SURABAYA - Forum Penyair Internasional Indonesia (FPII) 2012 yang diikuti para penyair lintas negara dari Indonesia, Jerman, Irlandia, Amerika, Australia, Denmark, Afrika Selatan, Belanda, Zimbabwe, dan Macedonia, telah usai pada 13 April lalu.
Sebanyak 17 penyair asing dari 10 negara dan 26 penyair dari Indonesia itu sempat singgah ke Kota Pahlawan pada 10-13 April 2012, termasuk menggelar parade puisi di Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jatim, Surabaya, Rabu (11/4) malam.
Umumnya, para penyair kawakan itu membacakan puisi yang sudah dibukukan oleh penggagas acara Henky Kurniadi berjudul "What's Poetry?", namun ada juga penyair yang membacakan puisi terbaru yang tidak ada dalam buku puisi itu, di antaranya Akhudiat.
Dalam acara puncak FPII-2012 di Gedung Cak Durasim itu, Akhudiat yang kelahiran Rogojampi, Banyuwangi pada 66 tahun silam itu membacakan puisi terbaru berjudul "20 Epigram" yang salah satu epigram berisi lagu dari pengamen yang menyindir anggota DPR.
"Saya membuat 20 epigram itu dalam sehari, termasuk puisi untuk wakil rakyat. Puisi itu saya catat saat mendengar pengamen menyanyi di atas bus dalam perjalanan saya dari Gayungan ke Perak," ucap dramawan dan dosen teater yang sudah bermukim di Gayungan, Surabaya sejak tahun 1970 itu.
Namun, tutur pemenang lomba penulisan naskah drama DKJ sebanyak lima kali itu, lagu dari pengamen itu hanya satu epigram, lalu dirinya mengumpulkan hingga 20 epigram yang dirangkum menjadi sebuah puisi.
"Kami rakyat punya wakil, namanya wakil rakyat. Mereka berbuat suka-suka atas nama rakyat, karena wakil rakyat. Kami ingin kaya, kaya raya diwakili wakil rakyat. Kami ingin rumah, rumah mewah diwakili wakil rakyat. Kami ingin mobil, mobil termahal diwakili wakil rakyat...".
"Kami ingin istri atau siri, siri sana-sini diwakili wakil rakyat. Kami tak sempat korupsi, korupsi triliunan diwakili wakil rakyat. Kami terkadang bo-ong sedikit, bo-ong sering kali diwakili wakil rakyat. Kami mati penuh dosa masuk neraka, ke neraka diwakili wakil rakyat....".
Hadirin pun memberi applaus. "Betul....," komentar seorang pendengar setengah berteriak sambil bertepuk tangan.
"Itulah suara hati dari pengamen di atas bus. Saya hanya merekam satu lagu saja, padahal lagu-lagu mereka sangat bagus dan penuh dengan kritik sosial, tentu masih banyak lagu mereka yang didendangkan di jalanan," tukas kawan akrab dari budayawan D Zawawi Imron itu.
Ayah dari tiga anak (Yasmin, Andre, Ayesha) itu berharap lagu itu tidak disikapi berlebihan, tapi justru dijadikan cermin untuk berbenah diri. "Para pemimpin kita dimanapun harus tahu bahwa rakyat kita semakin pintar," tandasnya.
(Ant)
Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 14 April 2012
Sebanyak 17 penyair asing dari 10 negara dan 26 penyair dari Indonesia itu sempat singgah ke Kota Pahlawan pada 10-13 April 2012, termasuk menggelar parade puisi di Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jatim, Surabaya, Rabu (11/4) malam.
Umumnya, para penyair kawakan itu membacakan puisi yang sudah dibukukan oleh penggagas acara Henky Kurniadi berjudul "What's Poetry?", namun ada juga penyair yang membacakan puisi terbaru yang tidak ada dalam buku puisi itu, di antaranya Akhudiat.
Dalam acara puncak FPII-2012 di Gedung Cak Durasim itu, Akhudiat yang kelahiran Rogojampi, Banyuwangi pada 66 tahun silam itu membacakan puisi terbaru berjudul "20 Epigram" yang salah satu epigram berisi lagu dari pengamen yang menyindir anggota DPR.
"Saya membuat 20 epigram itu dalam sehari, termasuk puisi untuk wakil rakyat. Puisi itu saya catat saat mendengar pengamen menyanyi di atas bus dalam perjalanan saya dari Gayungan ke Perak," ucap dramawan dan dosen teater yang sudah bermukim di Gayungan, Surabaya sejak tahun 1970 itu.
Namun, tutur pemenang lomba penulisan naskah drama DKJ sebanyak lima kali itu, lagu dari pengamen itu hanya satu epigram, lalu dirinya mengumpulkan hingga 20 epigram yang dirangkum menjadi sebuah puisi.
"Kami rakyat punya wakil, namanya wakil rakyat. Mereka berbuat suka-suka atas nama rakyat, karena wakil rakyat. Kami ingin kaya, kaya raya diwakili wakil rakyat. Kami ingin rumah, rumah mewah diwakili wakil rakyat. Kami ingin mobil, mobil termahal diwakili wakil rakyat...".
"Kami ingin istri atau siri, siri sana-sini diwakili wakil rakyat. Kami tak sempat korupsi, korupsi triliunan diwakili wakil rakyat. Kami terkadang bo-ong sedikit, bo-ong sering kali diwakili wakil rakyat. Kami mati penuh dosa masuk neraka, ke neraka diwakili wakil rakyat....".
Hadirin pun memberi applaus. "Betul....," komentar seorang pendengar setengah berteriak sambil bertepuk tangan.
"Itulah suara hati dari pengamen di atas bus. Saya hanya merekam satu lagu saja, padahal lagu-lagu mereka sangat bagus dan penuh dengan kritik sosial, tentu masih banyak lagu mereka yang didendangkan di jalanan," tukas kawan akrab dari budayawan D Zawawi Imron itu.
Ayah dari tiga anak (Yasmin, Andre, Ayesha) itu berharap lagu itu tidak disikapi berlebihan, tapi justru dijadikan cermin untuk berbenah diri. "Para pemimpin kita dimanapun harus tahu bahwa rakyat kita semakin pintar," tandasnya.
(Ant)
Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 14 April 2012
No comments:
Post a Comment