-- Linda Sarmili
AGAK susah juga melacak kembali kapan istilah novel pop di negeri kita dimulai. Sesudah sukses novel Marga T "Badai Pasti Berlalu" serta "Karmila" dan "Cintaku Di Kampus Biru" dari Ashadi Siregar yang juga sukses di filmkan, rasanya istilah pop itu begitu saja mulai digunakan untuk menggolongkan novel novel hiburan semacam itu sebagai novel pop. Bahkan kemudian setiap novel hiburan - tidak peduli mutunya macam apa - disebut juga novel pop.
Dan kemudian waktu penulis-penulis muda seperti Andrea Hirata, Evi Idawati, Kurnia Effendi dan lain-lain muncul dengan warna novel yang lain dari novel hiburan terdahulu, juga novel-novel itu disebut - dan dijajakan - sebagai novel pop. Pentingkah memasalahkan itu? Bukankah masalkah itu sudah basi? Sementara kalangan sastrawan menilai novel pop ya... novel hiburan, namanya. Berbeda jauh dengan novel sastra seperti yang dihasilkan Pramudya Ananta Toer, NH Dini dan lain-lain. Benarkah novel pop itu adalah novel hiburan?
Mungkin karena kata pop itu erat sekali diasosiasikan dengan kata populer, dan agaknya karena novel-novel itu sengaja ditulis untuk selera populer bahkan kemudian juga dijajakan dn dikemas sebagai suatu barang dagangan populer sehingga menjadi laku sebagai bacaan populer, maka jadilah kata pop itu sebagai istilah baru dalam wacana sastra kita.
Ini tentulah hanya satu dugaan saja. Sepanjang pengamatan saya (yang celakanya tidak terlalu cermat itu) belum ada studi atau pengujian yang telah dilontarkan tentang asal mula penggunaan istilah pop ini dalam dunia sastra kita. "Tahu tahu" begitu saja istilah pop itu digunakan baik sebagai alat penjaja dunia sastra komersil maupun sebagai istilah baru yang sah dan terhormat.
Pop memang berasal dari kata populer. Tetapi berlainan dengan kesan yang diberikan oleh kata populer yang semestinya menyangkut massa yang banyak, pop art justru dicetuskan oleh kelompok seniman yang kecil saja. Pop art, yang bahasa Indonesianya adalah seni rupa pop, memanglah mulanya datang dari dunia seni rupa. Mula mula dicetuskan dan berkembang diu Inggris dalam dua tahap pada pertengahan tahun lima puluhan dan permulaan tahun enam puluhan. Kemudian gerakan seni rupa pop ini berkembang dengan subur lagi di Amerika Serikat sesudah pertengahan tahun enam puluhan.
Dilontarkan untuk pertama kali oleh pengamat dan pengaji seni rupa Inggris Lawrence Alloway, istilah pop art itu intinya adalah satu penamaan terhadap suatu kesadaran baru dari sekelompok pelukis dan cendekiawan Inggris menyangkut kehadiran suatu alternatif baru. Yakni alternatif dari gaya seni rupa abstrak-ekspresionis yang pada waktu itu menguasai selera masyarakat barat dan gaya seni rupa yang mendahuluinya. Maka gaya yang kemudian dikembangkan adalah gaya yang dengan sadar meninggalkan abstraksi yang dianggap makin cenderung asyik dengan dunia pemikiran dan pikiran pribadi sang seniman serta terlalu meremehkan kehidupan nyata di tengah masyarakat.
Adapun kehidupan nyata itu ialah kenyataan akan hadirnya dinamika dunia industri, teknologi serta perdagangan yang senang atau tidak senang makin jelas mendiktekan gaya hidup manusia.
Maka seni rupa pop itu tertarik akan benda-benda sehari-hari yang ditemui disembarang tempat yang dianggapnya cermin atau bahkan produk dari dunia industri,teknologi dan perdagangan. Dari obyek obyek yang non figuratif dari para pelukis abstrak ekspresionis pergilah para seniman pop itu ke figur nyata dari kehidupan sehari-hari. Maka para pelukis dan pemahat gaya baru itu melukis dan memahat benda sehari-hari dengan realisme nyata yang sehari-hari pula. Gaya seni rupa pop ini di Amerika Serikat menemukan bumi yang lebih subur dari tempat lahirnya di Inggris.
Tokoh tokoh New York Pop yang terkenal saat ini adalah Andy Warhol, Roy Lichtenstein dan Claes Oldenburg. Obyek obyek lukisan mereka berwarna warni diambil langsung dari kehidupan sehari-hari. Kaleng sup Campbell, tokoh-tokoh komik seperti Dick Tracy, bola golf, bendera Amerika Serikat, guntingan koran, foto-foto, artis film, advertensi makanan dan minuman, mesin-mesin dan mobil dan berpuluh benda lain. Pendeknya seni rupa pop atau pop art itu adalah upaya artistik yang sadar sekali dari para seni rupawan barat untuk berkomunikasi dengan masarakat tentang pemahaman hidup dalam dunia yang dikuasai oleh dinamika industri, teknologi dan pedagangan.
Maka kata pop disini memang ada hubungannya dengan kata Inggris "popular" yang saya kira dekat dengan populer object, obyek sehari-hari. Alloway yang mula-mula memberi penamaan pop art itu bahkan lebih condong untuk mengaitkan pop ini dengan popular culture, budaya massa. Maksudnya kecenderungan dari para seni rupawan pop itu adalah untuk memilih objek dari benda sehari-hari yang merupakan produk budaya massa dalam pengertian yang seluas-luasnya.
Tentu saja istilah pop kemudian tidak hanya berhenti disitu dan dimonopoli oleh dunia seni rupa. Meski penampilan yang pop dari seni rupa pop itu sangatlah menonjol dan keras gaungnya di masyarakat barat - terutama oleh para pemukanya seperti Andy Warhol dan kawan-kawannya, namun juga dibidang kesenian yang lain seperti musik dan sastra istilah pop itu juga diambil
Saya tidak tahu pasti bagaimana awalnya istilah pop itu kemudian merembes masuk kemudian diambil oleh dunia seni yang lain-lain. Sepanjang pengamatan saya tidak ada penulis atau pemusik barat termasuk para pengaji dan kritikusnya yang membuat klaim sebagai penemu dari istilah pop ke dalam dunia seni sastra atau pun seni musik.
Bahkan juga saya tidak melihat adanya kelompok atau pribadi-pribadi yang secara vokal dan dengan artikulasi mantap - seperti Alloway, Warhol - muncul dari dunia seni sastra dan seni musik melempar pertanyaan pertanyaan tentang sastra pop atau musik pop.
Masa saya cenderung berpendapat bahwa pop masuk ke dalam dunia seni sastra dan seni musik sebagaikelanjutan saja dari istilah popular yang sebelumnya sudah dikenal dalam dunia sastra dan musik. Popular literature atau sastra populer memang istilah yang sudah lama dikenal. Tetapi waktu mereka menjadikan novel pop atau bahkan memberi batasan khusus bahwa novel pop atau novel hiburan, novel pop jauh sekali bedanya dengan novel sastra, tepatkah itu?
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 18 Juni 2011
No comments:
Post a Comment