JAKARTA, KOMPAS.com — Arkeolog Prof Dr Naniek H Wibisono meyakini bahwa nenek moyang orang Madagaskar yang berasal dari Indonesia pada 1.200 tahun lalu datang ke pulau itu dalam kaitannya dengan perdagangan.
"Saya yakin mereka datang ke Madagaskar dalam rangka trading (misi perdagangan)," kata peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional itu pada diskusi mengenai proyek "Keragaman Genetik Manusia Indonesia dan Pengembaraannya" yang digelar oleh Lembaga Eijkman dan sejumlah lembaga ilmiah lain dari Massey University, Selandia Baru; University of Arizona, AS; dan Universite de Toulouse, Perancis, di Jakarta, Senin (16/4/2012).
Naniek mengemukakan, pada abad ke-7 dan ke-8 adalah masa ramai-ramainya Asia Tenggara melakukan perdagangan ke berbagai wilayah di dunia, seperti ke Asia daratan, Timur Tengah, hingga Eropa.
Pada masa itu di Nusantara sedang berjaya Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Kerajaan Syailendra (Mataram Kuno) di Jawa serta mulai berkembangnya Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Ia juga mengakui adanya berbagai benda bersejarah di Madagaskar yang mirip dengan benda-benda di Indonesia, seperti perahu bercadik, instrumen musik seperti gamelan, serta bukti budaya seperti teknik memproses besi dan bercocok tanam seperti padi dan umbi-umbian.
Sementara itu, Prof Dr Herawati Sudoyo dari Lembaga biologi molekuler Eijkman yang meneliti pengembaraan manusia Indonesia (Austronesia) dari sisi genetik mengatakan, orang Madagaskar (Malagasi) adalah keturunan dari moyang campuran antara orang Afrika dan Indonesia.
"Nenek moyang orang Madagaskar asal Indonesia itu, berdasarkan studi genetik, datang ke pulau itu pada 1.200 tahun lalu. Namun, belum diketahui secara khusus datang dari wilayah Indonesia yang mana," kata Herawati.
Hal itu karena pihaknya menggunakan marka genetik DNA Mitokondria yang hanya bisa melihat penurunan maternal (nenek moyang perempuan) yang diturunkan ke anak laki-laki maupun perempuan sehingga disimpulkan dari 2.745 sampel, nenek moyang Madagaskar adalah 30 perempuan Indonesia.
"Kami sedang dalam proses menganalisis DNA dari kromosom Y yang bisa menjawab pertanyaan tentang moyang laki-laki dari Indonesia. Karena kami juga ingin tahu bagaimana 30 perempuan itu bisa datang ke Madagaskar 1.200 tahun lalu. Apakah mereka datang bersama para laki-laki juga," katanya.
Ia menambahkan, selain sampel dari 2.745 individu dari 12 pulau di Indonesia (Sumatera, Nias, Mentawai, Jawa, Bali, Sulawesi, Sumba, Flores, Lembata, Alor, Pantar, dan Timor), juga diambil sampel 266 individu berasal dari tiga populasi di Madagaskar.
"Yakni Mikea yang merupakan pemburu di hutan, Vezo nelayan di pantai, dan Merina yang hidup di dataran tinggi. Ketiga populasi ini sengaja diambil dari etnik yang terisolasi karena lebih murni, belum bercampur dengan banyak etnis lain," katanya.
Hasil riset genetik juga menunjukkan sebagian besar Malagasi memiliki ikatan maternal dengan kepulauan Asia Tenggara (70 persen) dan juga menyimpulkan munculnya motif baru yang khas di Madagaskar, yang merupakan motif Malagasi dan tidak ada di Nusantara.
