Sunday, August 18, 2013

[Jendela Buku] Pelarian yang Meneguhkan Iman

BANYAK penulis menyerap hasil perjalanan mereka melanglang buana menjadi sebuah buku, seperti 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Rais, Titik Nol milik Agustinus Wibowo, atau Eat, Pray, Love-nya Elizabeth Gilbert. Pengalaman-pengalaman sang penulis di buku tersebut dijamin membuat iri dan mampu menguliti imajinasi pembacanya.

Ya, semua orang ingin berpetualang ke negeri asing, menyerap kebudayaan-kebudayaan unik beserta petualangan yang menguntit. Buku Scappa per Amore karya Dini Fitria bisa dibilang mirip dengan ketiga buku yang disebut. Scappa per Amore berasal dari bahasa Italia yang artinya berlari demi cinta.

Novel bergenre semifiksi itu menyuguhkan pengalaman Dini mengarungi peliputannya sebagai seorang jurnalis televisi selama tiga bulan di sejumlah negara belahan Eropa, seperti Italia, Prancis, Jerman, Austria, dan Belanda.

Mozaik perjalanan cinta yang dirajut presenter acara religi Jazirah Islam di Trans7 itu memiliki benang merah, yakni bagaimana ia menemukan dan semakin dekat dengan Tuhan di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama nonmuslim. Juga, kisah para mualaf dan kehidupan muslim di Eropa.

Pada bagian prolog, pembaca bisa mengetahui tugas peliputan itu sekaligus pelarian sang penulis dari keterpurukannya karena cinta. Itu sebabnya penulis memberi judul buku tersebut Scappa per Amore. Namun sayang, minim bumbu cinta yang menggoda di dalam buku terbitan Noura Books, salah satu lini penerbitan Mizan, itu.

Minim konflik

Karya perdana sang penulis lebih banyak menumpahkan kegalauannya dan hanyut akan kenangan-kenangan mantan pacarnya yang ia panggil Matahari. Scappa per Amore mirip dengan serpihan-serpihan catatan pelancong yang dikumpulkan menjadi sebuah buku.

Selain minim konflik, karakter Diva, tokoh utama dalam buku itu, kurang terbangun. Hal serupa juga terjadi pada tokoh-tokoh lain dalam buku itu. Tokoh Diva dalam Scappa per Amore ialah refleksi dari pengalaman dan kisah nyata sang penulis.

Dini cukup detail mendeskripsikan karakter-karakter yang ia temui selama di perjalanan. Semisal Carla, perempuan setengah baya bertubuh gemuk pemilik rambut cokelat yang wajahnya sekilas mirip mendiang Putri Diana. Atau, gadis bermata biru langit bernama Malika. Sebagai buku perjalanan, penulis kurang jeli mendeskripsikan lokasi-lokasi menarik yang ia temui di penjuru Eropa. Tidak ada tempat-tempat misterius atau petualangan menegangkan yang mencampuradukkan emosi pembaca.

Selain objek wisata, Diva memperoleh petuah-petuah bijak dari orang-orang asing yang ia temui. Di negara yang penduduknya mayoritas Kristen atau bahkan ateis, Diva selalu membawa identitas keislamannya. Identitasnya itu malah membawanya larut ke dalam jalinan pertemanan yang erat. Namun, Dini kurang gamblang menjelaskan apa tujuannya bertemu dengan orang-orang (narasumber) tersebut. Sebagai seorang jurnalis, permainan diksi merupakan santapan sehari-hari sang penulis. Dini membalut kekayaan diksinya dengan penuturan yang cukup matang.

Berawal dari patah hati, berkeliling Eropa gratis, dan berujung ke proses peneguhan iman seseorang kepada Tuhan merupakan bonus yang tak ternilai. Mengutip satu kalimat dalam buku itu, 'Adakah di dunia ini hal yang lebih membahagiakan ketimbang dekat degan Allah? Bagiku cinta pada dunia hanya bikin kecewa'.

Dini beruntung, meski patah hati, ia tak sempat diterkam kesedihan yang berlarut-larut. Buku itu mungkin akan menginspirasi pembaca yang memiliki kesamaan pengalaman dengan penulis. Lakukan perjalanan sejauh mungkin, temui orang-orang baru, dan jika beruntung akan mengalami proses perjalanan yang meneguhkan iman. Bagi yang ingin mencari bahan inspirasi, buku setebal 302 halaman tersebut layak dinikmati. (Rudy Polycarpus/M-2)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 18 Agustus 2013

No comments: