Data Buku
Awal Mula Sosiologi Modern. Dr Syarifuddin Jurdi. Kreasi Wacana, Yogyakarta, Januari 2012. xxii + 266 hlm
SEBAGIAN orang atau mungkin bisa dikatakan tidak sedikit orang yang mempertanyakan urgensi “mengungkap kembali” pemikiran Ibn Khaldun dalam jagad ilmu sosial. Sebagian dari mereka ada yang menganggap upaya seperti ini tak lebih dari tindakan romantik yang hanya ingin memuaskan kekuatan identitas melalui justifikasi sejarah. Mereka memandang dengan telah berkembangnya ilmu sosial dalam hal ini sosiologi hingga sedemikian kompleksnya, baik dari sisi teori, metodologi, serta pisau analisisnya, sungguh aneh kalau ada yang berpikir untuk berbalik pada pemikiran sosial beberapa abad yang lalu.
Ibn Khalduni sebagai ilmuwan muslim, yang lebih dekat pemikirannya dengan ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi, jelas tidak begitu banyak diajarkan. Kalaupun ada, itu hanya sepintas lalu saja mengenai cendekiawan muslim yang memiliki karya yang oleh banyak kalangan berjasa meletakkan objek studi bagi sosiologi.
Untuk memetakan pemikiran Ibn Khaldun berkaitan dengan studi sosial atau lebih khusus lagi sosiologi dapat diklasifikasi secara sederhana sebagai berikut, Pertama, studi tentang masyarakat perkotaan maupun masyarakat perdesaan yang dilakukan oleh sarjana sosial dewasa ini bukanlah studi yang lahir dari tradisi sarjana Barat. Kendati pun barangkali secara teoritik dan metodologi mengadopsi apa yang berkembang di Barat. Tapi, sebenarnya peletak awal bagi studi tentang masyarakat adalah Ibn Khaldun. Gagasan tentang masyarakat desa dan kota Ibn Khaldun berangkat dari fenomena empirik bahwa urbanisasi yang terjadi kala itu tidak terlepas dari daya tarik kota terhadap warga desa.
Kedua, pada masyarakat desa, menurut Ibn Khaldun, terdapat ikatan-ikatan emosional warga yang kuat. Mereka memiliki tingkat kohesi sosial yang tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat kota yang mengalami pemudaran derajat solidaritas sosialnya. Teori solidaritas yang menjadi rujukan para sarjana sosial modern tidaklah menjadi teori “orisinal” Emile Durkheim, mengingat pilar-pilar dasar teori solidaritas sosial sudah diletakkan Ibn Khaldun sekitar lima abad sebelum Durkheim. Mengapa teori solidaritas sosial Durkheim jauh lebih populer dari teori solidaritas Ibn Khaldun. Bahkan sebagian sarjana sosial menganggap Durkheim-lah yang pertama mengemukakan teori solidaritas sosial? Tentu tidak mudah memberi jawaban atas pertanyaan ini.
Ketiga, teori konflik. Teori ini dirumuskan ketika Ibn Khaldun menyaksikan kontestasi antarsuku dalam rangka merebut dan mempertahankan kekuasaan. Kekuatan ashobiyah akan menentukan keberhasilan suatu suku dalam memperluas wilayah kekuasaannya. Artinya teori konflik Ibn Khaldun berkaitan dengan tindakan menyerang pihak luar untuk memperoleh pengakuan dari pihak yang diserang agar tunduk dan patuh kepada pihak yang dianggap kuat. Artinya, kuat di sini tidak hanya dalam hal fisik, tetapi juga kuat dalam ekonomi. Kalau pemicu konflik masyarakat modern adalah ketidakadilan, politik (kekuasaan) dan ada yang menyebut agama, tentu pilar-pilar yang mempercepat eskalasi konflik tersebut sebenarnya sudah diidentifikasi oleh Ibn Khaldun jauh sebelum teori-teori itu berkembang di Barat.
Keempat, dalam rangka fenomena tersebut, Ibn Khaldun memperkenalkan metodologi untuk mengkaji dan menganalisis kehidupan sosial, menurutnya observasi menjadi penting dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi sosiopolitik masyarakat. Bahkan secara jelas dalam berbagai penjelasannya, Ibn Khaldun telah menggunakan metode verstehen dan erklaren yang dipopulerkan oleh Max Weber. Selain itu, ia juga memperkenalkan netralitas ilmiah agar fakta-fakta dapat dijelaskan dengan objektif. Prinsip netralitas ini menjadi penting dan menjadi kaidah yang dipergunakan oleh para ilmuwan sosial kontemporer.
Kelima, aspek ekonomi dipandang sebagai aspek yang diperhatikan dalam pemikiran Ibn Khaldun. Ia telah memperkenalkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang di dalamnya terintegrasi dengan teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka sejarah. Dalam produksi menurut Khaldun, masyarakat memprodukdi barang dalam jumlah yang terbatas, karena mereka hanya memproduksi barang sesuai dengan yang dibutuhkannya. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang memproduksi lebih besar dari yang mereka butuhkan. Teori ekonomi politik yang diperkenalkan oleh Karl Marx pada prinsipnya sudah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun dengan suatu kerangka analisis yang didasarkan pada fakta sosial masyarakat ketika itu.
Selain kelima dimensi tersebut, Ibn Khaldun sebenarnya mengembangkan gagasan pada berbagai bidang, termasuk bidang politik yakni ia membicarakan masalah negara dan kekuasaan. Suatu negara yang ideal menurutnya akan ditentukan oleh kemampuan negara itu memberikan yang terbaik kepada warganya dan terus-menerus memupuk solidaritas warga negara akan terlibat aktif dalam memperjuangkan kemajuan dan kejayaan negara.
Begitu solidaritas sosialnya rusak, artinya pemimpinnya tidak lagi memikirkan nasib rakyat, antara kehidupan mereka yang berkuasa dengan rakyat terdapat jurang pemisah, maka negara itu menurutnya akan segera mengalami kehancuran, ia hancur bukan karena pihak lain yang menyerangnya, tapi karena memang negara itu tidaklah ingin eksis dan dirusak oleh mereka yang ada dalam negara itu. Dimensi politik dari pemikiran Ibn Khaldun telah banyak dikaji oleh ilmuawan, demikian pula dimensi sejarah dan agamanya.
Itulah beberapa gambaran ringkas mengenai pemikiran Ibn Khaldun dalam bidang ilmu sosial dan sosiologi. Dengan membaca buku ini akan lebih komprehensif memperoleh gambaran mengenai gagasan sosialnya. Buku ini, bukan buku yang pertama yang membahas tentang Ibn Khaldun dan pemikiran-pemikirannya. Telah banyak buku-buku tentang Ibn Khaldun yang ditulis oleh berbagai pemikir dengan latar belakang yang beragam. Hanya saja, buku ini memiliki kecenderungan yang berbeda dengan banyak buku lain tentang Ibn Khaldun. Buku ini membawa kita untuk memasuki pemikiran Ibn Khaldun tentang kajian sosiologi yang barangkali telah lama ditinggalkan oleh banyak orang termasuk ilmuwan-ilmuwan muslim sendiri.
Buku ini merupakan ijtihad awal bagi upaya selanjutnya oleh penulis lain yang lebih komprehensif mengenai Ibn Khaldun dan sosiologi sehingga nanti akan melahirkan suatu kerangka pemikiran sosiologi Ibn Khaldun yang tepat, relevan, dan aktual bagi kajian-kajian sosiologi modern. n
Imron Nasri, pembaca buku, tinggal di Yogyakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 April 2012
Awal Mula Sosiologi Modern. Dr Syarifuddin Jurdi. Kreasi Wacana, Yogyakarta, Januari 2012. xxii + 266 hlm
SEBAGIAN orang atau mungkin bisa dikatakan tidak sedikit orang yang mempertanyakan urgensi “mengungkap kembali” pemikiran Ibn Khaldun dalam jagad ilmu sosial. Sebagian dari mereka ada yang menganggap upaya seperti ini tak lebih dari tindakan romantik yang hanya ingin memuaskan kekuatan identitas melalui justifikasi sejarah. Mereka memandang dengan telah berkembangnya ilmu sosial dalam hal ini sosiologi hingga sedemikian kompleksnya, baik dari sisi teori, metodologi, serta pisau analisisnya, sungguh aneh kalau ada yang berpikir untuk berbalik pada pemikiran sosial beberapa abad yang lalu.
Ibn Khalduni sebagai ilmuwan muslim, yang lebih dekat pemikirannya dengan ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi, jelas tidak begitu banyak diajarkan. Kalaupun ada, itu hanya sepintas lalu saja mengenai cendekiawan muslim yang memiliki karya yang oleh banyak kalangan berjasa meletakkan objek studi bagi sosiologi.
Untuk memetakan pemikiran Ibn Khaldun berkaitan dengan studi sosial atau lebih khusus lagi sosiologi dapat diklasifikasi secara sederhana sebagai berikut, Pertama, studi tentang masyarakat perkotaan maupun masyarakat perdesaan yang dilakukan oleh sarjana sosial dewasa ini bukanlah studi yang lahir dari tradisi sarjana Barat. Kendati pun barangkali secara teoritik dan metodologi mengadopsi apa yang berkembang di Barat. Tapi, sebenarnya peletak awal bagi studi tentang masyarakat adalah Ibn Khaldun. Gagasan tentang masyarakat desa dan kota Ibn Khaldun berangkat dari fenomena empirik bahwa urbanisasi yang terjadi kala itu tidak terlepas dari daya tarik kota terhadap warga desa.
Kedua, pada masyarakat desa, menurut Ibn Khaldun, terdapat ikatan-ikatan emosional warga yang kuat. Mereka memiliki tingkat kohesi sosial yang tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat kota yang mengalami pemudaran derajat solidaritas sosialnya. Teori solidaritas yang menjadi rujukan para sarjana sosial modern tidaklah menjadi teori “orisinal” Emile Durkheim, mengingat pilar-pilar dasar teori solidaritas sosial sudah diletakkan Ibn Khaldun sekitar lima abad sebelum Durkheim. Mengapa teori solidaritas sosial Durkheim jauh lebih populer dari teori solidaritas Ibn Khaldun. Bahkan sebagian sarjana sosial menganggap Durkheim-lah yang pertama mengemukakan teori solidaritas sosial? Tentu tidak mudah memberi jawaban atas pertanyaan ini.
