-- Fedli Azis
Puisi, bagi masyarakat Melayu tidak saja sebagai hasil kesenian, bahkan lebih jauh menjangkau hingga ke alam mistik, sebagai pemeliharaan adat, pengajaran agama, ilmu pengasih, pertahanan, hiburan serta kepercayaan. Puisi cukup mulianya dalam alam masyarakat Melayu tradisional hingga hari ini.
MUSYAWARAH Penyair se-Indonesia, Kamis (22/11) lalu di Kota Bertuah Pekanbaru menghasilkan sebuah gagasan besar dan menjadi tonggak sejarah kesusastraan modern negeri ini. Gagasan itu adalah ditetapkannya ‘’Hari Puisi Indonesia’’ yang nantinya dilaksanakan setiap tahun, tepat di hari lahir Bapak Puisi Indonesia Chairil Anwar, 26 Juli. Lebih membanggakan lagi, gagasan besar itu diusulkan oleh sastrawan Riau dan dideklarasikan pula di Riau.
Cukup banyak alasan kenapa deklarasi Hari Puisi Indonesia itu dicetuskan di Riau salah satunya, kawasan Melayu ini tidak bisa dipisahkan dari puisi. Bahkan negeri-negeri Melayu masa lampau memiliki kurang lebih 12 jenis puisi yakni pantun, syair, gurindam, nazam, seloka, teka-teki, peribahasa berangkap, teromba, talibun (sesomba), prosa berirama (prosa lirik), bahkan dikir (zikir). Tidak hanya itu, bahasa Indonesia pun berakar dan berasal dari bahasa Melayu Riau yang di masa silam disebut sebagai bahasa lingua franca. Lebih jauh jauh lagi, Indonesia pun dilahirkan oleh puisi pendek pada 28 Oktober 1928 yang tercantum dalam teks Sumpah Pemuda.
Kelahiran Indonesia jauh sebelum lepas dari belenggu penjajahan itu bisa kita lihat dalam perumusan Dekalarasi Hari Puisi Indonesia yang dicetuskan penyair se Indonesia tiga hari lalu. Isi deklarasi secara lengkap bisa dilihat di bawah ini;
Deklarasi Hari Puisi Indonesia
Indonesia dilahirkan oleh puisi yang ditulis secara bersama-sama oleh para pemuda dari berbagai wilayah tanah air.
Puisi pendek itu adalah Sumpah Pemuda. Ia memberi dampak yang panjang dan luas bagi imajinasi dan kesadaran rakyat Nusantara. Sejak itu pula sastrawan dari berbagai daerah menulis dalam bahasa Indonesia, mengantarkan bangsa Indonesia meraih kedaulatan sebagai bangsa yang meredeka.
Bahasa Indonesia adalah pilihan yang sangat nasionalistis. Dengan semangat itu pula memilih menulis dalam bahasa Indonesia, sehingga puisi secara nyata ikut membangun kebudayaan Indonesia. Nasionalisme kepenyairan ini kemudian mengental pada Chairil Anwar yang dengan spirit kebangsaan berhasil meletakkan tonggak utama tradisi puisi Indonesia.
Sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan dan kesusastraan, sekaligus untuk mengabadikan kenangan atas puisi yang telah melahirkan bangsa ini, kami mendeklarasikan tanggal lahir Chairil Anwar, 26 Juli, sebagai Hari Puisi Indonesia.
Dengan ditetapkannya Hari Puisi Indonesia, maka kita memililki hari puisi Nasional sebagai sumber inspirasi untuk menunjukkan kebudayaan Indonesia modern, literat dan terbuka.
Pekanbaru, 22 November 2012
Sastrawan Riau Rida K Liamsi sebagai pencetus gagasan Hari Puisi Indonesia menuturkan, gagasan itu muncul saat dirinya bersama Agus R Sarjono diundang ke Vietnam di helat Pertemuan Penyair Asia Fasifik beberapa bulan lalu. Mereka terilhami atas upaya Vietnam memuliakan puisi. Di negeri itu, setiap tahunnya dilaksanakan hari puisi dan pesta itu dibuka langsung oleh presiden dan didukung penuh pemerintah daerahnya. Mereka membayangkan pula hal itu terjadi di Indonesia yang juga memiliki sejarah besar dalam dunia perpuisian.
Sepulang dari Vietnam, Rida K Liamsi bertemu kembali dengan penyair-penyair Indonesia lainnya di Korea Selatan di acara pertemuan penyair. Di sana, diskusi dibuatnya hari puisi di Indonesia berlangsung berhari-hari dan mengerucut hingga dibentuklah konseptor dan inisiator antara lain Ahmadun Y Herfanda, Agus R Sarjono, Asrizal Nur, Jamal D Rahman, Kazzaini Ks, Maman S Mahayana dan Rida K Liamsi. Diskusi dan dialog terus berlangsung, baik via e mail, SMS maupun BBM dan telepon.
‘’Di Vietnam puisi mendapat tempat yang mulia. Lalu bersama Agus R Sarjono, saya bawa pikiran itu ke Indonesia dan mendapat respon hangat dari kawan-kawan penyair. Ya kami membayangkan Indonesia juga punya hari puisi dan itu berhasil kita deklarasikan hari ini,’’ ungkapnya.
Agus R Sarjono dan Jamal D Rahman mengatakan, jika Vietnam sangat menghargai puisi kenapa Indonesia tidak. Hebatnya lagi, di sana acara peringatan hari puisi langsung dibuka presidennya. Harapan mereka tentu saja, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang menghargai teks, bukan saja lisan. Sejak dibentuk tim inisiator, mereka bekerja keras untuk Indonesia yang lahir dari sebuah puisi pendek Sumpah Pemuda dan berpuncak pada teks Proklamasi sebagai tonggak kemerdekaan Indonesia.
Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri asal Riau didaulat 33 penyair membacakan teks deklarasi Hari Puisi Indonesia. Dia juga yang pertama mengatakan teks Sumpah Pemuda dan proklamasi sebagai puisi pada 2010 lalu di Pekanbaru.
Dijelaskannya, kenapa dia mengatakan teks Sumpah Pemuda puisi? Sutardji menegaskan, karena semua kalimat dalam teks Sumpah Pemuda itu adalah ‘imajinasi’. Teks Sumpah Pemuda itu adalah Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Saat pemuda-pemudi Indonesia mencetuskan Sumpah Pemuda 1928 silam, Tanah Air, bangsa dan bahasa Indonesia itu belum ada sama sekali. Hanya ada Jong Java, Sumatera dan sebagainya.
Begitu juga bahasa yang dipakai dalam pergaulan dan komunikasi adalah bahasa Melayu sedangkan bangsa hanya ada Hindia Belanda dan daerah-daerah di kawasan Indonesia sekarang seperti Sumatera, Jawa dan lainnya. Semua yang belum ada dan bukan realitas itu adalah ‘imajinasi’ dan ‘imajinasi’ adalah unsur utama dari puisi.
‘’Teks Sumpah Pemuda yang dirumuskan para sastrawan zaman itu adalah puisi pendek yang menjadi pemersatu bangsa ini di kemudian hari. Kemerdekaan terwujud pula dalam teks proklamasi. Inilah maha karya puisi yang perlu kita ingat dan hargai sampai kapanpun. Kenapa Chairil Anwar? Karena beliau lebih populer dan total berkesenian dalam hidupnya tapi bukan pula kita mengkultuskannya sebagai dewa tapi sekadar pengingat saja,’’ ulas Sutardji.
Salah seorang penyair Papua Jhon Waromi menegaskan, penetapan Hari Puisi Indonesia ini cukup tepat dan benar. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia tentulah harus menghargai sejarah dan kebudayaannya sendiri. Jika Indonesia lahir dari puisi kenapa hal itu tidak dipatenkan menjadi hari penting dalam perjalanan bangsa ini.
Itu pula yang dituturkan Isbedy Stiawan ZS asal Lampung, Anwar Putra Bayu asal Sumatera Selatan, Hasan Albana asal Medan, Leak Sosiawan asal Solo, Capcai Syaifullah asal Jawa Barat, Pranita Dewi asal Bali, Hasan Haspahani asal Kepulauan Riau, Fatin Hamama Rijal Syam asal Jakarta, Asrizal Nur dan beberapa penyair Riau seperti Fakrunas MA Jabbar, Husnu Abadi, Marhalim Zaini dan lainnya.
Baca Puisi
Helat yang diprakarsai Dewan Kesenian Riau (DKR) dan Yayasan Sagang bertajuk ‘’Pertemuan Penyair Nasional dan Deklarasi Hari Puisi Indonesia’’ tersebut, juga menggelar aksi seni dengan acara baca puisi para penyair se Indonesia di Gedung Teater Tertutup Anjung Seni Idrus Tintin, Kamis (22/11) malam. Aksi baca puisi tersebut juga diselingi dengan penampilan lainnya seperti tari dan musikalisasi puisi lewat suara merdu Idawati berduet dengan komposer Arman Rambah dan kawan-kawan. Hadir pula Gubernur Riau HM Rusli Zainal yang ikut ambil bagian membaca puisi karya Chairil Anwar.
