Hasil survei KPAI terhadap 4.500 responden yang terdiri dari pelajar SMP dan SMA menyebutkan 97% di antara mereka mengakses situs porno.
KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) mengungkapkan sebanyak 64 juta masyarakat Indonesia ialah pengguna internet. Sekitar 80% dari jumlah tersebut berada dalam rasio usia 15 hingga 30 tahun.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Bidang Teknologi Kalamullah Ramli mengungkapkan tingginya aksesibilitas bagaikan dua sisi mata pedang. "Di satu sisi bisa sangat menguntungkan dari segi kemudahan informasi, di sisi lain juga menyimpan banyak hal negatif seperti pelecehan, pornografi, serta penipuan," ujar Kalamullah saat ditemui dalam seminar bertema Internet sehat aman (Insan) di Hotel Millennium Jakarta, kemarin.
Menurut dia, anak-anak usia sekolah bisa dinyatakan sebagai generasi yang paling rentan.
Hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota besar Indonesia pada 2012 menyebutkan 97% dari mereka yang disurvei mengaku pernah mengakses situs porno. Sebanyak 90,27% pelajar yang diteliti tersebut sudah pernah berciuman, berhubungan seks tanpa penetrasi (petting), dan melakukan oral seks. Lebih lanjut, 61% responden pelajar SMP pernah melakukan hubungan seks dan 21,2% siswa SMA pernah melakukan aborsi.
"Data ini ditambah penelitian sebuah organisasi anak di Jabodetabek, bahwasanya hingga 2012 tercatat sebanyak 85% responden dari total sampling dengan rasio usia 9 hingga 25 tahun pernah mengakses situs pornografi," papar Kalamullah.
Gerakan Insan
Kenyataan itulah, menurut Kalamullah, yang melatarbelakangi Kemenkominfo mengadakan gerakan Insan. "Pada dasarnya ini merupakan gerakan yang dibangun untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif internet. Sasaran kita ialah para guru sekolah serta orangtua sebagai pembimbing."
Salah satu upayanya ialah diimplementasikan dalam seminar dan sosialisasi ke sekolah-sekolah. "Seperti hari ini kita mengundang para murid, guru SD, SMP, SMA dan para orangtua yang berdomisili di Jakarta dalam seminar Insan," ujar Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo Mariam Barata dalam kesempatan yang sama.
Upaya penyadaran serupa, menurut Mariam, juga dilakukan Kemenkominfo di 33 provinsi di Indonesia. "Kita merangkul segenap sekolah-sekolah terkait, untuk membangun kesadaran berinternet secara sehat. Ini sudah kita lakukan sejak 2009 silam dan sudah menjangkau ke setiap daerah," ujar Mariam.
Guru SMAN 28 Jakarta Muhammad Arief mengaku sangat mengambil manfaat pada upaya edukasi yang dilakukan Kemenkominfo tersebut. "Kalau dari data yang disampaikan, betapa dampak buruk internet begitu mengancam generasi muda. Karena itu, saya sebagai pengajar sangat mengapresiasi peran edukasi yang diambil Kemenkominfo," ujarnya.
Masalah yang saat ini juga kerap dialami para pengajar, menurut Arief, ialah plagiarisme. "Anak-anak menjadi malas mengerjakan sendiri tugas-tugasnya akibat internet karena sudah amat gampang mengopi hasil kerja orang melalui Google," jelas Arief.
Alih-alih menajamkan analisis sendiri, lanjut Arief, kebanyakan mereka lebih termotivasi menyontek akibat kemudahan yang ditawarkan internet. Untuk solusi tersebut, perusahaan IT global Google menawarkan solusi berupa Google Note.
"Ini semacam software document seperti Microsoft Word. Namun, kelebihannya akan bisa mendeteksi hasil tulisan yang disalin begitu saja dari internet," jelas Kepala Kebijakan Publik Google Inc Shinto Nugroho.(Soraya Bunga Larasati/H-1)
Sumber: Media Indonesia, Selasa,19 Februari 2013
KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) mengungkapkan sebanyak 64 juta masyarakat Indonesia ialah pengguna internet. Sekitar 80% dari jumlah tersebut berada dalam rasio usia 15 hingga 30 tahun.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Bidang Teknologi Kalamullah Ramli mengungkapkan tingginya aksesibilitas bagaikan dua sisi mata pedang. "Di satu sisi bisa sangat menguntungkan dari segi kemudahan informasi, di sisi lain juga menyimpan banyak hal negatif seperti pelecehan, pornografi, serta penipuan," ujar Kalamullah saat ditemui dalam seminar bertema Internet sehat aman (Insan) di Hotel Millennium Jakarta, kemarin.
Menurut dia, anak-anak usia sekolah bisa dinyatakan sebagai generasi yang paling rentan.
Hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota besar Indonesia pada 2012 menyebutkan 97% dari mereka yang disurvei mengaku pernah mengakses situs porno. Sebanyak 90,27% pelajar yang diteliti tersebut sudah pernah berciuman, berhubungan seks tanpa penetrasi (petting), dan melakukan oral seks. Lebih lanjut, 61% responden pelajar SMP pernah melakukan hubungan seks dan 21,2% siswa SMA pernah melakukan aborsi.
"Data ini ditambah penelitian sebuah organisasi anak di Jabodetabek, bahwasanya hingga 2012 tercatat sebanyak 85% responden dari total sampling dengan rasio usia 9 hingga 25 tahun pernah mengakses situs pornografi," papar Kalamullah.
Gerakan Insan
Kenyataan itulah, menurut Kalamullah, yang melatarbelakangi Kemenkominfo mengadakan gerakan Insan. "Pada dasarnya ini merupakan gerakan yang dibangun untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif internet. Sasaran kita ialah para guru sekolah serta orangtua sebagai pembimbing."
Salah satu upayanya ialah diimplementasikan dalam seminar dan sosialisasi ke sekolah-sekolah. "Seperti hari ini kita mengundang para murid, guru SD, SMP, SMA dan para orangtua yang berdomisili di Jakarta dalam seminar Insan," ujar Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo Mariam Barata dalam kesempatan yang sama.
Upaya penyadaran serupa, menurut Mariam, juga dilakukan Kemenkominfo di 33 provinsi di Indonesia. "Kita merangkul segenap sekolah-sekolah terkait, untuk membangun kesadaran berinternet secara sehat. Ini sudah kita lakukan sejak 2009 silam dan sudah menjangkau ke setiap daerah," ujar Mariam.
Guru SMAN 28 Jakarta Muhammad Arief mengaku sangat mengambil manfaat pada upaya edukasi yang dilakukan Kemenkominfo tersebut. "Kalau dari data yang disampaikan, betapa dampak buruk internet begitu mengancam generasi muda. Karena itu, saya sebagai pengajar sangat mengapresiasi peran edukasi yang diambil Kemenkominfo," ujarnya.
Masalah yang saat ini juga kerap dialami para pengajar, menurut Arief, ialah plagiarisme. "Anak-anak menjadi malas mengerjakan sendiri tugas-tugasnya akibat internet karena sudah amat gampang mengopi hasil kerja orang melalui Google," jelas Arief.
Alih-alih menajamkan analisis sendiri, lanjut Arief, kebanyakan mereka lebih termotivasi menyontek akibat kemudahan yang ditawarkan internet. Untuk solusi tersebut, perusahaan IT global Google menawarkan solusi berupa Google Note.
"Ini semacam software document seperti Microsoft Word. Namun, kelebihannya akan bisa mendeteksi hasil tulisan yang disalin begitu saja dari internet," jelas Kepala Kebijakan Publik Google Inc Shinto Nugroho.(Soraya Bunga Larasati/H-1)
Sumber: Media Indonesia, Selasa,19 Februari 2013
No comments:
Post a Comment