-- Ayu Rahayu Elfitri & Latief
JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang menjadi kebijakan pemerintah tidak mencerminkan nasionalisme. RSBI hanya akan menjadikan sistem pendidikan di Indonesia berwatak kebarat-baratan (western oriented), sehingga tidak sesuai dengan arah pendidikan nasional yang substansial.
Demikian disampaikan Sekretaris Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM), Afif Rosdiansyah, di kantor PP Muhammadiyah, Senin (9/4/2012). Selain itu, Afif menegaskan, penggunaan bahasa asing sebagai pengantar akan menyulitkan komunikasi dan transfer pengetahuan antara guru dan siswa.
"Sehingga lambat laun kebijakan RSBI bisa meninggalkan bahasa ibu dan bahasa daerah yang selama ini menjadi identitas, kekayaan dan kebanggaan bangsa ini," ujarnya.
Menurut dia, pencapaian target mutu sekolah, selain mengacu Standar Nasional Pendidikan (SNP), program RSBI mengacu pada standar pendidikan negara-negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Develepment). Sistem tersebut justru akan menggeser paradigma pendidikan dan pelajar dari potensi dan masalah bangsanya sendiri dan lebioh condong ke kurikulum yang disusun OECD.
Lebih lanjut, Afif mengatakan, keberadaan RSBI sebenarnya banyak menimbulkan masalah yang bisa memunculkan praktik korupsi karena persoalan anggaran yang besar. RSBI juga menimbulkan kastanisasi pendidikan karena tingginya pembiayaan dikenakan pada orang tua siswa sehingga RSBI tidak dapat diakses oleh siswa dari kalangan menengah ke bawah.
"Akibatnya terjadi kesenjangan sosial di sekolah. Hal ini sama saja dengan melegalkan liberalisasi dan komersialisasi pendidikan yang justru bertentangan dengan konstitusi," ujarnya.
Afif menambahkan, pihaknya mendukung judicial review Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 50 ayat (3) terhadap pasal 31 UUD 1945 tentang dasar hukum Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu karena RSBI dinilai menyisakan banyak problema dan kelemahan serta tidak sesuai semangat dan nafas pendidikan nasional.
Ia berharap, MK dapat mengabulkan gugatan permohonan judical review tersebut agar masyarakat bisa mendapatkan pendidikan berkualitas secara merata. Hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak pun bisa tercapai.
Sumber: Edukasi, Kompas.com, Senin, 9 April 2012
JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang menjadi kebijakan pemerintah tidak mencerminkan nasionalisme. RSBI hanya akan menjadikan sistem pendidikan di Indonesia berwatak kebarat-baratan (western oriented), sehingga tidak sesuai dengan arah pendidikan nasional yang substansial.
Hal ini sama saja dengan melegalkan liberalisasi dan komersialisasi pendidikan yang justru bertentangan dengan konstitusi.
-- Afif Rosdiansyah
Demikian disampaikan Sekretaris Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM), Afif Rosdiansyah, di kantor PP Muhammadiyah, Senin (9/4/2012). Selain itu, Afif menegaskan, penggunaan bahasa asing sebagai pengantar akan menyulitkan komunikasi dan transfer pengetahuan antara guru dan siswa.
"Sehingga lambat laun kebijakan RSBI bisa meninggalkan bahasa ibu dan bahasa daerah yang selama ini menjadi identitas, kekayaan dan kebanggaan bangsa ini," ujarnya.
Menurut dia, pencapaian target mutu sekolah, selain mengacu Standar Nasional Pendidikan (SNP), program RSBI mengacu pada standar pendidikan negara-negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Develepment). Sistem tersebut justru akan menggeser paradigma pendidikan dan pelajar dari potensi dan masalah bangsanya sendiri dan lebioh condong ke kurikulum yang disusun OECD.
Lebih lanjut, Afif mengatakan, keberadaan RSBI sebenarnya banyak menimbulkan masalah yang bisa memunculkan praktik korupsi karena persoalan anggaran yang besar. RSBI juga menimbulkan kastanisasi pendidikan karena tingginya pembiayaan dikenakan pada orang tua siswa sehingga RSBI tidak dapat diakses oleh siswa dari kalangan menengah ke bawah.
"Akibatnya terjadi kesenjangan sosial di sekolah. Hal ini sama saja dengan melegalkan liberalisasi dan komersialisasi pendidikan yang justru bertentangan dengan konstitusi," ujarnya.
Afif menambahkan, pihaknya mendukung judicial review Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 50 ayat (3) terhadap pasal 31 UUD 1945 tentang dasar hukum Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu karena RSBI dinilai menyisakan banyak problema dan kelemahan serta tidak sesuai semangat dan nafas pendidikan nasional.
Ia berharap, MK dapat mengabulkan gugatan permohonan judical review tersebut agar masyarakat bisa mendapatkan pendidikan berkualitas secara merata. Hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak pun bisa tercapai.
Sumber: Edukasi, Kompas.com, Senin, 9 April 2012
No comments:
Post a Comment