Friday, December 14, 2012

Rindu Itu Seperti Luka, Menyakitkan!

Suasana pantai di Pulau Waaf, Misool Raja Ampat. (Kompas/Ichwan Susanto)


Indonesia...
Tanah Air beta..
pusaka abadi nan jaya
Indonesia
sejak dulu kala...
slalu dipuja-puja bangsa

di sana trmpat lahir beta
dibuai dibesarkan bunda
tempat berlindung di hari tua...
sampai akhir menutup mata

Ballroom Park Hotel di Simon Bolivar Cd No 32 Yildiz, Ankara, siang itu menggigil oleh rindu seusai saya mengajak semua yang hadir di ruangan itu untuk bernyanyi bersama lagu "Indonesia Pusaka" karya Ismail Marzuki.

Rindu yang kelewat memang seperti luka, menyakitkan. Begitulah, setelah saya bernyanyi beberapa lagu di depan para mahasiswa Indonesia, para staf Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Turki, ditelikung oleh kerinduan yang amat sangat terhadap Indonesia, negeri yang melahirkan dan membesarkan mereka. Negeri yang mungkin telah mengecewakan lantaran dipimpin oleh orang-orang rakus. Negeri yang tak berwibawa lantaran dipimpin oleh orang-orang lemah dan tak berdaya saat dihina oleh negara tetangga. Namun demikian, Indonesia tetaplah tanah dan tumpah darah yang telah memberi warna dalam kehidupan mereka, bahkan membentuk kepribadian yang mengajarkan mereka bersopan-santun, menghargai orang lain, peka terhadap derita sesama, dan juga berjiwa seni.

Tapi rindu itu perlu. Sebab rindu, manusia jadi ingat akan kelemahannya, ingat keterbatasannya, bahwa ternyata manusia butuh orang lain, butuh mengenang asal-usulnya agar manusia mengerti mereka pernah kecil, lemah dan tak berdaya dan pernah dikuatkan oleh orang-orang yang mengasihinya.

Saya pun membawa rasa dan imajinasi yang hadir pada situasi transedental lewat lagu "Doa" yang saya bikin dari puisi "Doa" karya Chairil Anwar, penyair besar Indonesia angkatan '45.

"Tuhanku...
dalam termangu aku masih menyebut namamu, biar susah sungguh
mengingat kau penuh seluruh
cahyamu...
panas suci...
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi..."

Ruangan sekejap jadi sunyi, sesunyi hati mereka yang terpisah lama dari sanak saudara dan tanah airnya. Saya tahu setelahnya bahwa di antara mereka ada yang menitikkan air matanya. Hmm... saya tak lama membiarkan suasana neglangut sedemikian rupa. Saya tak ingin membuat yang hadir sedih karena rindu yang berkepanjangan.

Usai lagu "Doa", saya gebrak ruangan ballroom Park Hotel dengan lagu cinta yang dinamis. Ya, lagu berbirama 3/4 berjudul "Setitik Noktah" yang saya bikin tahun 2003 itu langsung membuat hadirin tergoda untuk bertepuk tangan mengikuti beat yang saya tawarkan.

....
aku mengapung di telagamu
mendung pun gugurkan hujan
angin bertiup menuju tenggara
aku terjebak di gelisah matamu

aku tenggelam di samudramu
hujan pun menjelma sungai
sepotong bintang jatuh di hutan
aku tersesat di rahasia senyummu
mabuk aku oleh pesonamu

cintaku tak habis dimakan waktu...

saya ajak semua yang hadir untuk terus bertepuk tangan mengikuti beat lagu "Setitik Noktah". Makin cepat, kian cepat, dan bermuara dalam tepuk tangan yang meriah. Alhamdulillah... moga-moga nyanyian saya bisa menjadi oase bagi para "pengembara" yang malam itu kangen rumah dan sanak saudaranya di ribuan kilometer jauhnya dari tempat mereka bermukim kini.

Saya pun disalami oleh Dubes RI untuk Turki, Nahari Agustini dan suami yang siang tadi kami jumpai di kantornya. Suami istri itu mengucapkan terimakasih karena menurut mereka, saya telah memberi penawar rindu kepada warga Indonesia yang berada di Ankara.

Acara yang berlangsung sejak pukul 5 sore waktu setempat itu, adalah dalam rangka diseminasi konsep Rumah Budaya Indonesia di Turki oleh delegasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bidang Kebudayaan.

Sebelum acara tersebut berlangsung, tepat pukul 03.00 waktu Ankara, Dubes Nahari Agustini telah menerima kami di kantor KBRI Turki. Dia memaparkan, siap memfasilitasi kegiatan rombongan yang dipimpin oleh DR. Restu Gunawan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia itu.

Dubes Nahari pun menyambut niat rombongan dengan memberikan gambaran, betapa sekarang ini hubungan Indonesia dengan Turki sedang dalam kondisi yang sangat baik. Presiden Republik Turki Abdullah Gul sangat mengapresiasi setiap kegiatan Indonesia di forum Internasional. "Turki memiliki kemitraan strategis dengan Indonesia. Kemitraan itu disepekati saat kunjungan Presiden Turki ke Indonesia pada bulan April 2011. Dari segi ekonomi selalu meningkat dari tahun ke tahun, ditandatangani berbagai MoU di semua bidang, termasuk bidang pendidikan, budaya, pertukaran informasi, dan lain-lain.

Di bidang pendidikan, pemberian beasiswa Pemerintah Turki kepada mahasiswa Indonesia juga semakin meningkat, sekarang sudah mencapai 600 lebih mahasiswa Indonesia yang belajar di Turki," ungkap Dubes Nahari.

Selanjutnya, Nahari juga optimistis dengan rencana pengembangan RBI di Turki. Menurut Nahari, selain aset-aset yang dimiliki oleh KBRI berupa peralatan kesenian berupa gamelan, angklung, serta kemampuan menari tradisi dari mahasiswa Indonesia yang tergabung di organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki; KBRI Turki juga memiliki sebidang tanah dan bangunan di Ankara yang bisa dipergunakan sebagai embrio RBI.

Berikitnya, Nahari pun menggambarkan, bahwa perdagangan Indonesia-Turki juga menunjukan tren yang menggembirakan. "Volume perdagangan antara Indonesia dan Turki meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia senantiasa surplus dalam perdagangan dengan Turki," kata Nahari,

Tahun 2003, volume perdagangan Indonesia-Turki hanya sekitar US$300 juta. Pada 2008, volume perdagangan kedua negara meningkat menjadi US$2,1 miliar.

Pada 2011 volume perdagangan Indonesia-Turki meningkat lagi menjadi US$2,24 miliar. "Tahun 2011, surplus yang diperoleh Indonesia mencapai US$1,9 miliar," ucap Nahari. Menurut Nahari, Indonesia dan Turki bersepakat meningkatkan volume perdagangan hingga US$5 miliar untuk lima tahun ke depan.

***

Dalam perkenalannya, DR. Restu Gunawan mengungkap, ada dua hal yang akan dijalankan oleh rombongan yang dipimpinnya. "Yang pertama, kami ingin menjajagi bagi berdirinya Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Turki. Yang kedua, kami bermaksud mengkampanyekan penyelenggaraan World Culture in Development Forum (WCF) di Bali pada November 2013 kepada negara-negara sahabat, di antaranya Turki," papar Restu Gunawan.

Di akhir acara ramah tamah, Dubes Nahari juga berjanji akan segera mempertemukan rombongan misi kebudayaan Indonesia dengan para pejabat terkait setempat untuk memberi dukungan bagi terselenggaranya acara WCF tahun depan.

***

Acara di ballroom itu ditutup dengan ramah tamah dan acara santap malam. Saya pun mendapat informasi tambahan mengenai orang Turki. Beberapa kawan yang telah lama menetap di Ankara mengatakan, betapa Turki memang negara sekuler tulen.

Ini terlihat ketika bulan puasa tiba. Semua restoran penuh saat buka puasa. "Tapi ini rahasia kita berdua ya, saat mereka ngabuburit menunggu waktu buka puasa, di antara mereka juga ada yang sambil makan dan minum."

Waduh! (JY)

Sumber: Oase, Kompas,com, Jumat, 14 Desember 2012

No comments: