-- Bayu Arsiadhi
TAK dapat dimungkiri lagi, kita masyarakat yang hidup di era modern ini dianggap sebagai konsumen informasi. Bila kita lihat, semakin maraknya tayangan televisi yang bersaing menyajikan tips bagi pembeli dan lebih dari cukup saran harian tentang bagaimana cara dan langkah-langkah membeli suatu produk. Informasi yang disajikan kepada publik ini berdampak secara kuantitas; banyak kalangan yang cenderung puas untuk mendapatkan hasil maksimal dengan harga terendah. Untuk sebagian besar konsumen, harga adalah indikator cepat dan mudah.
Meskipun kualitas akan lebih sulit untuk dinilai, karena mesti menguraikan banyak unsur. Akan tetapi, harga saja tidak cukup untuk menjelaskan kualitas dari suatu item. Secara keseluruhan, kualitas biasanya berkaitan dengan umur panjang, efisiensi fungsi dan penampilan dari suatu produk. Walaupun sangat memungkinkan untuk menilai penampilan dan kegunaan, namun daya tahan suatu produk juga sulit untuk diprediksi.
Salah satu kriteria yang sering diabaikan, justru itu membantu ketika kita menilai suatu produk adalah suara. Tanpa disadari, banyak orang yang menyadari suara akan tetapi pada level tertentu informasi tersebut diabaikan. Sebagai contoh, sebagian besar dari kita pergi membeli barang untuk melihat, tidak untuk mendengarkan, ketika membeli rumah, sesungguhnya kita mendengarkan, apakah sadar atau tidak. Mencoba saluran air dan listrik, serta memeriksa segala sesuatu dengan teliti. Ketika berjalan di lantai, apakah suara terdengar ‘padat’? Jika mencoba berteriak dalam rumah, apakah suara terdengar ‘kosong’, ‘hangat’, ‘lembab’? Jadi, suara sangat memengaruhi keputusan kita dalam membeli rumah.
Bagi pembeli, suara mesin kendaran sangat penting dan hadir dalam cara yang lebih sistematis. Jika kita pernah melihat kartun, setelah menutup pintu mobil meskipun suara yang terdengar baik selang beberapa saat kemudian mobil berantakan? Ini disebabkan peluruhan suara mesin modern tidak terbaca bagi mereka yang non-teknisi, suara yang beroperasi adalah kunci ‘kesehatan’ kendaraan. Bayangkan lagi, kompor, kulkas, laptop atau blender, jika terjadi perubahan sekecil apapun pada suara, timbul rasa khawatir, lalu membawanya ke teknisi atau masa pakainya yang akan berakhir.
Di luar rumah, mobil dan perabot lainnya, kita penghuni dunia modern sangat minim untuk merespon suara ‘kehidupan’ dari suatu objek: produksi, penggunaan dan akhirnya kerusakan.
Ada beberapa kebudayaan yang masih memertimbangkan semua tahapan di atas, seperti Cina, suara yang jelas dan merdu dijadikan salah satu persyaratan bagi hasil produksi benda mereka. Mari kita lihat tembikar yang dibuat pada masa Dinasti Tang (618-907 Masehi). Tembikar ini dikenal karena integritas artistik dan teknis. Tembikar Tang juga dikenal karena lebih stabil, fungsional, dan memiliki dekorasi yang meriah.
Ternyata, musik di era Tang berkembang cepat dari segi kuantitas dan kecanggihan, ini juga disebabkan oleh adanya stimulasi dari budaya lain dan dana yang mencukupi dari pajak. Khasanah musik Tang merambah ke dunia internasional dan beberapa jenis musik yang secara resmi diakui berasal dari musik ini meliputi: musik Korea, Samarkand, Bohkara, Kashgar, India, Kucha dan Turfan, musik rakyat Cina, dan kombinasi antara gaya Cina dan Kucha. Pada awalnya, musik ini dimaksudkan untuk kaisar dan dipertunjukan oleh perempuan terlatih terutama yang mampu bernyanyi sekaligus memainkan kecapi. Ketika kaisar mulai jenuh dan mengusir mereka, gadis-gadis tersebut kemudian pergi untuk bekerja di kedai-kedai teh (nenek moyang dari geisha Jepang).
Dari latarbelakang budaya yang kaya akan kesadaran suara, mangkuk-teh dirancang khusus yang pada akhirnya menjadi karya adi luhung dengan mengedepankan proporsi antara suara dan visual. Jika diklasifikasi ke dalam instrumen musik, suara yang dipancarkan mangkuk-teh disesuaikan dengan sistem delapan-nada Cina (pa yin), serta memiliki nama yang berasal dari bahan-bahan pembuatannya: 1 bumi (tembikar) 2 batu 3 logam 4 kulit 5 kayu 6 bambu 7 labu 8 sutra. Dalam hal ini, masyarakat Cina memahami prinsip-prinsip akustik dan berkomitmen mengembangkan pengetahuan ini ke dalam keterampilan pembuatan tembikar. LuYu, pengrajin tembikar di era Tang meyakini bahwa porselen (tanah liat, kuarsa, batu orthoclase yang dibakar pada suhu 1200 0 C) adalah bahan dasar yang tepat untuk pembuatan mangkuk-teh, kriteria ini diduga karena kerapatan atau densitas tekstur cangkir akan menghasilkan suara yang merdu jika teh diseduh kedalam cangkir. Hipotesa ini diperkuat oleh hasil penelitian arkeolog Cina, William Willetts, mengatakan, ‘’Selama dinasti Tang cangkir ‘musikal’ ini merupakan cangkir paling digemari, disusun berdasarkan set dua belas nada, kemudian delapan yag disesuaikan dengan skala musik Cina’’.
Dengan demikian, kualitas mangkuk teh yang dicontohkan adalah interaksi halus dari pemanfaatan suara dan penampilan. Dalam budaya kita yang lebih mengkhususkan diri, jarang menjumpai bentuk, fungsi dan suara bertemu di benda sehari-hari. Suara cenderung menjadi produk sampingan suatu produk. Alhasil, tidak ada yang lebih menyenangkan kecuali minum kopi dengan cangkir ini! n
Bayu Arsiadhi, seorang musikolog dan tenaga pengajar di STSR. Bermastautin di Kota Bertuah Pekanbaru.
Sumber: Riau Pos, 3 Februari 2013 kali
TAK dapat dimungkiri lagi, kita masyarakat yang hidup di era modern ini dianggap sebagai konsumen informasi. Bila kita lihat, semakin maraknya tayangan televisi yang bersaing menyajikan tips bagi pembeli dan lebih dari cukup saran harian tentang bagaimana cara dan langkah-langkah membeli suatu produk. Informasi yang disajikan kepada publik ini berdampak secara kuantitas; banyak kalangan yang cenderung puas untuk mendapatkan hasil maksimal dengan harga terendah. Untuk sebagian besar konsumen, harga adalah indikator cepat dan mudah.
Meskipun kualitas akan lebih sulit untuk dinilai, karena mesti menguraikan banyak unsur. Akan tetapi, harga saja tidak cukup untuk menjelaskan kualitas dari suatu item. Secara keseluruhan, kualitas biasanya berkaitan dengan umur panjang, efisiensi fungsi dan penampilan dari suatu produk. Walaupun sangat memungkinkan untuk menilai penampilan dan kegunaan, namun daya tahan suatu produk juga sulit untuk diprediksi.
Salah satu kriteria yang sering diabaikan, justru itu membantu ketika kita menilai suatu produk adalah suara. Tanpa disadari, banyak orang yang menyadari suara akan tetapi pada level tertentu informasi tersebut diabaikan. Sebagai contoh, sebagian besar dari kita pergi membeli barang untuk melihat, tidak untuk mendengarkan, ketika membeli rumah, sesungguhnya kita mendengarkan, apakah sadar atau tidak. Mencoba saluran air dan listrik, serta memeriksa segala sesuatu dengan teliti. Ketika berjalan di lantai, apakah suara terdengar ‘padat’? Jika mencoba berteriak dalam rumah, apakah suara terdengar ‘kosong’, ‘hangat’, ‘lembab’? Jadi, suara sangat memengaruhi keputusan kita dalam membeli rumah.
