SEORANG tokoh ulama abad ke-20, yaitu Tgk Abdullah Lam U yang lebih populer dengan gelar Abu Lam U adalah ulama yang memiliki keahlian di bidang seni syair. Ia mampu ‘membumikan’ nilai-nilai keagamaan pada masyarakat. Nama lengkapnya Abdullah bin Umar bin Auf Lam U, selanjutnya disebut Abu Lam U. Dilahirkan di Lam U Aceh Besar pada penghujung abad ke-19, yaitu 1888 M (1305 H). Pada masa kelahirannya, kerajaan Aceh baru beberapa tahun memulai perang melawan Belanda. Jadi, dalam kondisi demikianlah ulama ini tumbuh dan berkembang serta dibina oleh ayahnya hingga jadi ulama yang memiliki nama yang cukup populer, khususnya di bidang keagamaan.
Abu Lam U adalah putra Tgk Chik Umar Lam U, ulama asli Aceh ‘bukan pendatang’ yang memiliki keahlian dalam ilmu fiqh dan hafidz Alquran. Ayah Abu Lam U memiliki tiga isteri, seorang berasal dari Yan (Malaysia). Melalui isterinya ini lahir dua ulama besar, yaitu Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri yang populer dengan nama Abu Indrapuri (lahir pada 1888 M/1305H) dan Tgk Muhammad Dahlan atau Tgk Madhan, yang bergelar Tgk Chik di Yan (lahir pada 1891 M/1308H). Isterinya yang kedua bernama Nyak Sunteng berasal dari Lam U.
Gurunya di Dayah ini bernama Abdullah bin Al Faqih yang juga ulama ternama. Melalui guru ini Abu Lam U mendalami materi tauhid, fiqh, sejarah Islam, Nahwu, Sharaf dan lain-lain. Faktor integritas intelektual yang baik yang dimiliki Abu Lam U menyebabkan gurunya tertarik padanya. Selain dijadikan menantu, ia juga sering dibawa pergi oleh Abdullah bin al Faqih ke daerah lain dan di sanalah ia bertemu tokoh-tokoh kenamaan dan berkenalan dengan para thalib (pelajar) lainnya.
Ulama dari Lam U ini juga pernah menimba ilmu di negeri jiran, Malaysia, tepatnya di kampung Yan. Di sana ia belajar pada seorang ulama yang dikenal dengan nama Teungku Chik di Bale. Putera Tgk Umar ini pernah juga melakukan pengembaraan intelektualnya hingga ke Makkah bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji pada 1924. Ia menetap di sana selama 6 bulan dan menimba ilmu dari guru-guru besar yang mengajar di Masjidil Haram.
Di negeri kelahiran nabi inilah Abu Lam U memperoleh informasi modernisasi pendidikan, sehingga ia termasuk salah seorang dari ulama PUSA yang turut melakukan modernisasi pendidikan di Aceh sebelum kemerdekaan Indonesia. Berkat ketekunan dan kegigihan dalam menimba ilmu, akhirnya Abu Lam U merupakan bagian dari ulama Aceh yang memiliki kapasitas ilmu keagamaan yang dalam, khususnya di bidang ilmu kebahasaan, tauhid, fiqh dan sejarah. Ini tercermin dari kedudukan dan pengaruhnya dalam masyarakat serta karya yang pernah ditulisnya.
Abu Lam U tak merasa sulit mengabdikan ilmunya pada masyarakat karena ayahnya, Tgk Umar, memiliki lembaga pendidikan Dayah, tempat ia menimba ilmu dasar pada masa kecil. Sepeninggal ayahnya, Abu Lam U melanjutkan kepemimpinan Dayah yang sekaligus menjadi tugas utamanya. Di samping itu, putra Abu Umar ini juga turut aktif mengajar masyarakat di sekitar kampung tersebut. Pembinaan nilai-nilai agama yang diberi pada mereka dikenal dengan meusifeut. Kegiatan ini biasanya dipentaskan bersama-sama secara selaras hingga merupakan suatu kegiatan seni tari, karena ada gerakan kepala dan badan.
Demikian pula suara yang ditimbulkan para pesertanya yang melahirkan sebuah kepaduan. Karena ada rasa seni dan rangsangan dalam kegiatan ini, maka sari pelajaran yang diajarkan akan lebih mudah dipahami dan diterima pelakunya sendiri bahkan juga orang yang turut menyaksikannya. Melalui meusifeut, masyarakat memperoleh ilmu pokok agama tentang tauhid dan aqidah, fiqh, akhlak/tasawuf, sejarah dan lain-lain.
Abu Lam U juga pernah memangku jabatan qadhi pada masa Panglima Polem Muhammad Daud Syah. Ia juga memiliki andil besar dalam organisasi PUSA dan merupakan bagian dari anak bangsa Aceh yang telah mereformasi sistem di Aceh. Putra Abu Umar ini juga bagian dari anggota Syarikat Islam (SI), organisasi politik yang turut membidani kemerdekaan Indonesia di Aceh.
Dari uraian di atas tampak jelas, Abu Lam U merupakan tokoh Ulama Aceh pada masanya. Karena ketokohannya, putra Abu Umar ini termasuk salah seorang ulama yang diperhitungkan, sehingga seringkali diundang dalam pertemuan-pertemuan besar yang dilakukan pemerintah, seperti undangan untuk menghadiri peletakan batu pertama berdirinya Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam (Kopelma Darussalam) yang dilakukan Presiden Soekarno pada 2 September 1959.
