Data buku
Raise the Red Lantern (Persaingan Para Istri). Su Tong. Serambi, November 2011. 136 hlm.
NOVEL Raise the Red Lantern merupakan karya perdana Su Tong yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Novel ber-setting 1920-an ini pertama kali terbit dalam bahasa China sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Wives and Concubines (1990). Teks novel ini lebih populer setelah diangkat ke layar lebar dengan judul Raise the Red Lantern, disutradarai Zhang Yimou dan Gong Li sebagai pemeran utama. Selain diganjar sejumlah penghargaan di festival film dunia, novel ini turut mengantar Su Tong jadi salah satu penulis terdepan China saat ini.
Novel ini berhasil mengungkap sisi kejiwaan perempuan yang jadi istri muda, kultur budaya, dan patriarki di China tahun ‘20-an. Teratai, tokoh sentral dalam novel ini, jadi istri keempat dari lelaki lima puluhan bernama Chen Zuoqian. Di China kala itu, jumlah istri jadi simbol kekayaan dan kekuasaan pria.
Baru setahun Teratai kuliah, pabrik teh ayahnya bangkrut. Kuliah Teratai jadi terbengkalai. Kondisi keluarga makin parah setelah ayahnya tewas bunuh diri dalam rumah. Ibu tirinya menyuruh Teratai menikah ketimbang bekerja. Dengan jadi istri muda, statusnya jadi lebih rendah. Teratai menerima pernikahan sebagai istri keempat bukan kepasrahan, tapi sebagai bentuk perlawanan. Ia bukan tipikal istri muda yang lemah. Ia berani melawan intrik-intrik jahat para Sukacita, Mega, dan Karang, ketiga istri lainnya. Ia tegar, tapi bisa juga melawan dengan keji.
Tinggal dalam satu kompleks rumah tentu bukan hal mudah bagi empat orang istri. Teratai, sebagai istri termuda, selain belajar memahami karakteristik ketiga istri lainnya, juga terlibat dalam berbagai intrik untuk memperebutkan perhatian Chen. Para istri itu diam-diam saling adu siasat untuk menjatuhkan; saling fitnah, memakai ilmu hitam, bahkan rela bertaruh nyawa untuk menyingkirkan saingan. Tujuannya sama, semua ingin jadi istri paling disukai, jadi istri nomor satu di mata Tuan Chen. Lampion merah yang dipasang setiap malam di depan kamar salah seorang istri menjadi penanda bahwa ialah yang dipilih Tuan Chen untuk menemani malam itu.
Lambat laun, Teratai jadi lumrah terlibat pertengkaran verbal dengan tiga istri lainnya. Teratai acap tengkar mulut dengan Karang, bekas penyanyi kelompok opera yang masih suka menyanyikan lagu-lagu sedih jika sedang gundah. Teratai tahu Karang selingkuh dengan dokter muda. Di lain pihak, Teratai juga harus meladeni Walet, pelayan pribadinya yang kurang ajar. Ia, entah atas perintah siapa, dua kali kepergok menggunakan ilmu hitam untuk mencelakakan Teratai.
Hingga muncullah Feipu, putra istri pertama. Usia Feipu dengan Teratai tak beda jauh. Seiring waktu, Feipu mengungkapkan rasa sukanya pada Teratai. Tapi status Teratai sebagai ibu muda membuat Feipu tak berani berbuat lebih jauh.
Selain terlibat ketegangan dengan sesama istri di kompleks rumah Tuan Chen, Teratai terobsesi sekaligus ketakutan dengan sebuah sumur telantar dekat kamarnya. Dia dapat kabar bahwa sumur itu berhantu. Sudah tiga orang dari generasi sebelum mereka menghuni rumah besar itu. Lewat Mama Song, pelayan pengganti Walet yang mati setelah dipaksa Teratai menelan tisu toilet, kejadian bunuh diri terjadi empat puluh tahun sebelum Teratai menjadi bagian rumah itu.
Teratai merasa asing dengan sekeliling, bahkan asing dengan dirinya sendiri. Hidupnya jadi statis dalam kompleks itu. Semua hal yang dilakukan atau dikatakan orang-orang di dekatnya seolah tak ada arti, disikapinya dengan antipati dan sinis.
Keadaan di kompleks rumah Tuan Chen makin parah setelah Karang tertangkap basah sedang berdua dengan dokter di hotel. Mega menangkap basah mereka. Berita itu sampai ke telinga Tuan Chen. Teratai menjadi saksi bahwa Karang tidak bunuh diri terjun ke dalam sumur. Saat pagi, Teratai menyaksikan beberapa pria mengusung Karang yang telah disumpal mulutnya, dilempar ke dalam sumur oleh pria-pria itu.
Seiring dengan tewasnya Karang dalam sumur, depresi Teratai sampai di puncak. Dia jadi gila. Jelang akhir cerita, muncul tokoh baru bernama Bambu, istri kelima Tuan Chen, yang sering memergoki Teratai berbicara pada sumur itu.
Yang membedakan antara film dan novel terjemahan bahasa Indonesia ini adalah nama tokoh. Dalam versi film, nama Teratai adalah Songlian, istri pertama Yuru, istri kedua Zhuoyun, istri ketiga Meishan.