Pulau seluas 592.800 km2 di sebelah timur Afrika itu meski hanya 400 km dari pantai timur Afrika dan 6.400 km jauhnya dari ujung barat Indonesia, tetapi secara genetik, bahasa dan budayanya didominasi oleh Indonesia, tambahnya. (ANT)
Sumber: Oase, Kompas.com, Rabu, 18 April 2012
"Saya yakin mereka datang ke Madagaskar dalam rangka trading (misi perdagangan)," kata peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional itu pada diskusi mengenai proyek "Keragaman Genetik Manusia Indonesia dan Pengembaraannya" yang digelar oleh Lembaga Eijkman dan sejumlah lembaga ilmiah lain dari Massey University, Selandia Baru; University of Arizona, AS; dan Universite de Toulouse, Perancis, di Jakarta, Senin (16/4/2012).
Naniek mengemukakan, pada abad ke-7 dan ke-8 adalah masa ramai-ramainya Asia Tenggara melakukan perdagangan ke berbagai wilayah di dunia, seperti ke Asia daratan, Timur Tengah, hingga Eropa.
Pada masa itu di Nusantara sedang berjaya Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Kerajaan Syailendra (Mataram Kuno) di Jawa serta mulai berkembangnya Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Ia juga mengakui adanya berbagai benda bersejarah di Madagaskar yang mirip dengan benda-benda di Indonesia, seperti perahu bercadik, instrumen musik seperti gamelan, serta bukti budaya seperti teknik memproses besi dan bercocok tanam seperti padi dan umbi-umbian.
Sementara itu, Prof Dr Herawati Sudoyo dari Lembaga biologi molekuler Eijkman yang meneliti pengembaraan manusia Indonesia (Austronesia) dari sisi genetik mengatakan, orang Madagaskar (Malagasi) adalah keturunan dari moyang campuran antara orang Afrika dan Indonesia.
"Nenek moyang orang Madagaskar asal Indonesia itu, berdasarkan studi genetik, datang ke pulau itu pada 1.200 tahun lalu. Namun, belum diketahui secara khusus datang dari wilayah Indonesia yang mana," kata Herawati.
Hal itu karena pihaknya menggunakan marka genetik DNA Mitokondria yang hanya bisa melihat penurunan maternal (nenek moyang perempuan) yang diturunkan ke anak laki-laki maupun perempuan sehingga disimpulkan dari 2.745 sampel, nenek moyang Madagaskar adalah 30 perempuan Indonesia.
"Kami sedang dalam proses menganalisis DNA dari kromosom Y yang bisa menjawab pertanyaan tentang moyang laki-laki dari Indonesia. Karena kami juga ingin tahu bagaimana 30 perempuan itu bisa datang ke Madagaskar 1.200 tahun lalu. Apakah mereka datang bersama para laki-laki juga," katanya.
Ia menambahkan, selain sampel dari 2.745 individu dari 12 pulau di Indonesia (Sumatera, Nias, Mentawai, Jawa, Bali, Sulawesi, Sumba, Flores, Lembata, Alor, Pantar, dan Timor), juga diambil sampel 266 individu berasal dari tiga populasi di Madagaskar.
"Yakni Mikea yang merupakan pemburu di hutan, Vezo nelayan di pantai, dan Merina yang hidup di dataran tinggi. Ketiga populasi ini sengaja diambil dari etnik yang terisolasi karena lebih murni, belum bercampur dengan banyak etnis lain," katanya.
Hasil riset genetik juga menunjukkan sebagian besar Malagasi memiliki ikatan maternal dengan kepulauan Asia Tenggara (70 persen) dan juga menyimpulkan munculnya motif baru yang khas di Madagaskar, yang merupakan motif Malagasi dan tidak ada di Nusantara.
Pulau seluas 592.800 km2 di sebelah timur Afrika itu meski hanya 400 km dari pantai timur Afrika dan 6.400 km jauhnya dari ujung barat Indonesia, tetapi secara genetik, bahasa dan budayanya didominasi oleh Indonesia, tambahnya. (ANT)
Sumber: Oase, Kompas.com, Rabu, 18 April 2012
No comments:
Post a Comment