Tuti Gintini [Foto: Dok Pembaruan]
"Kalian pulang saja. Aku pengen sendiri. Pengen sepi. Tapi sembahyang dulu ..." Kalimat itu terucap dari mulut Tuti Gintini, Rabu (7/2) sekitar pukul 19.00. Ia sedang terbaring lemah saat itu, di ruang perawatan Anggrek, di lantai dua Rumah Sakit Harum, Jakarta Timur.
Selesai "amin", ia menyatakan, "Ya, aku berserah (kepada-Nya, Red)."
Dalam kelemahan fisiknya, Tuti masih menyatakan niatnya, untuk kembali berobat ke Singapura, Kamis (8/2). Ia menegaskan tekadnya kepada suaminya, Joseph Ginting, bahwa ia masih kuat.
Tetapi, Tuhan memanggilnya pada sekitar pukul 10.30, ketika ia masih di bandara, sebelum bertolak ke Singapura.
Tuti Gintini, produser senior Metro TV, yang sangat dikenal sebagai wartawan yang energik, "liat", tangguh, kalah oleh kanker paru-paru.
Pertengahan 2006 Tuti sempat mengabarkan bahwa dia telah menyelesaikan dua film dokumenter untuk Metro TV. Judul karyanya memikat. Menguak Kabut Tambora dan Peradaban yang Ditinggalkan. "Film itu banyak kaitannya dengan dunia arkeologi. Jarang ada yang tertarik mendokumentasikan kerja para arkeologi. Ayo dong, kita bantu para arkeologi yang bekerja dalam sepi," katanya saat menghubungi Pembaruan.
Begitulah Tuti yang penuh semangat itu. Saat kesehatannya mulai menurun semangat kerjanya tetap tinggi.
Di tengah peluncuran buku Habit Profesional karya Martha Sinaga yang juga mantan wartawan Pembaruan, Tuti kembali menanyakan komentar soal dua karyanya itu. "Apa kritiknya? Jangan nonton saja, dong," katanya.
Begitulah Tuti peraih Anugerah Adinegoro berkat tulisannya yang berjudul Wisata ke Laut, yang diraihnya saat masih menjadi wartawan Suara Pembaruan. Artikelnya itu dimuat di rubrik Sorotan, Suara Pembaruan, 1 Oktober 1994.
Tuti, yang dilahirkan di Tegal, 26 Januari 1962, kini telah tiada. Tidak akan ada lagi suaranya yang sangat khas, keluguan dan kecerewetannya.
Tuti memberi contoh keteladanan di dunia jurnalistik. Bahasanya hidup. Pergaulannya luas. Dan, yang terpenting, menulis artikel dengan cepat.
Tuti meninggalkan warisan karya, bukan hanya karya jurnalistik, namun juga karya seni lain. Ia melahirkan karya lukisan. Ia melahirkan karya puisi. Ia meninggalkan dua buah hati yang selalu dibanggakannya, Vito dan Lala.
Pemakaman jenazah dijadwalkan dilangsungkan Jumat (9/2) di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, setelah sebelumnya dilakukan upacara pelepasan jenazah di Gereja Kristen Indonesia Jatibening Indah Bekasi, pukul 13.00. [A-14]
Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 9 Februari 2007
No comments:
Post a Comment