-- Doddy Hidayatullah
FESTIVAL Lima Gunung merupakan perayaan kesenian yang digelar setiap tahun oleh Komunitas Lima Gunung. Festival ini menampilkan berbagai jenis kesenian tradisional yang berpadu dengan kesenian modern.
Pelaksananya adalah masyarakat petani yang bermukim di kaki atau lereng lima gunung di Kabupaten Magelang, yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Menoreh, dan Gunung Sumbing.
Pada tahun 2010, festival ini telah berlangsung sembilan kali sejak tahun 2002. Dari tahun ke tahun, sampai sekarang, Festival Lima Gunung tampaknya semakin meriah dan semakin mendunia. Melalui ajang itu para petani bisa memamerkan kemampuannya berakting di pentas drama dan pertunjukan menarik lainnya.
Menurut sebuah sumber, Komunitas Lima Gunung dipelopori oleh seorang seniman dari Desa Mendut bernama Sutanto yang kemudian dikenal dengan nama Tanto Mendut. Komunitas tersebut melibatkan beberapa pemimpin dan tokoh berbagai komunitas kesenian yang berada di lereng lima gunung itu.
Tanto Mendut melihat bahwa kesenian tradisi akan hidup dan berkembang kalau ada yang bersedia mengembangkannya. Di ajang Festival Lima Gunung, kita dapat melihat bagaimana para petani tampak berbeda dari kesehariannya. Petani yang biasanya pergi ke sawah itu, kini menari, melukis, atau memainkan musik. Mereka adalah anggota dari kelompok-kelompok kesenian yang menjadi bagian dari Komunitas Lima Gunung.
Para petani seniman itu tergabung dalam komunitas kesenian di wilayah masing-masing. Komunitas tempat mereka bergiat, yaitu Padepokan Cipto Budoyo, Komunitas Teaterikal Gadung Melati, Kelompok Seni Topeng Ireng, Kelompok Kesenian Wargo Budoyo, Kelompok Bekso Turangga Muda, dan Cahyo Budoyo Sumbing.
Festival Lima Gunung berlangsung selama seminggu. Acara pembukaan dipusatkan di tempat tertentu. Kemudian masing-masing komunitas akan menggelar pentas kesenian di daerahnya dengan jadwal yang berbeda. Pada saat penutupan, seluruh komunitas akan berkumpul Studio Mendut untuk pentas penutupan.
Festival Lima Gunung tampaknya benar-benar merupakan gerakan kesenian rakyat. Melalui festival inilah rakyat kecil turut berperan dalam mengisi lembar-lembar kekayaan budaya Indonesia.
Pementasan yang mereka lakukan memancarkan kesederhanaan sebagai masyarakat petani. Kesederhanaan itu bahkan terlihat secara kasat mata lewat panggung pementasan.
Konsep panggung dalam festival ini memang tidak seperti biasanya. Panggung hanya berupa ruang terbuka di pelataran depan atau belakang rumah. Panggung yang terbuka tersebut memberikan kesan meleburnya kesenian dengan masyarakat setempat.
Kesadaran di dalam dan di luar panggung itu tetap terjaga, bahwa seniman adalah bagian dari masyarakat sekitarnya. Kesadaran tersebut menginspirasi mereka untuk menjadikan kesenian sebagai ruang menyuarakan persoalan-persoalan masyarakat bawah. Lagi pula, para seniman Komunitas Lima Gunung adalah rakyat biasa. Mereka turut merasakan persoalan tersebut dan mewujudkan keresahan mereka melalui ekspresi seni.
Ada kekhasan dari beberapa tarian yang disuguhkan festival ini, yaitu gerakan para penari yang lincah. Misalnya terlihat pada tarian Topeng Ireng, Kuda Lumping, atau Solah Kiprah.
Dalam ketiga tarian yang dilakukan secara berkelompok ini muncul suasana gembira. Melalui tarian-tarian ini, para penari seperti hendak mengabarkan kepada dunia tentang kegembiraan hidup, meski mereka terhimpit berbagai persoalan.
Kaum perempuan juga tak mau kalah dalam Festival Lima Gunung ini. Lihat saja bagaimana lincahnya mereka menari "Solah Kiprah". Para perempuan itu tergabung dalam Kelompok Fatma Budaya dari Magelang. Sebagaimana seniman laki-laki di ajang festival ini, para perempuan itu adalah orang kebanyakan. Sehari-hari mereka berada di dapur. Namun, melalui tarian ini mereka dihargai bukan cuma sebagai ibu rumah tangga. Mereka adalah penjaga penjaga kesenian tradisi.
Lokasi pertunjukan seni Festival Lima Gunung tersebar di beberapa daerah tempat komunitas itu berada. Kadang lokasinya tidak sama setiap acara ini digelar. Namun, koordinasi dan informasi Festival Lima Gunung terpusat di Studio Mendut pimpinan Tanto Mendut. Studio Mendut berada di Jl. Mendut No. 1, Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Untuk mengetahui informasi waktu dan tempat pelaksanaan Festival Lima Gunung, sebaiknya Anda berkunjung ke Studio Mendut. Akses menuju ke sana sangat mudah. Anda dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
Jika berangkat dari Yogyakarta, Anda bisa naik bus jurusan Yogyakarta-Magelang dari Terminal Giwangan atau Terminal Jombor, turun di Magelang. Tepatnya di Pertigaan Palbapang (pertigaan ke arah ke Candi Borobudur). Ongkos bus Yogyakarta-Magelang relatif murah.
Selanjutnya jika dari arah Semarang, Salatiga, Magelang, Wonosobo, ataupun Temanggung Anda bisa berhenti (turun) di Terminal Tidar, Magelang. Dari kedua terminal tersebut perjalanan dilanjutkan dengan bus jurusan Magelang-Yogyakarta, turun di Pertigaan Palbapang (pertigaan ke arah Candi Borobudur).
Dari Pertigaan Palbapang, perjalanan dilanjutkan dengan bus jurusan Muntilan-Borobudur, turun di Studio Tanto Mendut. Studio ini berjarak sekira 400 m dari Candi Mendut. Jika Anda kebingungan, Anda dapat turun di Candi Mendut dan bertanya pada masyarakat sekitar. Nama Tanto Mendut cukup dikenal di daerah ini.
Atau, Anda yang berangkat dari Yogyakarta boleh pula turun di Terminal Muntilan. Dari Terminal Muntilan perjalanan dilanjutkan dengan bus jurusan Muntilan-Borobudur.
Selain menyaksikan pentas kesenian yang menjadi rangkaian acara Festival Lima Gunung, Anda dapat mengunjungi berbagai obyek wisata yang berdekatan dengan lokasi pementasan atau yang berdekatan dengan Studio Mendut. Obyek wisata yang dapat Anda kunjungi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Puncak Suroloyo, dan obyek wisata lainnya.
Selain itu, Anda juga dapat mencicipi makanan yang menjadi andalan restoran di sekitar obyek wisata, membeli oleh-oleh dan membeli berbagai barang kerajinan. Disekitar tempat pergelaran Festival Lima Gunung juga terdapat hotel dan tempat penginapan.
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 9 Juni 2012
FESTIVAL Lima Gunung merupakan perayaan kesenian yang digelar setiap tahun oleh Komunitas Lima Gunung. Festival ini menampilkan berbagai jenis kesenian tradisional yang berpadu dengan kesenian modern.
Pelaksananya adalah masyarakat petani yang bermukim di kaki atau lereng lima gunung di Kabupaten Magelang, yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Menoreh, dan Gunung Sumbing.
Pada tahun 2010, festival ini telah berlangsung sembilan kali sejak tahun 2002. Dari tahun ke tahun, sampai sekarang, Festival Lima Gunung tampaknya semakin meriah dan semakin mendunia. Melalui ajang itu para petani bisa memamerkan kemampuannya berakting di pentas drama dan pertunjukan menarik lainnya.
Menurut sebuah sumber, Komunitas Lima Gunung dipelopori oleh seorang seniman dari Desa Mendut bernama Sutanto yang kemudian dikenal dengan nama Tanto Mendut. Komunitas tersebut melibatkan beberapa pemimpin dan tokoh berbagai komunitas kesenian yang berada di lereng lima gunung itu.
Tanto Mendut melihat bahwa kesenian tradisi akan hidup dan berkembang kalau ada yang bersedia mengembangkannya. Di ajang Festival Lima Gunung, kita dapat melihat bagaimana para petani tampak berbeda dari kesehariannya. Petani yang biasanya pergi ke sawah itu, kini menari, melukis, atau memainkan musik. Mereka adalah anggota dari kelompok-kelompok kesenian yang menjadi bagian dari Komunitas Lima Gunung.
Para petani seniman itu tergabung dalam komunitas kesenian di wilayah masing-masing. Komunitas tempat mereka bergiat, yaitu Padepokan Cipto Budoyo, Komunitas Teaterikal Gadung Melati, Kelompok Seni Topeng Ireng, Kelompok Kesenian Wargo Budoyo, Kelompok Bekso Turangga Muda, dan Cahyo Budoyo Sumbing.
Festival Lima Gunung berlangsung selama seminggu. Acara pembukaan dipusatkan di tempat tertentu. Kemudian masing-masing komunitas akan menggelar pentas kesenian di daerahnya dengan jadwal yang berbeda. Pada saat penutupan, seluruh komunitas akan berkumpul Studio Mendut untuk pentas penutupan.
Festival Lima Gunung tampaknya benar-benar merupakan gerakan kesenian rakyat. Melalui festival inilah rakyat kecil turut berperan dalam mengisi lembar-lembar kekayaan budaya Indonesia.
Pementasan yang mereka lakukan memancarkan kesederhanaan sebagai masyarakat petani. Kesederhanaan itu bahkan terlihat secara kasat mata lewat panggung pementasan.
Konsep panggung dalam festival ini memang tidak seperti biasanya. Panggung hanya berupa ruang terbuka di pelataran depan atau belakang rumah. Panggung yang terbuka tersebut memberikan kesan meleburnya kesenian dengan masyarakat setempat.
Kesadaran di dalam dan di luar panggung itu tetap terjaga, bahwa seniman adalah bagian dari masyarakat sekitarnya. Kesadaran tersebut menginspirasi mereka untuk menjadikan kesenian sebagai ruang menyuarakan persoalan-persoalan masyarakat bawah. Lagi pula, para seniman Komunitas Lima Gunung adalah rakyat biasa. Mereka turut merasakan persoalan tersebut dan mewujudkan keresahan mereka melalui ekspresi seni.
Ada kekhasan dari beberapa tarian yang disuguhkan festival ini, yaitu gerakan para penari yang lincah. Misalnya terlihat pada tarian Topeng Ireng, Kuda Lumping, atau Solah Kiprah.
Dalam ketiga tarian yang dilakukan secara berkelompok ini muncul suasana gembira. Melalui tarian-tarian ini, para penari seperti hendak mengabarkan kepada dunia tentang kegembiraan hidup, meski mereka terhimpit berbagai persoalan.
Kaum perempuan juga tak mau kalah dalam Festival Lima Gunung ini. Lihat saja bagaimana lincahnya mereka menari "Solah Kiprah". Para perempuan itu tergabung dalam Kelompok Fatma Budaya dari Magelang. Sebagaimana seniman laki-laki di ajang festival ini, para perempuan itu adalah orang kebanyakan. Sehari-hari mereka berada di dapur. Namun, melalui tarian ini mereka dihargai bukan cuma sebagai ibu rumah tangga. Mereka adalah penjaga penjaga kesenian tradisi.
Lokasi pertunjukan seni Festival Lima Gunung tersebar di beberapa daerah tempat komunitas itu berada. Kadang lokasinya tidak sama setiap acara ini digelar. Namun, koordinasi dan informasi Festival Lima Gunung terpusat di Studio Mendut pimpinan Tanto Mendut. Studio Mendut berada di Jl. Mendut No. 1, Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
Untuk mengetahui informasi waktu dan tempat pelaksanaan Festival Lima Gunung, sebaiknya Anda berkunjung ke Studio Mendut. Akses menuju ke sana sangat mudah. Anda dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
Jika berangkat dari Yogyakarta, Anda bisa naik bus jurusan Yogyakarta-Magelang dari Terminal Giwangan atau Terminal Jombor, turun di Magelang. Tepatnya di Pertigaan Palbapang (pertigaan ke arah ke Candi Borobudur). Ongkos bus Yogyakarta-Magelang relatif murah.
Selanjutnya jika dari arah Semarang, Salatiga, Magelang, Wonosobo, ataupun Temanggung Anda bisa berhenti (turun) di Terminal Tidar, Magelang. Dari kedua terminal tersebut perjalanan dilanjutkan dengan bus jurusan Magelang-Yogyakarta, turun di Pertigaan Palbapang (pertigaan ke arah Candi Borobudur).
Dari Pertigaan Palbapang, perjalanan dilanjutkan dengan bus jurusan Muntilan-Borobudur, turun di Studio Tanto Mendut. Studio ini berjarak sekira 400 m dari Candi Mendut. Jika Anda kebingungan, Anda dapat turun di Candi Mendut dan bertanya pada masyarakat sekitar. Nama Tanto Mendut cukup dikenal di daerah ini.
Atau, Anda yang berangkat dari Yogyakarta boleh pula turun di Terminal Muntilan. Dari Terminal Muntilan perjalanan dilanjutkan dengan bus jurusan Muntilan-Borobudur.
Selain menyaksikan pentas kesenian yang menjadi rangkaian acara Festival Lima Gunung, Anda dapat mengunjungi berbagai obyek wisata yang berdekatan dengan lokasi pementasan atau yang berdekatan dengan Studio Mendut. Obyek wisata yang dapat Anda kunjungi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Puncak Suroloyo, dan obyek wisata lainnya.
Selain itu, Anda juga dapat mencicipi makanan yang menjadi andalan restoran di sekitar obyek wisata, membeli oleh-oleh dan membeli berbagai barang kerajinan. Disekitar tempat pergelaran Festival Lima Gunung juga terdapat hotel dan tempat penginapan.
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 9 Juni 2012
No comments:
Post a Comment