-- Fedli Azis
Presiden Federasi Teater Indonesia Radhar Panca Dahana menegaskan, seni bertujuan untuk memuliakan manusia. Karenanya, seni, terutama teater harus memiliki posisi tawar yang tinggi sehingga pemerintah dan pihak lainnya ikut peduli serta ambil bagian untuk mengembangkannya bersama seniman.
SEBANYAK 33 wakil Koordinator Daerah (korda) FTI se Indonesia berkumpul di Jakarta pada 28-29 November lalu untuk menggelar Kongres FTI ke-2. Pada pertemuan tersebut, banyak hal yang dibahas secara intensif, terutama untuk perkembagan teater dari berbagai sisi sebagai bangunan dari seni tersebut. Selain kongres, FTI Pusat juga menggelar Invitasi Teater (lomba) di GOR Bulungan yang diikuti 11 peserta dari 11 wilayah di Indonesia, salah satunya asal Riau.
Kongres berlangsung di Wisba PKBI Jakarta Selatan itu berlangsung baik dan menghasilkan berbagai kesepakatan. Usai kongres, 33 korda FTI se Indonesia langsung dilantik presiden FTI Radhar Panca Dahana. Setiap Korda nantinya harus bekerja keras untuk mengembangkan teater di daerahnya masing-masing. Paling tidak, FTI sebagai induk dari institusi teater yang independen siap memberikan dukungan penuh atas upaya positif di berbagai daerah di Indonesia.
‘’Seni bertujuan untuk memuliakan manusia karenanya kita harus berjuang dengan keras tanpa pamrih. Jangan pernah menyerah dan teruslah melakukan upaya positif demi teater Indonesia,’’ ulas Radhar meyakinkan.
Teater Modern Indonesia dalam tiga dekade terakhir mengalami stagnasi, karena masih terbekap persoalan klasik: eksklusifisme yang membuatnya invalid dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. Kondisi tersebut mempengaruhi cara pandang dan sikap para teaterawan yang stereotipe dalam mengatasinya. Inilah kenyataan di mana teater Indonesia menjadi lamban untuk bergerak maju, membenahi diri dan menyadari dirinya yang hidup dalam tidur panjang, terpuruk bersama dimensi kehidupan lain.
Hal ini dapat ditandai dengan minimnya ketersediaan infrastruktur dan karya pertunjukan teater yang teralienasi dari masyarakat sekitarnya. Sejumlah faktor dari hal pertama, antara lain: kurangnya kegiatan penelitian, media kritik yang makin sempit, ruang publikasi di media massa yang semakin sedikit, jumlah gedung pertunjukan yang tak bertambah, jumlah pertunjukan di tiap kota yang tidak bertambah, penonton yang masih segmented dan manajemen grup yang masih amatiran.
Adapun fakto-faktor dari hal kedua: jumlah naskah drama yang lamban meningkat, menyusutnya jumlah kelompok teater yang mampu bertahan, jumlah penonton yang tak lebih sama dengan tahun tahun sebelumnya, diskusi teater yang tidak berkembang dan mendalam, pencapaian estetik yang masih berada dalam bayang-bayang pelaku teater tahun 70-an, serta segudang masalah yang masih mendera teater Indonesia.
Karenanya, saat ini perlu diselenggarakan sebuah kegiatan yang dapat mempertemukan pemikiran para teaterawan dan semua pemangku kebijakan secara intim dalam suatu ruang waktu yang khusus. Sebagai pintu masuk untuk menemukan solusi yang tepat dalam bingkai wadah besar FTI dalam kebersamaan untuk menjawab kondisi mutakhir teater Indonesia.
‘’FTI mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan sebuah pertemuan yang dikemas dalam bentuk kongres FTI yang bertujuan menyatukan kekuatan, visi, dan misi antara pengurus FTI dan pengurus korda FTI yang menjadi salah satu stakeholder internal selama ini, beserta sejumlah stakeholder eksternal yang telah membantu kelancaran kerja keorganisasian FTI hingga usianya yang ke-8,’’ ungkap Direktur Pelaksana FTI Pusat Bambang Prihadi.
