Data Buku
Busyro Muqoddas, Penyuara Nurani Keadilan. Elza Faiz & Nur Agus Susanto. Erlangga, Jakarta, 2011. 314 hlm.
SOSOK Muhamad Busyro Muqoddas tentu tidak asing lagi diranah penegak hukum. Mas Bus, sapaan akrab Busyro Muqoddas, terlahir pada 17 Juli 1952 di Kampung Notoprajan, Yogyakarta.
Ia merupakan salah satu putra terbaik asli Yogyakarta yang memiliki karier gemilang di dunia hukum. Sebut saja, menjabat sebagai Ketua Komisi Yudisial (KY) periode 2005—2010 hingga menjabat sebagi Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengantikan Antasari Azhar.
Dalam perjalananya menapaki karier di dunia hukum, Busyro mengawalinya sebagai pengacara "jalanan". Busyro berupaya memperjuangkan keadilan bagi masyarakat korban represi rezim pada masa Orde Baru. Berbagai perjuangannya itu, di antaranya adalah kasus penembakan misterius (Petrus), Komando Jihad, pengeboman Candi Borobudur, kasus kuningisasi yang menimpa Moedrick M. Sangidoe. Pada pengujung Orde Baru, Busyro turut mendampingi para pedagang pasar tradisional menggugat Bupati Wonosobo, dan pada awal-awal Reformasi ia menangani kasus yang menimpa Mozes Gatotkaca, mahasiswa yang tewas akibat kekerasan aparat dalam aksi demonstrasi di Yogyakarta.
Fragmen kisah perjuangan di atas merupakan bagian dari rekam jejak perjalanan hidup Busyro Muqoddas yang tersaji dalam buku ini. Buku ini mengisahkan riwayat hidup dan kiprah Busyro Muqoddas dalam mewarnai kariernya di negeri ini, khususnya dalam ranah yang digelutinya: Hukum.
Di dalam dunia hukum, Busyro dikenal dengan hukum profetiknya yang bersendi pada tiga poros, yaitu humanisasi, liberalisasi, dan transedensi. Ketiga poros ini ia manifestasikan dengan tindakan nyata kala menjadi pengacara “jalanan” yang berpihak pada masyarakat korban represi rezim pada masa Orde Baru. Sikapnya ini merupakan suatu pilihan langka dengan risiko sangat tidak sederhana di zaman rezim Presiden Soeharto.
Pada periode 2011—2014 ini sosok Busyro Muqoddas memangku amanah sebagai wakil ketua KPK. Bagi Busyro, memberantas korupsi di tubuh Indonesia bukanlah semudah membalikkan kedua telapak tangan. Korupsi di negeri ini perlahan tumbuh subur, sesubur tanah Indonesia.
Meski demikian, Busyro bertekad setiap laku lampah yang salah dan menyengsarakan masyarakat, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, wajib ditindak sesuai prosedur undang-undang. Langkah ini sangat urgen digalakkan sebagai manifestasi jihad kemanusiaan dalam menegakkan keadilan di seantero negeri ini.
Hadirnya biografi bertajuk Busyro Muqoddas: Penyuara Nurani Keadilan menurut pandangan Elza Faiz dan Nur Agus Susanto merupakan bentuk cerita kegelisahan dan perjuangan seorang anak bangsa (Busyro Muqoddas) yang merasa tergeretak hatinya melihat penindasan dan ketidakadilan yang merajalela. Biografi ini menjadi "saksi" yang mengafirmasi bahwa adanya mafia hukum dan mafia peradilan di negeri ini adalah nyata dan bukan isapan jempol belaka.
Terlebih, biografi ini merupakan penyempurnaan dari buku biografi sebelumnya yang ditulis Binhad Nurrohmat dan Eva Dewi yang diterbitkan oleh Komisi Yudisial pada 2010. Dibandingkan buku sebelumnya, buku ini telah mengalami perubahan berarti di semua bagian untuk memberi cerita utuh tentang sejarah perjalanan hidup Busyro Muqoddas.
Melalui buku ini, kita bisa melihat kepribadian Busyro Muqoddas yang menanamkan sikap hidup sederhana, ringan tangan, peduli terhadap sesama, dan sangat benci terhadap segala bentuk ketidakadilan. Nilai-nilai yang terkandung dalam biografi Busyro Muqoddas ini sangat patut dijadikan teladan bagi generasi penerus bangsa agar senantiasa peka dalam memperjuangkan segala bentuk ketidakadilan yang mendera bangsa ini. n
Aris Hasyim, mahasiswa Sosiologi FUSAP, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Sumber: Lampung Post, Minggu, 25 Maret 2012
No comments:
Post a Comment