-- S.W. Teofani
RAMADAN hadir dengan selaksa berkah yang ditaburkannya. Bukan hanya bagi mereka yang menjalankan ibadah Ramadan, seperti puasa, salat tarawih, tadarus Alquran dan amalan lain, orang-orang Islam yang tidak menjalankan amalan Ramadan pun turut merasakan berkah itu. Bahkan, orang-orang nonmuslim juga tidak sedikit yang turut merasakan berkah Ramadan. Semisal para pedagang yang pakaian, makanan, properti, dan lainnya, yang tidak hanya dari kalangan muslim ikut panen raya pada saat Ramadan menjelang Idulfitri.
Tidak hanya di segmen perniagaan yang terjadi euforia Ramadan, di segmen hiburan, khususnya di televisi pun ikut mengharu-biru menyemarakan Ramadan. Tak jarang acara-acara televisi yang berbau semangat Ramadan tetapi bila dikaji ternyata hanya kulitnya yang menampakkan semangat Ramadan. Sedangkan isinya tak lebih dari pesan konsumerisme yang dibungkus Ramadan.
Di antara gegap gempita hiburan yang mengambil kesempatan dalam kesumpekan, hadir beberapa tayangan yang menurut penulis sarat nilai, di antaranya Para Pencarai Tuhan, Tukang Bubur Naik Haji, dan yang paling fenomenal dan menyedot perhatian pemirsa adalam film Omar (Umar Bin Khattab).
Film yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta ini hadir menjelang subuh, pukul 04.00, saat umat Islam makan sahur. Disebabkan banyak permintaan dari pemirsa yang takut tertinggal tayangan ini karena pada waktu subuh tiba belum usai, jadwal dimajukan.
Film yang menggambarkan sejarah perjuangan Nabi dan para sahabat pada masa permulaan Islam mampu menyedot perhatian pemirsa di segala usia, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Tak terbatas di wilayah perkotaan, di pelosok pun, di masjid-masjid, seperti terlempar di masa lalu. Di saat masjid, surau, langgar, musala, menjadi tempat medengarkan dongeng sejarah Nabi. Budaya itu kini mulai pudar, dan kehadirnan film Umar Bin Khattab cukup mampu membangkitkan budaya itu. Usai salat tarawih atau salat subuh, di serambi masjid satu sama lain anak-anak melakukan review episode yang telah ditontonnya. Bagi anak-anak yang kesiangan dan tidak kebagian menonton, akan dengan antusias menyimak cerita temannya dengan penuh penasaran sekaligus penyesalan.
Biasanya mereka akan berpesan kepada orang tuanya agar dibangunkan hingga benar-benar terbangun. Bahkan, keponakan saya yang masih berumur 2 tahun, dan saya yakin belum paham sepenuhnya, dengan lidah kidal selalu minta dibangunkan untuk menonton film tersebut. Ternyata teman-teman seusianya pun berlaku sama. Tak jarang anak-anak ini menanyakan “Mana Rasulullahnya?” di sinilah orang tua berperan untuk menjelaskan.
Tidak hanya anak-anak, ibu-ibu pun seperti sejenak melupakan melambungnya harga saat hatinya tercabik-cabik dengan siksaan kaum muslimin oleh orang-orang Quraisy. Air mata mereka pun bercucuran bukan hanya karena tidak bisa memenuhi permintaaan anak akan kebutuhan Lebaran, melainkan turut terharu saat Rasulullah disambut kaum Muhajirin dan Anshar saat hijrah ke Madinah. Mereka seolah ikut hadir pada peristiwa bersejarah yang menguras emosi itu.
Mereka pun sebentar rehat memikirkan kebutuhan Lebaran yang di depan mata saat menyaksikan kemenangan kaum muslimin saat Perang Badar, pun turut tersedu pada kekelahan Perang Uhud. Tak sedikit pemirsa yang terkesima dengan sosok sang tokoh Umar Bin Khattab, yang sangat pendiam tapi tegas dalam bersikap.
Saat kaum muslimin takut-takut menyatakan keislamannya, Umar dengan berani memberi tahu pada kaumnya bahwa dirinya telah Islam. Sejak itulah kaum muslimin merasa “terlindungi” dan berani berterus-terang menyatakan keimanannya. Setelah Umar menjadi pengikut Muhammad, kaum Quraisy berbondong-bondong secara terang-terangan menyatakan kesaksiannya terhadap keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw.
Umar menjadi energi tak terukur bagi penyebaran Islam. Umar menjelma kekuatan baru bagi Islam yang baru tukul waktu itu. Umarlah yang diberi hidayah Allah dari dua orang yang diharapkan Nabi untuk masuk Islam dan menyokong perjuangan Rasulullah.
Bahkan Umar telah menunjukkan akhlak baiknya sebelum menganut Islam. Umar tidak mau melakukan kecurangan saat rekan bisnisnya membujuknya untuk curang.
Sebagai anak dari keluarga terpandang yang berkecukupan harta, setelah masuk Islam, hampir seluruh hartanya dikorbankan untuk perjuangan Islam. Saat kaum muslimin diboikot olah orang kafir Quraisy, tanpa sayang Umar mengirimkan hartanya untuk membantu saudaranya seiman.
Meskipun hadir di ujung malam, film ini cukup sukses menembus dinginnya kabut dari tidur panjang umat Islam dalam membuka lembaran sejarah Rasulullah. Tontonan ini mampu membakar semangat umat Islam dengan meniti lagi jalan yang ditempuh Sang Nabi dan para sahabatnya berabad-abad silam.
Omar (Umar Bin Khattab) menjadi genderang yang ditabuh untuk membangkitkan lagi semangan umat Islam mengimani kerasulan Muhammad dengan mengenang perjalannya.
Meskipun menuai kontroversi di negaranya, hingga disetop penayangannya, pemirsa di Tanah Air bergeming dan tetap menikmati tebaran ibrah dari film yang diproduksi 03 Production & MBC-Dubai ini.
Film yang mampu menyihir penonton di negeri ini memang bukan film yang digarap asal jadi. Film kolosal dengan masa penggarapan 10 bulan 18 hari, melibatkan 229 kru dan 322 aktor dan aktris dari 10 negara.
Selain itu, film ini juga menggunakan banyak properti, seperti 1.970 pedang, 650 tombak, 1.050 tameng, 4.000, abak panah, 400 panah, 15 drum, 10 ribu koin, dan 170 baju perang. Untuk wardrobe para aktor, film yang menguras rasa penasaran ini menghabiskan 14.200 meter kain dari Suriah, India, dan Tunisia, yang melibatkan 39 penjahit. Semoga menyusul film-film sejenis yang tidan hanya menjadi tontonan tapi juga menjadi tuntunan. Amin.
S.W. Teofani, cerpenis
Sumber: Lampung Post, Minggu, 5 Agustus 2012
RAMADAN hadir dengan selaksa berkah yang ditaburkannya. Bukan hanya bagi mereka yang menjalankan ibadah Ramadan, seperti puasa, salat tarawih, tadarus Alquran dan amalan lain, orang-orang Islam yang tidak menjalankan amalan Ramadan pun turut merasakan berkah itu. Bahkan, orang-orang nonmuslim juga tidak sedikit yang turut merasakan berkah Ramadan. Semisal para pedagang yang pakaian, makanan, properti, dan lainnya, yang tidak hanya dari kalangan muslim ikut panen raya pada saat Ramadan menjelang Idulfitri.
Tidak hanya di segmen perniagaan yang terjadi euforia Ramadan, di segmen hiburan, khususnya di televisi pun ikut mengharu-biru menyemarakan Ramadan. Tak jarang acara-acara televisi yang berbau semangat Ramadan tetapi bila dikaji ternyata hanya kulitnya yang menampakkan semangat Ramadan. Sedangkan isinya tak lebih dari pesan konsumerisme yang dibungkus Ramadan.
Di antara gegap gempita hiburan yang mengambil kesempatan dalam kesumpekan, hadir beberapa tayangan yang menurut penulis sarat nilai, di antaranya Para Pencarai Tuhan, Tukang Bubur Naik Haji, dan yang paling fenomenal dan menyedot perhatian pemirsa adalam film Omar (Umar Bin Khattab).
Film yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta ini hadir menjelang subuh, pukul 04.00, saat umat Islam makan sahur. Disebabkan banyak permintaan dari pemirsa yang takut tertinggal tayangan ini karena pada waktu subuh tiba belum usai, jadwal dimajukan.
Film yang menggambarkan sejarah perjuangan Nabi dan para sahabat pada masa permulaan Islam mampu menyedot perhatian pemirsa di segala usia, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Tak terbatas di wilayah perkotaan, di pelosok pun, di masjid-masjid, seperti terlempar di masa lalu. Di saat masjid, surau, langgar, musala, menjadi tempat medengarkan dongeng sejarah Nabi. Budaya itu kini mulai pudar, dan kehadirnan film Umar Bin Khattab cukup mampu membangkitkan budaya itu. Usai salat tarawih atau salat subuh, di serambi masjid satu sama lain anak-anak melakukan review episode yang telah ditontonnya. Bagi anak-anak yang kesiangan dan tidak kebagian menonton, akan dengan antusias menyimak cerita temannya dengan penuh penasaran sekaligus penyesalan.
Biasanya mereka akan berpesan kepada orang tuanya agar dibangunkan hingga benar-benar terbangun. Bahkan, keponakan saya yang masih berumur 2 tahun, dan saya yakin belum paham sepenuhnya, dengan lidah kidal selalu minta dibangunkan untuk menonton film tersebut. Ternyata teman-teman seusianya pun berlaku sama. Tak jarang anak-anak ini menanyakan “Mana Rasulullahnya?” di sinilah orang tua berperan untuk menjelaskan.
Tidak hanya anak-anak, ibu-ibu pun seperti sejenak melupakan melambungnya harga saat hatinya tercabik-cabik dengan siksaan kaum muslimin oleh orang-orang Quraisy. Air mata mereka pun bercucuran bukan hanya karena tidak bisa memenuhi permintaaan anak akan kebutuhan Lebaran, melainkan turut terharu saat Rasulullah disambut kaum Muhajirin dan Anshar saat hijrah ke Madinah. Mereka seolah ikut hadir pada peristiwa bersejarah yang menguras emosi itu.
Mereka pun sebentar rehat memikirkan kebutuhan Lebaran yang di depan mata saat menyaksikan kemenangan kaum muslimin saat Perang Badar, pun turut tersedu pada kekelahan Perang Uhud. Tak sedikit pemirsa yang terkesima dengan sosok sang tokoh Umar Bin Khattab, yang sangat pendiam tapi tegas dalam bersikap.
Saat kaum muslimin takut-takut menyatakan keislamannya, Umar dengan berani memberi tahu pada kaumnya bahwa dirinya telah Islam. Sejak itulah kaum muslimin merasa “terlindungi” dan berani berterus-terang menyatakan keimanannya. Setelah Umar menjadi pengikut Muhammad, kaum Quraisy berbondong-bondong secara terang-terangan menyatakan kesaksiannya terhadap keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw.
Umar menjadi energi tak terukur bagi penyebaran Islam. Umar menjelma kekuatan baru bagi Islam yang baru tukul waktu itu. Umarlah yang diberi hidayah Allah dari dua orang yang diharapkan Nabi untuk masuk Islam dan menyokong perjuangan Rasulullah.
Bahkan Umar telah menunjukkan akhlak baiknya sebelum menganut Islam. Umar tidak mau melakukan kecurangan saat rekan bisnisnya membujuknya untuk curang.
Sebagai anak dari keluarga terpandang yang berkecukupan harta, setelah masuk Islam, hampir seluruh hartanya dikorbankan untuk perjuangan Islam. Saat kaum muslimin diboikot olah orang kafir Quraisy, tanpa sayang Umar mengirimkan hartanya untuk membantu saudaranya seiman.
Meskipun hadir di ujung malam, film ini cukup sukses menembus dinginnya kabut dari tidur panjang umat Islam dalam membuka lembaran sejarah Rasulullah. Tontonan ini mampu membakar semangat umat Islam dengan meniti lagi jalan yang ditempuh Sang Nabi dan para sahabatnya berabad-abad silam.
Omar (Umar Bin Khattab) menjadi genderang yang ditabuh untuk membangkitkan lagi semangan umat Islam mengimani kerasulan Muhammad dengan mengenang perjalannya.
Meskipun menuai kontroversi di negaranya, hingga disetop penayangannya, pemirsa di Tanah Air bergeming dan tetap menikmati tebaran ibrah dari film yang diproduksi 03 Production & MBC-Dubai ini.
Film yang mampu menyihir penonton di negeri ini memang bukan film yang digarap asal jadi. Film kolosal dengan masa penggarapan 10 bulan 18 hari, melibatkan 229 kru dan 322 aktor dan aktris dari 10 negara.
Selain itu, film ini juga menggunakan banyak properti, seperti 1.970 pedang, 650 tombak, 1.050 tameng, 4.000, abak panah, 400 panah, 15 drum, 10 ribu koin, dan 170 baju perang. Untuk wardrobe para aktor, film yang menguras rasa penasaran ini menghabiskan 14.200 meter kain dari Suriah, India, dan Tunisia, yang melibatkan 39 penjahit. Semoga menyusul film-film sejenis yang tidan hanya menjadi tontonan tapi juga menjadi tuntunan. Amin.
S.W. Teofani, cerpenis
Sumber: Lampung Post, Minggu, 5 Agustus 2012
No comments:
Post a Comment