Bagi pembeli, suara mesin kendaran sangat penting dan hadir dalam cara yang lebih sistematis. Jika kita pernah melihat kartun, setelah menutup pintu mobil meskipun suara yang terdengar baik selang beberapa saat kemudian mobil berantakan? Ini disebabkan peluruhan suara mesin modern tidak terbaca bagi mereka yang non-teknisi, suara yang beroperasi adalah kunci ‘kesehatan’ kendaraan. Bayangkan lagi, kompor, kulkas, laptop atau blender, jika terjadi perubahan sekecil apapun pada suara, timbul rasa khawatir, lalu membawanya ke teknisi atau masa pakainya yang akan berakhir.
Di luar rumah, mobil dan perabot lainnya, kita penghuni dunia modern sangat minim untuk merespon suara ‘kehidupan’ dari suatu objek: produksi, penggunaan dan akhirnya kerusakan.
Ada beberapa kebudayaan yang masih memertimbangkan semua tahapan di atas, seperti Cina, suara yang jelas dan merdu dijadikan salah satu persyaratan bagi hasil produksi benda mereka. Mari kita lihat tembikar yang dibuat pada masa Dinasti Tang (618-907 Masehi). Tembikar ini dikenal karena integritas artistik dan teknis. Tembikar Tang juga dikenal karena lebih stabil, fungsional, dan memiliki dekorasi yang meriah.
Ternyata, musik di era Tang berkembang cepat dari segi kuantitas dan kecanggihan, ini juga disebabkan oleh adanya stimulasi dari budaya lain dan dana yang mencukupi dari pajak. Khasanah musik Tang merambah ke dunia internasional dan beberapa jenis musik yang secara resmi diakui berasal dari musik ini meliputi: musik Korea, Samarkand, Bohkara, Kashgar, India, Kucha dan Turfan, musik rakyat Cina, dan kombinasi antara gaya Cina dan Kucha. Pada awalnya, musik ini dimaksudkan untuk kaisar dan dipertunjukan oleh perempuan terlatih terutama yang mampu bernyanyi sekaligus memainkan kecapi. Ketika kaisar mulai jenuh dan mengusir mereka, gadis-gadis tersebut kemudian pergi untuk bekerja di kedai-kedai teh (nenek moyang dari geisha Jepang).
Dari latarbelakang budaya yang kaya akan kesadaran suara, mangkuk-teh dirancang khusus yang pada akhirnya menjadi karya adi luhung dengan mengedepankan proporsi antara suara dan visual. Jika diklasifikasi ke dalam instrumen musik, suara yang dipancarkan mangkuk-teh disesuaikan dengan sistem delapan-nada Cina (pa yin), serta memiliki nama yang berasal dari bahan-bahan pembuatannya: 1 bumi (tembikar) 2 batu 3 logam 4 kulit 5 kayu 6 bambu 7 labu 8 sutra. Dalam hal ini, masyarakat Cina memahami prinsip-prinsip akustik dan berkomitmen mengembangkan pengetahuan ini ke dalam keterampilan pembuatan tembikar. LuYu, pengrajin tembikar di era Tang meyakini bahwa porselen (tanah liat, kuarsa, batu orthoclase yang dibakar pada suhu 1200 0 C) adalah bahan dasar yang tepat untuk pembuatan mangkuk-teh, kriteria ini diduga karena kerapatan atau densitas tekstur cangkir akan menghasilkan suara yang merdu jika teh diseduh kedalam cangkir. Hipotesa ini diperkuat oleh hasil penelitian arkeolog Cina, William Willetts, mengatakan, ‘’Selama dinasti Tang cangkir ‘musikal’ ini merupakan cangkir paling digemari, disusun berdasarkan set dua belas nada, kemudian delapan yag disesuaikan dengan skala musik Cina’’.
Dengan demikian, kualitas mangkuk teh yang dicontohkan adalah interaksi halus dari pemanfaatan suara dan penampilan. Dalam budaya kita yang lebih mengkhususkan diri, jarang menjumpai bentuk, fungsi dan suara bertemu di benda sehari-hari. Suara cenderung menjadi produk sampingan suatu produk. Alhasil, tidak ada yang lebih menyenangkan kecuali minum kopi dengan cangkir ini! n
Bayu Arsiadhi, seorang musikolog dan tenaga pengajar di STSR. Bermastautin di Kota Bertuah Pekanbaru.
Sumber: Riau Pos, 3 Februari 2013 kali
No comments:
Post a Comment