Friday, September 30, 2011

Mitos September Kelam

-- Abu Su’ud

PENULIS bukan orang yang meyakini kebenaran adanya hari-hari tertentu yang dianggap sebagai hari atau bulan sial sehingga artikel ini tidak untuk meyakinkan orang lain bahwa September adalah bulan penuh kesialan. Semua itu tidak lain hanya sebuah catatan akhir September 2011, kebetulan bersesuaian dengan Syawal, ketika umat Islam merayakan Hari Kemenangan atau Idul Fitri setelah menjalani masa berpantang atau upawasa selama Ramadan.

Meskipun demikian tidak dimungkiri bahwa dalam sejarah masa lalu pada bulan September beberapa negara mengalami hari sial atau hari berkabung. Tiap tahun mereka menaikkan bendera setengah tiang untuk memperingatinya. Orang Israel misalnya, mengenal The Black September, berkaitan dengan pembunuhan atletnya dalam acara perhelatan olahraga sedunia, Olimpiade. Bangsa Amerika baru saja memperingati 5 tahun Tragedi 9/11.

Peristiwa 9/11 memicu penyerbuan pasukan Sekutu ke negeri Saddam Hussien dan juga Afghanistan, yang dianggap tempat persembunyian Usamah bin Ladin. Tragedi di New York itu terjadi pada 11 September 2006, dan kebetulan angka 911 merupakan kode pertolongan darurat bagi negara Amerika karena merupakan nomor telepon instansi pertolongan darurat.

Selama 30 tahun bangsa Indonesia pun selalu memperingati peristiwa G30S/ PKI yang memakan korban perwira militer yang dikenal anti-PKI dan kritis terhadap Bung Karno. Ketujuh korban yang disebut Pahlawan Revolusi menjadi tumbal dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Tragedi itu juga terjadi dalam bulan September, tepatnya tanggal 30 malam sampai dini hari esoknya.

Bung Karno lebih suka menyebutnya Gestok atau Gerakan 1 Oktober. Sejarah mencatat bahwa tragedi berdarah itu diikuti dengan pembunuhan ribuan anak-anak bangsa, dan Bung Karno menyebutnya revolusi telah memakan korban anak-anak bangsa. Lalu berita yang mengabarkan beberapa musibah transportasi air yang merenggut nyawa. Dalam masyarakat muslim ada keyakinan bahwa waktu dan tempat lahir, jodoh, ataupun cara serta tempat kematian seseorang, menjadi rahasia Allah. Manusia tidak bisa menentukan lebih dahulu.
Semacam Mitos

Adapun di kalangan masyarakat China ada semacam harapan tentang kelahiran dan kematian, yang tempatnya bisa dipilih. Kalau lahir sebaiknya di Suzhou karena ada sungai kecil nan indah; kalau sudah besar dan berpacaran sebaiknya mengunjungi dan bermain di Hangzhou karena ada danau yang elok; kalau mau makan pilihlah Guangzhou karena banyak koki yang sangat ahli; dan kalau mati pilihlah Liuzhou karena di sana ada jati bermutu untuk peti mati.
Konon menurut televisi, pembunuh paling utama manusia adalah serangan jantung dan stroke. Yang kedua adalah alat transportasi. Sekarang di Indonesia ada semacam mitos bahwa alat transportasi umum membuat penumnpang lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Esa. Sepanjang perjalanan mulut berkomat-kamit membaca doa, mohon keselamatan. Kenapa itu terjadi? Karena banyak alat transportasi umum tidak laik jalan, karena perlengkapan alat keselamatan tidak tersedia. Kalau penumpang akhirnya selamat sampai tujuan, pastilah itu sebuah kebetulan.

Malakul maut tak hanya menjemput manusia ketika dalam perjalanan, ia juga bisa datang ketika manusia tengah berdemonstrasi menuntut hak atas sadumuk bathuk sanyari bumi, lalu peluru petugas nyasar mencabut nyawa. Lebih celaka lagi kalau kematian atau musibah datang ketika manusia tengah memohon ampunan pada Tuhan. Tiba-tiba malakul maut datang dengan meletuskan bom. Kalau memang berniat bunuh diri, lakukan saja di tempat sepi, jangan mengajak orang lain mati atau cedera di rumah Allah.
Untungnya kepolisian kita sigap dan jeli mendeteksi sang pembawa bom itu. Dengan sigap pula bisa tahu pelakunya salah satu dari daftar pencarian orang (DPO-ini istilahnya aparat). Lalu Menko Polhukam mengatakan bahwa itu terjadi karena teroris ‘’mengambil inisiatif’’. Aparat keamanan tidak tahu karena teroris tidak berkomunikasi sehingga aparat pun tidak bisa mengantisipasi aksi teroris. Semoga bulan Oktober tidak lagi kelam. (10)

Abu Su’ud, sejarawan, guru besar emiritus Unnes, guru besar IKIP PGRI Semarang

Sumber: Suara Merdeka, Jumat, 30 September 2011

No comments: