-- Cokorda Yudhistira
DENPASAR, KOMPAS.com -- Sejarah tahun 1965-1966 meninggalkan jejak kuat, bahkan peristiwanya menjadi bagian tidak terlupakan bagi sebagian orang. Sebagai salah satu upaya merekonstruksi jejak sejarah itu, Bentara Budaya Bali menghadirkan Pustaka Bentara yang akan mengulas 65, novel karya Gitanyali, di Bentara Budaya Bali, Gianyar, Bali, Sabtu (11/8/2012) sore ini.
65 adalah lanjutan Blues Merbabu (2011), novel karya Gitanyali. Dalam 65 dikisahkan memori dan perjalanan kehidupan anak seorang eks-PKI, mulai dari sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Jakarta, sampai ke Bangkok, Hongkong, dan Glasgow.
Bentara Budaya Bali akan menghadirkan sang penulis Gitanyali dan Degung Santikarma sebagai pengulas. Gitanyali adalah nama pena dari Bre Redana, wartawan Harian Kompas dan penulis sejumlah buku serta esai. Adapun Degung Santikarma adalah pemerhati sosial budaya dan politik yang juga seorang antropolog dan pegiat lembaga swadaya masyarakat.
Selain mengulas novel Gitanyali itu, acara juga akan diisi dengan pemutaran film dokumenter berjudul Tumbuh Dalam Badai, yang disutradarai IGP Wiranegara, dan pembacaan nukilan novel karya Jais Dargawijaya.
Sumber: Oase, Kompas.com, Sabtu, 11 Agustus 2012
DENPASAR, KOMPAS.com -- Sejarah tahun 1965-1966 meninggalkan jejak kuat, bahkan peristiwanya menjadi bagian tidak terlupakan bagi sebagian orang. Sebagai salah satu upaya merekonstruksi jejak sejarah itu, Bentara Budaya Bali menghadirkan Pustaka Bentara yang akan mengulas 65, novel karya Gitanyali, di Bentara Budaya Bali, Gianyar, Bali, Sabtu (11/8/2012) sore ini.
65 adalah lanjutan Blues Merbabu (2011), novel karya Gitanyali. Dalam 65 dikisahkan memori dan perjalanan kehidupan anak seorang eks-PKI, mulai dari sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Jakarta, sampai ke Bangkok, Hongkong, dan Glasgow.
Bentara Budaya Bali akan menghadirkan sang penulis Gitanyali dan Degung Santikarma sebagai pengulas. Gitanyali adalah nama pena dari Bre Redana, wartawan Harian Kompas dan penulis sejumlah buku serta esai. Adapun Degung Santikarma adalah pemerhati sosial budaya dan politik yang juga seorang antropolog dan pegiat lembaga swadaya masyarakat.
Selain mengulas novel Gitanyali itu, acara juga akan diisi dengan pemutaran film dokumenter berjudul Tumbuh Dalam Badai, yang disutradarai IGP Wiranegara, dan pembacaan nukilan novel karya Jais Dargawijaya.
Sumber: Oase, Kompas.com, Sabtu, 11 Agustus 2012
No comments:
Post a Comment