Data buku:
Ketika Bulan Terbelah (When The Moon Split), Jejak Biografi Nabi Muhammad
Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri
Alita Aksara Media, Depok,
I, September 2012
xiv+384 hlm.
KEBERHASILAN tidak lahir di ruang hampa. Ia merupakan buah kerja keras dan perjuangan yang tak kenal lelah, pantang menyerah menghadapi berbagai aral melintang. Aral yang tidak semata-mata bersifat bendawi mati, tetapi juga badani hidup.
Demikianlah jalan hidup para nabi sejak Adam hingga Muhammad. Mereka semua telah bekerja keras menyebarkan ajaran Tuhan, menyampaikan kebenaran, mengeluarkan manusia dari ?kegelapan? kepada ?cahaya terang-benderang?, dalam konteks ruang dan waktu masing-masing.
Epos mereka direkam dalam kitab-kitab suci, abadi di tangan para pengikut mereka hingga kini, terus-menerus hidup dan dihidupkan karena menjadi teladan ideal dalam kehidupan. Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri dalam buku ini menghadirkan epos dahsyat Nabi Muhammad, seorang nabi yang merupakan mata rantai para nabi dan rasul sebelumnya. Ketika Bulan Terbelah (When The Moon Split) menjadi gambaran dahsyat perjuangan beliau menyebarkan kebenaran di tengah masyarakat pagan-politeis padang pasir Jazirah Arab, dimulai dari Mekah dan berlanjut di Madinah, dua kota suci yang hingga kini tak pernah sepi, seperti Jerusalem di Palestina.
Bulan memang pernah terbelah pada masa Nabi Muhammad, demikianlah sejarah menginformasikan. Abdullah bin Mas?ud, yang dikenal juga dengan nama Ibnu Mas?ud, salah satu dari ?Abadilah Khamsah? (lima orang sahabat Nabi Muhammad yang bernama awal Abdullah), mengisahkan: orang-orang Quraisy Mekah meminta Nabi untuk memperlihatkan mukjizat kepada mereka, karena seperti yang mereka dengar dari cerita-cerita nenek moyang mereka, para nabi dan rasul terdahulu punya mukjizat yang diperlihatkan kepada kaumnya.
Nabi Muhammad lantas berdoa kepada Tuhan agar diberi mukjizat untuk diperlihatkan kepada mereka. Doa beliau dipenuhi: Nabi membelah bulan menjadi dua bagian. Setiap belahannya berada di dua sisi bukit Hira. ?Lihatlah bulan itu! Saksikanlah!? kata Nabi kepada orang-orang. Mereka pun menoleh ke arah bulan dan melihatnya, takjub. Tetapi, mereka malah menyebut itu sebagai sihir. Seorang dari mereka mengatakan, ?Mungkin Muhammad memantrai kita. Jadi, mari kita tunggu sampai beberapa musafir tiba di Mekah, dan menanyakan kepada mereka apakah mereka melihat sesuatu yang ajaib di tengah perjalanan mereka.?
Musafir atau kafilah niaga Quraisy yang tiba di Mekah beberapa hari kemudian pun segera mereka tanyai tentang terbelahnya bulan. Mereka menjawab bahwa mereka memang melihat terbelahnya bulan beberapa hari lalu, dalam perjalanan mereka. Ada begitu banyak orang yang menyaksikan bulan terbelah. Bukan hanya mereka yang ada bersama Nabi, tetapi juga para kafilah niaga di tengah perjalanan pulang mereka (hlm. 126-127).
Sebagian kita saat ini, seperti halnya mereka, bisa jadi bertanya-tanya, benarkah bulan terbelah? Ada yang meyakini tanpa tanggapan, ada yang menyebutnya mungkin saja terjadi tetapi dengan perspektif atau penafsiran yang berbeda, ada juga yang tidak mengakuinya sama sekali.
Al-Mubarakfuri dalam buku ini meyakini dan menyebutnya sebagai mukjizat luar biasa Nabi Muhammad, seperti mukjizat-mukjizat yang juga dimiliki para nabi dan rasul sebelumnya. Tetapi, ia tidak memfokuskan buku ini pada aspek itu saja. Jalan hidup Nabi Muhammad justru tidak kalah dahsyatnya dengan mukjizat terbelahnya bulan. Sejak menerima wahyu Tuhan, lalu menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat, berbagai reaksi keras bermunculan. Awalnya sebatas kata-kata celaan, hinaan, cemoohan dan cibiran. Semakin lama perlakuan buruk secara fisik, baik terhadap Nabi maupun para pengikutnya yang kian hari bertambah banyak.
Babak baru perjuangan Nabi dimulai di Madinah setelah hijrah dari Mekah. Peperangan demi peperangan dilalui beliau. Meskipun demikian, ini tidak berarti beliau mengabaikan pembangunan manusia. Dibandingkan waktu untuk perang, waktu untuk bersama umat jauh lebih banyak. Karena perang dilakukan hanya ketika musuh mengumandangkan perang.
Hingga wafat, capaian beliau sungguh luar biasa. Jazirah Arab berubah total. Yang tadinya bermayoritas pagan-politeis menjadi mayoritas monoteis. Hingga kini, hasil perjuangan beliau dapat dilihat di berbagai belahan dunia. Islam ada di mana-mana, hidup berdampingan dengan agama-agama lain. Bulan terbelah memang dahsyat, tetapi hanya dalam tempo 23 tahun Nabi membuat perubahan besar, ini juga tidak kalah dahsyat. Menarik dibaca.
