masyarakat bahkan dalam acara tertentu sudah banyak melibatkan warga pribumi.
Organisasi Tionghoa biasanya bergerak dalam bidang perdagangan, sosial politik, serta kebudayaan. (*/H-1).
Sumber: Media Indonesia, Senin, 27 Agustus 2007
No comments:
Post a Comment