Abu Lam U merupakan salah seorang tokoh intelektual muslim Aceh abad XX. Ia juga ulama yang aktif dan produktif. Aktif berarti mau menulis dan ini terbukti dengan adanya 3 risalah yang ditinggalkannya, yaitu: “Munjiatul Anam” (“Penyelamat Manusia”), “Mursyidul Anam” (“Penuntun Manusia”) dan “Sejarah Nabi Muhammad”. Produktif dalam arti karyanya, terutama “Munjiatul Anam”, banyak digunakan masyarakat Aceh, terutama di desa-desa di kawasan Aceh Besar, hingga saat ini.(fed)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 8 Juli 2012
Abu Lam U adalah putra Tgk Chik Umar Lam U, ulama asli Aceh ‘bukan pendatang’ yang memiliki keahlian dalam ilmu fiqh dan hafidz Alquran. Ayah Abu Lam U memiliki tiga isteri, seorang berasal dari Yan (Malaysia). Melalui isterinya ini lahir dua ulama besar, yaitu Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri yang populer dengan nama Abu Indrapuri (lahir pada 1888 M/1305H) dan Tgk Muhammad Dahlan atau Tgk Madhan, yang bergelar Tgk Chik di Yan (lahir pada 1891 M/1308H). Isterinya yang kedua bernama Nyak Sunteng berasal dari Lam U.
Gurunya di Dayah ini bernama Abdullah bin Al Faqih yang juga ulama ternama. Melalui guru ini Abu Lam U mendalami materi tauhid, fiqh, sejarah Islam, Nahwu, Sharaf dan lain-lain. Faktor integritas intelektual yang baik yang dimiliki Abu Lam U menyebabkan gurunya tertarik padanya. Selain dijadikan menantu, ia juga sering dibawa pergi oleh Abdullah bin al Faqih ke daerah lain dan di sanalah ia bertemu tokoh-tokoh kenamaan dan berkenalan dengan para thalib (pelajar) lainnya.
Ulama dari Lam U ini juga pernah menimba ilmu di negeri jiran, Malaysia, tepatnya di kampung Yan. Di sana ia belajar pada seorang ulama yang dikenal dengan nama Teungku Chik di Bale. Putera Tgk Umar ini pernah juga melakukan pengembaraan intelektualnya hingga ke Makkah bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji pada 1924. Ia menetap di sana selama 6 bulan dan menimba ilmu dari guru-guru besar yang mengajar di Masjidil Haram.
Di negeri kelahiran nabi inilah Abu Lam U memperoleh informasi modernisasi pendidikan, sehingga ia termasuk salah seorang dari ulama PUSA yang turut melakukan modernisasi pendidikan di Aceh sebelum kemerdekaan Indonesia. Berkat ketekunan dan kegigihan dalam menimba ilmu, akhirnya Abu Lam U merupakan bagian dari ulama Aceh yang memiliki kapasitas ilmu keagamaan yang dalam, khususnya di bidang ilmu kebahasaan, tauhid, fiqh dan sejarah. Ini tercermin dari kedudukan dan pengaruhnya dalam masyarakat serta karya yang pernah ditulisnya.
Abu Lam U tak merasa sulit mengabdikan ilmunya pada masyarakat karena ayahnya, Tgk Umar, memiliki lembaga pendidikan Dayah, tempat ia menimba ilmu dasar pada masa kecil. Sepeninggal ayahnya, Abu Lam U melanjutkan kepemimpinan Dayah yang sekaligus menjadi tugas utamanya. Di samping itu, putra Abu Umar ini juga turut aktif mengajar masyarakat di sekitar kampung tersebut. Pembinaan nilai-nilai agama yang diberi pada mereka dikenal dengan meusifeut. Kegiatan ini biasanya dipentaskan bersama-sama secara selaras hingga merupakan suatu kegiatan seni tari, karena ada gerakan kepala dan badan.
Demikian pula suara yang ditimbulkan para pesertanya yang melahirkan sebuah kepaduan. Karena ada rasa seni dan rangsangan dalam kegiatan ini, maka sari pelajaran yang diajarkan akan lebih mudah dipahami dan diterima pelakunya sendiri bahkan juga orang yang turut menyaksikannya. Melalui meusifeut, masyarakat memperoleh ilmu pokok agama tentang tauhid dan aqidah, fiqh, akhlak/tasawuf, sejarah dan lain-lain.
Abu Lam U juga pernah memangku jabatan qadhi pada masa Panglima Polem Muhammad Daud Syah. Ia juga memiliki andil besar dalam organisasi PUSA dan merupakan bagian dari anak bangsa Aceh yang telah mereformasi sistem di Aceh. Putra Abu Umar ini juga bagian dari anggota Syarikat Islam (SI), organisasi politik yang turut membidani kemerdekaan Indonesia di Aceh.
Dari uraian di atas tampak jelas, Abu Lam U merupakan tokoh Ulama Aceh pada masanya. Karena ketokohannya, putra Abu Umar ini termasuk salah seorang ulama yang diperhitungkan, sehingga seringkali diundang dalam pertemuan-pertemuan besar yang dilakukan pemerintah, seperti undangan untuk menghadiri peletakan batu pertama berdirinya Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam (Kopelma Darussalam) yang dilakukan Presiden Soekarno pada 2 September 1959.
Abu Lam U merupakan salah seorang tokoh intelektual muslim Aceh abad XX. Ia juga ulama yang aktif dan produktif. Aktif berarti mau menulis dan ini terbukti dengan adanya 3 risalah yang ditinggalkannya, yaitu: “Munjiatul Anam” (“Penyelamat Manusia”), “Mursyidul Anam” (“Penuntun Manusia”) dan “Sejarah Nabi Muhammad”. Produktif dalam arti karyanya, terutama “Munjiatul Anam”, banyak digunakan masyarakat Aceh, terutama di desa-desa di kawasan Aceh Besar, hingga saat ini.(fed)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 8 Juli 2012
No comments:
Post a Comment