Fajar Kurnianto, Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, Jakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 4 November 2012
Ketika Bulan Terbelah (When The Moon Split), Jejak Biografi Nabi Muhammad
Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri
Alita Aksara Media, Depok,
I, September 2012
xiv+384 hlm.
KEBERHASILAN tidak lahir di ruang hampa. Ia merupakan buah kerja keras dan perjuangan yang tak kenal lelah, pantang menyerah menghadapi berbagai aral melintang. Aral yang tidak semata-mata bersifat bendawi mati, tetapi juga badani hidup.
Demikianlah jalan hidup para nabi sejak Adam hingga Muhammad. Mereka semua telah bekerja keras menyebarkan ajaran Tuhan, menyampaikan kebenaran, mengeluarkan manusia dari ?kegelapan? kepada ?cahaya terang-benderang?, dalam konteks ruang dan waktu masing-masing.
Epos mereka direkam dalam kitab-kitab suci, abadi di tangan para pengikut mereka hingga kini, terus-menerus hidup dan dihidupkan karena menjadi teladan ideal dalam kehidupan. Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri dalam buku ini menghadirkan epos dahsyat Nabi Muhammad, seorang nabi yang merupakan mata rantai para nabi dan rasul sebelumnya. Ketika Bulan Terbelah (When The Moon Split) menjadi gambaran dahsyat perjuangan beliau menyebarkan kebenaran di tengah masyarakat pagan-politeis padang pasir Jazirah Arab, dimulai dari Mekah dan berlanjut di Madinah, dua kota suci yang hingga kini tak pernah sepi, seperti Jerusalem di Palestina.
Bulan memang pernah terbelah pada masa Nabi Muhammad, demikianlah sejarah menginformasikan. Abdullah bin Mas?ud, yang dikenal juga dengan nama Ibnu Mas?ud, salah satu dari ?Abadilah Khamsah? (lima orang sahabat Nabi Muhammad yang bernama awal Abdullah), mengisahkan: orang-orang Quraisy Mekah meminta Nabi untuk memperlihatkan mukjizat kepada mereka, karena seperti yang mereka dengar dari cerita-cerita nenek moyang mereka, para nabi dan rasul terdahulu punya mukjizat yang diperlihatkan kepada kaumnya.
Nabi Muhammad lantas berdoa kepada Tuhan agar diberi mukjizat untuk diperlihatkan kepada mereka. Doa beliau dipenuhi: Nabi membelah bulan menjadi dua bagian. Setiap belahannya berada di dua sisi bukit Hira. ?Lihatlah bulan itu! Saksikanlah!? kata Nabi kepada orang-orang. Mereka pun menoleh ke arah bulan dan melihatnya, takjub. Tetapi, mereka malah menyebut itu sebagai sihir. Seorang dari mereka mengatakan, ?Mungkin Muhammad memantrai kita. Jadi, mari kita tunggu sampai beberapa musafir tiba di Mekah, dan menanyakan kepada mereka apakah mereka melihat sesuatu yang ajaib di tengah perjalanan mereka.?
Musafir atau kafilah niaga Quraisy yang tiba di Mekah beberapa hari kemudian pun segera mereka tanyai tentang terbelahnya bulan. Mereka menjawab bahwa mereka memang melihat terbelahnya bulan beberapa hari lalu, dalam perjalanan mereka. Ada begitu banyak orang yang menyaksikan bulan terbelah. Bukan hanya mereka yang ada bersama Nabi, tetapi juga para kafilah niaga di tengah perjalanan pulang mereka (hlm. 126-127).
Sebagian kita saat ini, seperti halnya mereka, bisa jadi bertanya-tanya, benarkah bulan terbelah? Ada yang meyakini tanpa tanggapan, ada yang menyebutnya mungkin saja terjadi tetapi dengan perspektif atau penafsiran yang berbeda, ada juga yang tidak mengakuinya sama sekali.
Al-Mubarakfuri dalam buku ini meyakini dan menyebutnya sebagai mukjizat luar biasa Nabi Muhammad, seperti mukjizat-mukjizat yang juga dimiliki para nabi dan rasul sebelumnya. Tetapi, ia tidak memfokuskan buku ini pada aspek itu saja. Jalan hidup Nabi Muhammad justru tidak kalah dahsyatnya dengan mukjizat terbelahnya bulan. Sejak menerima wahyu Tuhan, lalu menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat, berbagai reaksi keras bermunculan. Awalnya sebatas kata-kata celaan, hinaan, cemoohan dan cibiran. Semakin lama perlakuan buruk secara fisik, baik terhadap Nabi maupun para pengikutnya yang kian hari bertambah banyak.
Babak baru perjuangan Nabi dimulai di Madinah setelah hijrah dari Mekah. Peperangan demi peperangan dilalui beliau. Meskipun demikian, ini tidak berarti beliau mengabaikan pembangunan manusia. Dibandingkan waktu untuk perang, waktu untuk bersama umat jauh lebih banyak. Karena perang dilakukan hanya ketika musuh mengumandangkan perang.
Hingga wafat, capaian beliau sungguh luar biasa. Jazirah Arab berubah total. Yang tadinya bermayoritas pagan-politeis menjadi mayoritas monoteis. Hingga kini, hasil perjuangan beliau dapat dilihat di berbagai belahan dunia. Islam ada di mana-mana, hidup berdampingan dengan agama-agama lain. Bulan terbelah memang dahsyat, tetapi hanya dalam tempo 23 tahun Nabi membuat perubahan besar, ini juga tidak kalah dahsyat. Menarik dibaca.
Fajar Kurnianto, Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, Jakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 4 November 2012
No comments:
Post a Comment