Arman A.Z., pembaca buku
Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 April 2012
Raise the Red Lantern (Persaingan Para Istri). Su Tong. Serambi, November 2011. 136 hlm.
NOVEL Raise the Red Lantern merupakan karya perdana Su Tong yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Novel ber-setting 1920-an ini pertama kali terbit dalam bahasa China sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Wives and Concubines (1990). Teks novel ini lebih populer setelah diangkat ke layar lebar dengan judul Raise the Red Lantern, disutradarai Zhang Yimou dan Gong Li sebagai pemeran utama. Selain diganjar sejumlah penghargaan di festival film dunia, novel ini turut mengantar Su Tong jadi salah satu penulis terdepan China saat ini.
Novel ini berhasil mengungkap sisi kejiwaan perempuan yang jadi istri muda, kultur budaya, dan patriarki di China tahun ‘20-an. Teratai, tokoh sentral dalam novel ini, jadi istri keempat dari lelaki lima puluhan bernama Chen Zuoqian. Di China kala itu, jumlah istri jadi simbol kekayaan dan kekuasaan pria.
Baru setahun Teratai kuliah, pabrik teh ayahnya bangkrut. Kuliah Teratai jadi terbengkalai. Kondisi keluarga makin parah setelah ayahnya tewas bunuh diri dalam rumah. Ibu tirinya menyuruh Teratai menikah ketimbang bekerja. Dengan jadi istri muda, statusnya jadi lebih rendah. Teratai menerima pernikahan sebagai istri keempat bukan kepasrahan, tapi sebagai bentuk perlawanan. Ia bukan tipikal istri muda yang lemah. Ia berani melawan intrik-intrik jahat para Sukacita, Mega, dan Karang, ketiga istri lainnya. Ia tegar, tapi bisa juga melawan dengan keji.
Tinggal dalam satu kompleks rumah tentu bukan hal mudah bagi empat orang istri. Teratai, sebagai istri termuda, selain belajar memahami karakteristik ketiga istri lainnya, juga terlibat dalam berbagai intrik untuk memperebutkan perhatian Chen. Para istri itu diam-diam saling adu siasat untuk menjatuhkan; saling fitnah, memakai ilmu hitam, bahkan rela bertaruh nyawa untuk menyingkirkan saingan. Tujuannya sama, semua ingin jadi istri paling disukai, jadi istri nomor satu di mata Tuan Chen. Lampion merah yang dipasang setiap malam di depan kamar salah seorang istri menjadi penanda bahwa ialah yang dipilih Tuan Chen untuk menemani malam itu.
Lambat laun, Teratai jadi lumrah terlibat pertengkaran verbal dengan tiga istri lainnya. Teratai acap tengkar mulut dengan Karang, bekas penyanyi kelompok opera yang masih suka menyanyikan lagu-lagu sedih jika sedang gundah. Teratai tahu Karang selingkuh dengan dokter muda. Di lain pihak, Teratai juga harus meladeni Walet, pelayan pribadinya yang kurang ajar. Ia, entah atas perintah siapa, dua kali kepergok menggunakan ilmu hitam untuk mencelakakan Teratai.
Hingga muncullah Feipu, putra istri pertama. Usia Feipu dengan Teratai tak beda jauh. Seiring waktu, Feipu mengungkapkan rasa sukanya pada Teratai. Tapi status Teratai sebagai ibu muda membuat Feipu tak berani berbuat lebih jauh.
Selain terlibat ketegangan dengan sesama istri di kompleks rumah Tuan Chen, Teratai terobsesi sekaligus ketakutan dengan sebuah sumur telantar dekat kamarnya. Dia dapat kabar bahwa sumur itu berhantu. Sudah tiga orang dari generasi sebelum mereka menghuni rumah besar itu. Lewat Mama Song, pelayan pengganti Walet yang mati setelah dipaksa Teratai menelan tisu toilet, kejadian bunuh diri terjadi empat puluh tahun sebelum Teratai menjadi bagian rumah itu.
Teratai merasa asing dengan sekeliling, bahkan asing dengan dirinya sendiri. Hidupnya jadi statis dalam kompleks itu. Semua hal yang dilakukan atau dikatakan orang-orang di dekatnya seolah tak ada arti, disikapinya dengan antipati dan sinis.
Keadaan di kompleks rumah Tuan Chen makin parah setelah Karang tertangkap basah sedang berdua dengan dokter di hotel. Mega menangkap basah mereka. Berita itu sampai ke telinga Tuan Chen. Teratai menjadi saksi bahwa Karang tidak bunuh diri terjun ke dalam sumur. Saat pagi, Teratai menyaksikan beberapa pria mengusung Karang yang telah disumpal mulutnya, dilempar ke dalam sumur oleh pria-pria itu.
Seiring dengan tewasnya Karang dalam sumur, depresi Teratai sampai di puncak. Dia jadi gila. Jelang akhir cerita, muncul tokoh baru bernama Bambu, istri kelima Tuan Chen, yang sering memergoki Teratai berbicara pada sumur itu.
Yang membedakan antara film dan novel terjemahan bahasa Indonesia ini adalah nama tokoh. Dalam versi film, nama Teratai adalah Songlian, istri pertama Yuru, istri kedua Zhuoyun, istri ketiga Meishan.
Arman A.Z., pembaca buku
Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 April 2012
No comments:
Post a Comment