SEORANG seniman Prancis, Dr Catherine Bassett, tertarik untuk menggali kebudayaan komunitas lereng Gunung Merapi di Kabupaten Magelang untuk disebarluaskan ke negaranya dan memperkaya materi kuliah yang diampunya di Institut National des Langues et Civilisations Orientales (Inalco).
"Banyak kegiatan kesenian dan kebudayaan di Merapi yang menyatu dalam kehidupan masyarakat, menarik untuk dipelajari dan disebarluaskan kepada masyarakat luas," katanya di Magelang kemarin.
Selama sekitar 1,5 bulan ia akan tinggal di desa itu dengan menginap di Sanggar Bangun Budaya, Desa Sumber, yang dikelola seniman muda kawasan lereng barat Gunung Merapi, Untung Pribadi.
Ia mengaku mendapat informasi awal tentang berbagai kegiatan budaya kawasan barat Gunung Merapi dari internet. Selain itu, beberapa waktu lalu ia menyempatkan diri menyaksikan agenda budaya khusus untuk anak-anak bertajuk "Tlatah Bocah" yang dipelopori seorang pegiat sosial budaya dari kota Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Gunawan Julianto, yang antara lain berlangsung di desa setempat.
Catherine atau dikenal dengan panggilan Kati, bergelar doktor etnomusikologi lulusan Universitas Paris X, Prancis, adalah pengajar tidak tetap di Inalco, terutama untuk mata kuliah seni, kosmologi, dan ritus Asia Tenggara, serta budaya Jawa.
Kati juga menjadi anggota lepas Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS) Prancis untuk tim besar Asia Tenggara dan tim kecil tentang etnopuisi.
"Antara ritus desa dan kesenian, kegiatan muda-mudi, dan kesuburan alam masih tetap dijaga oleh komunitas di sini se-bagai `badan kolektif`," katanya.
Ia menyatakan ketertarikan untuk mendalami pengetahuan tentang kehidupan komunitas, pengelolaan kesenian tradisional, dan adat istiadat yang masih dijalani masyarakat desa di kawasan Gunung Merapi.
"Letusan Merapi pada 2010 memang sempat membuat warga mengungsi. Akan tetapi, peristiwa itu tidak membuat warga menjadi individualis. Mereka ingin kembali ke kampungnya untuk menjalani kehidupan berkomunitasnya," katanya.
Pengelola Sanggar Bangun Budaya Desa Sumber, Untung Pribadi, mengatakan, Kati akan mengikuti berbagai kegiatan keseharian masyarakat setempat baik dalam berolah kesenian maupun menjalani tradisi budaya.
"Barangkali apa yang diperolehnya selama di sini bisa memperkaya dia untuk menciptakan karya seni di negara asalnya ataupun untuk berbagi antarkebudayaan dengan masyarakat di negara asalnya," katanya. (WEM FAUZI)
Sumber: Suara Karya, Jumat, 8 Februari 2013
"Banyak kegiatan kesenian dan kebudayaan di Merapi yang menyatu dalam kehidupan masyarakat, menarik untuk dipelajari dan disebarluaskan kepada masyarakat luas," katanya di Magelang kemarin.
Selama sekitar 1,5 bulan ia akan tinggal di desa itu dengan menginap di Sanggar Bangun Budaya, Desa Sumber, yang dikelola seniman muda kawasan lereng barat Gunung Merapi, Untung Pribadi.
Ia mengaku mendapat informasi awal tentang berbagai kegiatan budaya kawasan barat Gunung Merapi dari internet. Selain itu, beberapa waktu lalu ia menyempatkan diri menyaksikan agenda budaya khusus untuk anak-anak bertajuk "Tlatah Bocah" yang dipelopori seorang pegiat sosial budaya dari kota Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Gunawan Julianto, yang antara lain berlangsung di desa setempat.
Catherine atau dikenal dengan panggilan Kati, bergelar doktor etnomusikologi lulusan Universitas Paris X, Prancis, adalah pengajar tidak tetap di Inalco, terutama untuk mata kuliah seni, kosmologi, dan ritus Asia Tenggara, serta budaya Jawa.
Kati juga menjadi anggota lepas Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS) Prancis untuk tim besar Asia Tenggara dan tim kecil tentang etnopuisi.
"Antara ritus desa dan kesenian, kegiatan muda-mudi, dan kesuburan alam masih tetap dijaga oleh komunitas di sini se-bagai `badan kolektif`," katanya.
Ia menyatakan ketertarikan untuk mendalami pengetahuan tentang kehidupan komunitas, pengelolaan kesenian tradisional, dan adat istiadat yang masih dijalani masyarakat desa di kawasan Gunung Merapi.
"Letusan Merapi pada 2010 memang sempat membuat warga mengungsi. Akan tetapi, peristiwa itu tidak membuat warga menjadi individualis. Mereka ingin kembali ke kampungnya untuk menjalani kehidupan berkomunitasnya," katanya.
Pengelola Sanggar Bangun Budaya Desa Sumber, Untung Pribadi, mengatakan, Kati akan mengikuti berbagai kegiatan keseharian masyarakat setempat baik dalam berolah kesenian maupun menjalani tradisi budaya.
"Barangkali apa yang diperolehnya selama di sini bisa memperkaya dia untuk menciptakan karya seni di negara asalnya ataupun untuk berbagi antarkebudayaan dengan masyarakat di negara asalnya," katanya. (WEM FAUZI)
Sumber: Suara Karya, Jumat, 8 Februari 2013
No comments:
Post a Comment