Tuesday, February 20, 2007

Peluncuran Storygraph: Kionelle, Orang Indonesia di Lintas Konflik Irlandia

Kionelle McCalliston yang diperankan Christos Nikolau. [Foto: Istimewa]


Dunia buku di Indonesia mencatat peristiwa unik. Pemicunya adalah peluncuran novel berjudul Kionelle, The Avenue to Northern Ireland karya Rio Haminoto.

Novel itu menjadi unik bukan hanya karena jalinan kisahnya yang berkaitan dengan penderitaan warga Irlandia Utara. Bukan hanya karena menggambarkan perbenturan warga Irlandia Utara dengan Inggris.

Keunikan novel itu juga bukan karena penggunaan dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Novel itu menjadi unik karena melibatkan dunia musik dan foto. Beberapa foto sengaja disertakan dalam novel itu. Para modelnya menggambarkan tokoh-tokoh yang ada dalam novel tersebut.

Sebuah CD juga menjadi bagian tak terpisahkan dari novel. Isinya sembilan buah lagu yang diharapkan dapat memperkuat imajinasi pembaca saat mengikuti perjalanan hidup Kionelle. Kelompok Mangobuds malah sempat tampil membawakan lagu berjudul Saga yang terdapat dalam CD tersebut dalam peluncuran novel di Four Season Hotel Jakarta, Senin (19/2).

Rio Haminito dan "pasukannya" yang membantu penerbitan tersebut menyebut karyanya dengan istilah storygraph. "Saya mengartikan storygraph sebagai cerita bergambar. Atau mungkin gambar yang bercerita. Mas punya definisi lain setelah menikmati karya saya, silakan. Yang jelas saya ingin berkarya," katanya ringan.

Storygraph memang belum begitu dikenal di Indonesia. Rio pula yang pada 1998 mempopulerkan istilah storygraph lewat karya pertamanya yang berjudul Don Joviano. Seribu karyanya habis terjual dalam waktu singkat.

Konflik

Kionelle, The Avenue to Northern Ireland menggambarkan perjalanan hidup Kionelle McCalliston, pemuda berdarah Indonesia dan Irlandia yang lahir di Jakarta. Ibunya yang orang Indonesia meninggal saat melahirkannya.

Pemuda yang digambarkan ingin mencari jejak leluhurnya dari Irlandia kemudian meneruskan sekolah di The London School of Economic and Political Science di London. Di Londonlah ia bertemu dengan Ciara Basia, gadis pujaannya yang ternyata anggota Irish Republican Army (IRA), organisasi bersenjata warga Irlandia yang menentang Inggris.

Kisah cinta mereka membuat Kionelle bergabung dengan IRA. Rio Haminoto dengan detail menggambarkan alur hidup sang pemuda lengkap dengan penggambaran nama gedung, gereja dan tempat-tempat penting di Irlandia, Inggris dan beberapa tempat lain di Eropa.

Lalu mengapa Rio menulis soal yang berkaitan dengan kekerasan di negara lain? Bukankah di Indonesia juga begitu banyak bahan cerita yang berkaitan dengan kekerasan?

" Saya kebetulan dapat kesempatan sekolah di Amerika. Dalam banyak pertemuan saya merasakan betapa Indonesia sering digambarkan sebagai negara yang penuh praktik diskriminatif. Itu memang kenyataan. Tapi persoalannya ialah, di negara-negara maju pun sebenarnya banyak sekali kasus kekerasan dan praktik diskriminatif. Saya tertarik menulis kasus pertentangan di Irlandia maka saya tulis Kionelle," tambahnya.

Maka riset mengenai akar kekerasan di Irlandia Utara pun ia lalukan. Beberapa kali ia melakukan penelitian langsung ke sana.

Delapan tahun dibutuhkan sebelum Kionelle beredar. Tentu saja sebagian waktu itu dibutuhkan pula untuk mencari model bagi tokoh-tokoh yang ada dalam kisah itu. Christos Nikolau, warga negara Yunani terpilih untuk menjadi model pemeran Kionelle.

Ada pula nama Sierra Steinback dan Ayu Azhari. Konsentrasi pembaca yang tengah mengikuti aksi-aksi pengeboman Kionelle diharapkan semakin meningkat saat melihat foto Christos di dalam strorygraph itu.

Pongky Prasetyo, seorang musisi muda terpilih sebagai music director untuk proyek unik ini. Hasilnya, alunan lagu Perfect Love yang dibawakan Ary Padi hingga lagu No Love yang dibawakan Yoze Lembong. Begitulah, Kionelle memang bukan sekedar kisah yang melibatkan mata dan perasaan pembacanya. Telinga pun akan ikut bekerja saat membaca kekerasan yang terjadi di negara maju, di saat mengikuti perjalanan orang Indonesia di lintasan konflik Irlandia. [Pembaruan/Aa Sudirman]

Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 20 Februari 2007

No comments: