JAKARTA (Media): Sedikitnya 300 bahasa ibu (daerah) dari 6.000 bahasa ibu di seluruh dunia terancam punah. Untuk itu upaya pelestarian bahasa ibu perlu ditingkatkan baik secara individu, organisasi maupun pemerintah.
Direktur Jenderal UNESCO Koichiro Matsuura menyampaikan hal itu pada peringatan Hari Bahasa Ibu Sedunia di Jakarta, kemarin.
Ia mengungkapkan pentingnya pelestarian bahasa ibu tersebut juga harus dilakukan di Indonesia. Sebab dari 6.000 bahasa ibu tersebut, 700 di antaranya berada di Indonesia dan tersebar di pelosok daerah.
Selain itu, kata Koichiro, pelestarian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara juga diperlukan. Alasannya, dari 210 juta penduduk Indonesia, hanya 10% masyarakat Indonesia yang dapat berbahasa Indonesia.
Keprihatinan Koichiro tecermin dari generasi muda saat ini yang kurang peduli terhadap bahasa ibu. Bahkan ada anggapan berbahasa daerah dianggap tidak modern dan kampungan.
Tayangan televisi maupun acara di radio lebih menonjolkan bahasa campuran Indonesia dan Inggris, ditambah dengan bahasa gaul metropolitan yang banyak digunakan anak muda.
''Perlu sebuah langkah agar bahasa ibu yang tersebar di seluruh dunia bisa terus dipelihara, digunakan, dan bisa diturunkan dari generasi ke generasi. Semua pihak dari jajaran pemerintah hingga individu harus terlibat dalam melestarikan bahasa ibu,'' imbaunya.
Di sisi lain, Koichiro menegaskan agar konstitusi dan peraturan pemerintah yang menunjang pemakaian bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai media pembelajaran sekolah dasar pada tingkat awal dapat benar-benar direalisasikan.
''Pasalnya, dalam praktiknya, bahasa daerah jarang dipakai pada sekolah negeri formal. Bahasa daerah hanya diajarkan sebagai mata pelajaran di beberapa daerah. Bahasa daerah hanya dipakai pada sekolah nonformal, terutama pada program pemberantasan buta aksara untuk orang dewasa,'' ucap Koichiro.
Peran daerah
Hal senada disampaikan Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Dendy Sugono dan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman di sela-sela Hari Bahasa Ibu Sedunia itu.
Dendy mengungkapkan, upaya promosi dan pelestarian bahasa ibu atau bahasa daerah di Indonesia perlu digalakkan pada level pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota.
''Dalam pelestarian bahasa, kewenangan berada pada pemerintah daerah untuk mengembangkannya hingga pada masyarakat setempat,'' ujarnya.
Menurut Dendy, langkah yang perlu dilakukan adalah merevitalisasi bahasa daerah dengan budaya yang ada pada daerah setempat.
''Sebagai contoh pemerintah daerah di Jawa dapat membudayakan lagi budaya macapatan. Demikian juga di Sumatra, masyarakat dan pemerintah setempat membudayakan tradisi berpantun,'' jelasnya.
Selain itu, lanjut Dendy, pengembangan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di Indonesia, juga dapat dilakukan dengan mengenalkan bahasa daerah kepada anak-anak sejak dini.
''Dalam hal ini, keluarga dan lingkungan masyarakat daerah setempat memiliki peran agar bahasa daerah setempat tidak punah,'' kata Dendy.
Arief Rachman menambahkan, untuk pelestarian bahasa ibu perlu upaya lain dengan cara mengajarkan lebih dari dua bahasa, di luar bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, anak-anak sekolah bisa mendapatkan pelajaran bahasa ibu, bahasa Indonesia dan bahasa asing.
''Di luar bahasa daerah dan bahasa Indonesia, ada pelajaran bahasa daerah lain dan bahasa asing. Tujuannya agar anak-anak dapat mudah berdialog antarbudaya dan antarbangsa. Baik dengan teman-teman di Indonesia maupun dengan bangsa lain.'' (SP/H-4)
Sumber: Media Indonesia, Kamis, 22 Februari 2007
No comments:
Post a Comment