Ini sebagai satu upaya untuk mengoptimalkan peluasan ide, gerak langkah dan aksi bersama ke berbagai penjuru daerah Indonesia dalam bentuk program-program yang sesuai dengan kebutuhan setiap wilayah kultural. Kongres FTI menjadi ajang pertemuan Kordinator Daerah (Korda) FTI seluruh Indonesia, untuk kali ini bersamaan dengan ajang Invitasi Teater Indonesia 2012, membahas hal mendasar tentang keorganisasian FTI. Dengan semangat urun rembuk dalam bentuk diskusi meja bundar, Kongres akan dibagi dalam lima sesi pembahasan, antara lain; Paparan umum tentang FTI, pembahasan AD ART dan kode etik keorganisasian, Peran Stakeholder eksternal, Peran, posisi dan sikap korda, dan program kerja korda. Hasil kongres akan menjadi ketetapan bersama untuk menjadi dasar pijakan pengurus FTI dan korda FTI menjalankan kerja keorganisasinnya untuk kemashlahatan masyarakat teater Indonesia.
Pada kongres itu pula disepakati kedudukan korda FTI yang menjalankan organisasi di daerah masing-masing. Ada dua opsi yakni korda yang memerlukan pengurus dan korda dijalankan orang perorang. Hanya lima korda saja yang memerlukan adanya pembentukan pengurus di daerah yang lebih didominasi korda asal Indonesia Timur yakni Papua dan Sulawesi.
Sejak berdiri 2008 hingga hari ini sudah banyak memang aktivitas yang dilakukan FTI pusat maupun korda beberapa provinsi namun, gaungnya belum menjalar ke seluruh Indonesia. Selain itu, FTI diminta peserta untuk lebih gencar untuk memberikan pemahaman pemerintah pusat dalam dunia pendidikan. ‘’Kita desak pemerintah untuk melibatkan seniman dalam menyusun silabus untuk mata pelajaran seni. Selama ini, mata pelajaran seni, apalagi teater tidak benar adanya,’’ ungkap Tejo asal korda FTI Aceh.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 2 Desember 2012
Presiden Federasi Teater Indonesia Radhar Panca Dahana menegaskan, seni bertujuan untuk memuliakan manusia. Karenanya, seni, terutama teater harus memiliki posisi tawar yang tinggi sehingga pemerintah dan pihak lainnya ikut peduli serta ambil bagian untuk mengembangkannya bersama seniman.
SEBANYAK 33 wakil Koordinator Daerah (korda) FTI se Indonesia berkumpul di Jakarta pada 28-29 November lalu untuk menggelar Kongres FTI ke-2. Pada pertemuan tersebut, banyak hal yang dibahas secara intensif, terutama untuk perkembagan teater dari berbagai sisi sebagai bangunan dari seni tersebut. Selain kongres, FTI Pusat juga menggelar Invitasi Teater (lomba) di GOR Bulungan yang diikuti 11 peserta dari 11 wilayah di Indonesia, salah satunya asal Riau.
Kongres berlangsung di Wisba PKBI Jakarta Selatan itu berlangsung baik dan menghasilkan berbagai kesepakatan. Usai kongres, 33 korda FTI se Indonesia langsung dilantik presiden FTI Radhar Panca Dahana. Setiap Korda nantinya harus bekerja keras untuk mengembangkan teater di daerahnya masing-masing. Paling tidak, FTI sebagai induk dari institusi teater yang independen siap memberikan dukungan penuh atas upaya positif di berbagai daerah di Indonesia.
‘’Seni bertujuan untuk memuliakan manusia karenanya kita harus berjuang dengan keras tanpa pamrih. Jangan pernah menyerah dan teruslah melakukan upaya positif demi teater Indonesia,’’ ulas Radhar meyakinkan.
Teater Modern Indonesia dalam tiga dekade terakhir mengalami stagnasi, karena masih terbekap persoalan klasik: eksklusifisme yang membuatnya invalid dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. Kondisi tersebut mempengaruhi cara pandang dan sikap para teaterawan yang stereotipe dalam mengatasinya. Inilah kenyataan di mana teater Indonesia menjadi lamban untuk bergerak maju, membenahi diri dan menyadari dirinya yang hidup dalam tidur panjang, terpuruk bersama dimensi kehidupan lain.