Ketiga, teori konflik. Teori ini dirumuskan ketika Ibn Khaldun menyaksikan kontestasi antarsuku dalam rangka merebut dan mempertahankan kekuasaan. Kekuatan ashobiyah akan menentukan keberhasilan suatu suku dalam memperluas wilayah kekuasaannya. Artinya teori konflik Ibn Khaldun berkaitan dengan tindakan menyerang pihak luar untuk memperoleh pengakuan dari pihak yang diserang agar tunduk dan patuh kepada pihak yang dianggap kuat. Artinya, kuat di sini tidak hanya dalam hal fisik, tetapi juga kuat dalam ekonomi. Kalau pemicu konflik masyarakat modern adalah ketidakadilan, politik (kekuasaan) dan ada yang menyebut agama, tentu pilar-pilar yang mempercepat eskalasi konflik tersebut sebenarnya sudah diidentifikasi oleh Ibn Khaldun jauh sebelum teori-teori itu berkembang di Barat.
Keempat, dalam rangka fenomena tersebut, Ibn Khaldun memperkenalkan metodologi untuk mengkaji dan menganalisis kehidupan sosial, menurutnya observasi menjadi penting dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi sosiopolitik masyarakat. Bahkan secara jelas dalam berbagai penjelasannya, Ibn Khaldun telah menggunakan metode verstehen dan erklaren yang dipopulerkan oleh Max Weber. Selain itu, ia juga memperkenalkan netralitas ilmiah agar fakta-fakta dapat dijelaskan dengan objektif. Prinsip netralitas ini menjadi penting dan menjadi kaidah yang dipergunakan oleh para ilmuwan sosial kontemporer.
Kelima, aspek ekonomi dipandang sebagai aspek yang diperhatikan dalam pemikiran Ibn Khaldun. Ia telah memperkenalkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang di dalamnya terintegrasi dengan teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka sejarah. Dalam produksi menurut Khaldun, masyarakat memprodukdi barang dalam jumlah yang terbatas, karena mereka hanya memproduksi barang sesuai dengan yang dibutuhkannya. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang memproduksi lebih besar dari yang mereka butuhkan. Teori ekonomi politik yang diperkenalkan oleh Karl Marx pada prinsipnya sudah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun dengan suatu kerangka analisis yang didasarkan pada fakta sosial masyarakat ketika itu.
Selain kelima dimensi tersebut, Ibn Khaldun sebenarnya mengembangkan gagasan pada berbagai bidang, termasuk bidang politik yakni ia membicarakan masalah negara dan kekuasaan. Suatu negara yang ideal menurutnya akan ditentukan oleh kemampuan negara itu memberikan yang terbaik kepada warganya dan terus-menerus memupuk solidaritas warga negara akan terlibat aktif dalam memperjuangkan kemajuan dan kejayaan negara.
Begitu solidaritas sosialnya rusak, artinya pemimpinnya tidak lagi memikirkan nasib rakyat, antara kehidupan mereka yang berkuasa dengan rakyat terdapat jurang pemisah, maka negara itu menurutnya akan segera mengalami kehancuran, ia hancur bukan karena pihak lain yang menyerangnya, tapi karena memang negara itu tidaklah ingin eksis dan dirusak oleh mereka yang ada dalam negara itu. Dimensi politik dari pemikiran Ibn Khaldun telah banyak dikaji oleh ilmuawan, demikian pula dimensi sejarah dan agamanya.
Itulah beberapa gambaran ringkas mengenai pemikiran Ibn Khaldun dalam bidang ilmu sosial dan sosiologi. Dengan membaca buku ini akan lebih komprehensif memperoleh gambaran mengenai gagasan sosialnya. Buku ini, bukan buku yang pertama yang membahas tentang Ibn Khaldun dan pemikiran-pemikirannya. Telah banyak buku-buku tentang Ibn Khaldun yang ditulis oleh berbagai pemikir dengan latar belakang yang beragam. Hanya saja, buku ini memiliki kecenderungan yang berbeda dengan banyak buku lain tentang Ibn Khaldun. Buku ini membawa kita untuk memasuki pemikiran Ibn Khaldun tentang kajian sosiologi yang barangkali telah lama ditinggalkan oleh banyak orang termasuk ilmuwan-ilmuwan muslim sendiri.
Buku ini merupakan ijtihad awal bagi upaya selanjutnya oleh penulis lain yang lebih komprehensif mengenai Ibn Khaldun dan sosiologi sehingga nanti akan melahirkan suatu kerangka pemikiran sosiologi Ibn Khaldun yang tepat, relevan, dan aktual bagi kajian-kajian sosiologi modern. n
Imron Nasri, pembaca buku, tinggal di Yogyakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 April 2012
No comments:
Post a Comment