-- Dwi Rejeki
SAUT Poltak Tambunan (SPT), seorang penulis senior yang tetap eksis hampir empat dekade (sejak tahun 1970-an). Pengarang ini dikenal dengan karya-karya dramatik dan sangat kontekstual.
Ia merekam situasi di sekitarnya dengan baik lalu mengemasnya menjadi cerita yang sangat dekat dengan pembacanya. Benny Arnas yang menulis prolog dalam buku ini sampai-sampai memberi judul prolog Belajar Membumikan Cerita dari Saut Poltak Tambunan.
Cerpen-cerpen SPT begitu dekatnya dengan kenyataan, sehingga Benny Arnas, pengarang muda yang namanya sedang mencuat bahkan menuduh SPT sendiri adalah tokoh-tokoh utama dalam cerpennya Kampung Tamim, Tas Untuk Pak Bakri, Meja Makan, Si Nur, Berdamai Sesore itu, Mutasi, dan Aku Punya Papa. Khrisna Pabichara, cerpenis yang juga sedang naik daun, dalam epilog-nya menyatakan bahwa SPT telah menunjukkan profesionalitas, cinta dan gairahnya untuk mengarang, lewat keseriusan dan ketekunannya.
Seolah tak hendak berhenti, cerita terus mengalir tanpa mengenal kata usai atau tetapi. Bahkan, hingga kini, usia tak bisa menahan ambisi dan laju kreatifnya.
Dalam acara launching di Taman Kuliner Kalimalang, Jakarta Timur, belum lama ini. SPT meluncurkan karya terbarunya, sebuah kumpulan cerpen berjudul Sengkarut Meja Makan.
Pembacaan ringkasan cerpen, puisi/musikalisasi, monolog, dan petikan sasando Jitron Pah (finalis IGT) ikut meramaikan launching ini.
Mengapa memilih judul itu? SPT menjelaskan dalam kata pengantar : "MEJA MAKAN; di atasnya kita makan, melangitkan doa, berbagi ajar, merajut kasih, mengasah aji. Di atasnya gelak kita gelar bahkan amarah kita umbar silang sengkarut.
Di atasnya pula kita menenun cerita dan puisi, menggagas rencana dan resolusi, menghitung berkat, melantun syukur bahkan juga memintal sesal dan memirit sisa uang belanja."
Saut Poltak Tambunan seorang novelis yang setia pada dunia penulisan, begitu komentar Ashadi Siregar (novelis, dosen pada UGM) pada novel SPT yang lain. Beberapa komentar tentang kepengarangan SPT menunjukkan pengalaman menjadi pengarang dengan thema yang kuat dan beragam.
"SPT adalah penulis dengan thema-thema yang kuat. Sensitifitasnya sebagai penulis begitu tajam dan halus seperti yang Bang SPT tampilkan dalam 15 cerpen yang mempunyai banyak tokoh unik dengan kehebatan alur cerita. 15 cerpen yang luar biasa.
Ternyata menulis tak kenal batas usia. Lalu kenapa kita yang muda-muda tak memiliki semangat itu? Mari berkaca pada seorang SPT dan kita curi ilmunya." (Reni Erina, Managing Editor Story Teenlite Magazine)
Buku kumpulan cerpen Sengkarut Meja Makan berisi 15 cerita pendek dengan tema yang beragam.
"Tema-temanya unik dan sering kali tidak terduga. Sepertinya sederhana. Tapi mengejutkan. Bagaimana dari objek kecil Meja Makan misalnya, bisa melahirkan ironi dan kegeraman sebuah potret besar tentang Negara.
Ada tokoh-tokoh kecil yang selalu dianggap tak berharga (tokoh pembantu dalam cerpen Si Nur misalnya), yang ditulis dengan karakter kuat dan mengharu-biru, yang telah melahirkan satu pemaknaan tentang harga kemanusiaan yang kita miliki.
Ada kerinduan tentang kampung halaman yang menghasilkan berlembar-lembar pertanyaan tentang arti "kemajuan" yang selalu diagung-agungkan.
Kegeraman-kegeraman yang begitu kasar pada cerpen yang menggambarkan kehancuran sebuah peradaban yang melulu melahirkan kanibalisme antar manusia. Ataupun nilai-nilai cinta dan masa lalu yang begitu lembut dari hubungan dua manusia yang saling terasing dengan menawarkan beragam hal dengan cara yang begitu lugas, akan tetapi tidak kehilangan cara pandangnya yang khas." (Hanna Fransisca, Penyair dan Prosais)
Momentum launching ini selain meluncurkan kumpulan cerpen Sengkarut Meja Makan, juga sekaligus dimanfaatkan untuk sosialisasi dan penyerahan talking book "Kiat Sukses Menulis Novel" kepada Himpunan Wanita Penyandang Cacad Indonesia (HWPCI). Yayasan Mitra Netra merekam suara Nuning Purnamaningsih (Penyiar Radio DFM) untuk talking book dari buku ditulis oleh SPT berdasarkan pengalaman pribadi sebagai pengarang. Talking Book (buku Kiat Sukses Menulis Novel versi audio digital) ini dipersembahkan bagi mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra), namun memiliki kemauan dan potensi yang besar untuk menjadi seorang penulis.
Dengan adanya talking book ini, Yayasan Mitra Netra dan SPT akan memberikan horison pengharapan baru bahwa keterbatasan penglihatan pun tidak akan dapat membelenggu potensi dan impian seseorang dalam menetaskan karya-karya yang kreatif, khususnya di bidang tulis-menulis.
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 4 Juni 2011
No comments:
Post a Comment