Hal ini dapat ditandai dengan minimnya ketersediaan infrastruktur dan karya pertunjukan teater yang teralienasi dari masyarakat sekitarnya. Sejumlah faktor dari hal pertama, antara lain: kurangnya kegiatan penelitian, media kritik yang makin sempit, ruang publikasi di media massa yang semakin sedikit, jumlah gedung pertunjukan yang tak bertambah, jumlah pertunjukan di tiap kota yang tidak bertambah, penonton yang masih segmented dan manajemen grup yang masih amatiran.
Adapun fakto-faktor dari hal kedua: jumlah naskah drama yang lamban meningkat, menyusutnya jumlah kelompok teater yang mampu bertahan, jumlah penonton yang tak lebih sama dengan tahun tahun sebelumnya, diskusi teater yang tidak berkembang dan mendalam, pencapaian estetik yang masih berada dalam bayang-bayang pelaku teater tahun 70-an, serta segudang masalah yang masih mendera teater Indonesia.
Karenanya, saat ini perlu diselenggarakan sebuah kegiatan yang dapat mempertemukan pemikiran para teaterawan dan semua pemangku kebijakan secara intim dalam suatu ruang waktu yang khusus. Sebagai pintu masuk untuk menemukan solusi yang tepat dalam bingkai wadah besar FTI dalam kebersamaan untuk menjawab kondisi mutakhir teater Indonesia.
‘’FTI mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan sebuah pertemuan yang dikemas dalam bentuk kongres FTI yang bertujuan menyatukan kekuatan, visi, dan misi antara pengurus FTI dan pengurus korda FTI yang menjadi salah satu stakeholder internal selama ini, beserta sejumlah stakeholder eksternal yang telah membantu kelancaran kerja keorganisasian FTI hingga usianya yang ke-8,’’ ungkap Direktur Pelaksana FTI Pusat Bambang Prihadi.
Ini sebagai satu upaya untuk mengoptimalkan peluasan ide, gerak langkah dan aksi bersama ke berbagai penjuru daerah Indonesia dalam bentuk program-program yang sesuai dengan kebutuhan setiap wilayah kultural. Kongres FTI menjadi ajang pertemuan Kordinator Daerah (Korda) FTI seluruh Indonesia, untuk kali ini bersamaan dengan ajang Invitasi Teater Indonesia 2012, membahas hal mendasar tentang keorganisasian FTI. Dengan semangat urun rembuk dalam bentuk diskusi meja bundar, Kongres akan dibagi dalam lima sesi pembahasan, antara lain; Paparan umum tentang FTI, pembahasan AD ART dan kode etik keorganisasian, Peran Stakeholder eksternal, Peran, posisi dan sikap korda, dan program kerja korda. Hasil kongres akan menjadi ketetapan bersama untuk menjadi dasar pijakan pengurus FTI dan korda FTI menjalankan kerja keorganisasinnya untuk kemashlahatan masyarakat teater Indonesia.
Pada kongres itu pula disepakati kedudukan korda FTI yang menjalankan organisasi di daerah masing-masing. Ada dua opsi yakni korda yang memerlukan pengurus dan korda dijalankan orang perorang. Hanya lima korda saja yang memerlukan adanya pembentukan pengurus di daerah yang lebih didominasi korda asal Indonesia Timur yakni Papua dan Sulawesi.
Sejak berdiri 2008 hingga hari ini sudah banyak memang aktivitas yang dilakukan FTI pusat maupun korda beberapa provinsi namun, gaungnya belum menjalar ke seluruh Indonesia. Selain itu, FTI diminta peserta untuk lebih gencar untuk memberikan pemahaman pemerintah pusat dalam dunia pendidikan. ‘’Kita desak pemerintah untuk melibatkan seniman dalam menyusun silabus untuk mata pelajaran seni. Selama ini, mata pelajaran seni, apalagi teater tidak benar adanya,’’ ungkap Tejo asal korda FTI Aceh.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 2 Desember 2012
No comments:
Post a Comment