Baca puisi diawali dengan pembacaan puisi lima pulau dan dilanjutkan prosesi penandatanganan prasasti teks Hari Puisi Indonesia yang diterima langsung oleh Asisten III Pemprov Riau Joni Irwan untuk disimpan di Museum Sang Nila Utama.
Menariknya, sebelum membaca puisi, Gubri meminta kepada semua bupati dan wali kota se-Riau untuk melaksanakan Hari Puisi Indonesia setiap tanggal 26 Juli dengan menggelar acara kesenian. Ini sebagai upaya untuk lebih memasyarakatkan puisi sehingga para pemuda dan pemudi tahu cara menghargai perjuangan para pahlawan bangsa ini.
‘’Saya meminta, semua kepala daerah di Riau untuk melaksanakan Hari Puisi Indonesia setiap tahunnya,’’ kata Gubri menegaskan.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 25 November 2012
Puisi, bagi masyarakat Melayu tidak saja sebagai hasil kesenian, bahkan lebih jauh menjangkau hingga ke alam mistik, sebagai pemeliharaan adat, pengajaran agama, ilmu pengasih, pertahanan, hiburan serta kepercayaan. Puisi cukup mulianya dalam alam masyarakat Melayu tradisional hingga hari ini.
MUSYAWARAH Penyair se-Indonesia, Kamis (22/11) lalu di Kota Bertuah Pekanbaru menghasilkan sebuah gagasan besar dan menjadi tonggak sejarah kesusastraan modern negeri ini. Gagasan itu adalah ditetapkannya ‘’Hari Puisi Indonesia’’ yang nantinya dilaksanakan setiap tahun, tepat di hari lahir Bapak Puisi Indonesia Chairil Anwar, 26 Juli. Lebih membanggakan lagi, gagasan besar itu diusulkan oleh sastrawan Riau dan dideklarasikan pula di Riau.
Cukup banyak alasan kenapa deklarasi Hari Puisi Indonesia itu dicetuskan di Riau salah satunya, kawasan Melayu ini tidak bisa dipisahkan dari puisi. Bahkan negeri-negeri Melayu masa lampau memiliki kurang lebih 12 jenis puisi yakni pantun, syair, gurindam, nazam, seloka, teka-teki, peribahasa berangkap, teromba, talibun (sesomba), prosa berirama (prosa lirik), bahkan dikir (zikir). Tidak hanya itu, bahasa Indonesia pun berakar dan berasal dari bahasa Melayu Riau yang di masa silam disebut sebagai bahasa lingua franca. Lebih jauh jauh lagi, Indonesia pun dilahirkan oleh puisi pendek pada 28 Oktober 1928 yang tercantum dalam teks Sumpah Pemuda.
Kelahiran Indonesia jauh sebelum lepas dari belenggu penjajahan itu bisa kita lihat dalam perumusan Dekalarasi Hari Puisi Indonesia yang dicetuskan penyair se Indonesia tiga hari lalu. Isi deklarasi secara lengkap bisa dilihat di bawah ini;
Deklarasi Hari Puisi Indonesia
Indonesia dilahirkan oleh puisi yang ditulis secara bersama-sama oleh para pemuda dari berbagai wilayah tanah air.
Puisi pendek itu adalah Sumpah Pemuda. Ia memberi dampak yang panjang dan luas bagi imajinasi dan kesadaran rakyat Nusantara. Sejak itu pula sastrawan dari berbagai daerah menulis dalam bahasa Indonesia, mengantarkan bangsa Indonesia meraih kedaulatan sebagai bangsa yang meredeka.
Bahasa Indonesia adalah pilihan yang sangat nasionalistis. Dengan semangat itu pula memilih menulis dalam bahasa Indonesia, sehingga puisi secara nyata ikut membangun kebudayaan Indonesia. Nasionalisme kepenyairan ini kemudian mengental pada Chairil Anwar yang dengan spirit kebangsaan berhasil meletakkan tonggak utama tradisi puisi Indonesia.
Sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan dan kesusastraan, sekaligus untuk mengabadikan kenangan atas puisi yang telah melahirkan bangsa ini, kami mendeklarasikan tanggal lahir Chairil Anwar, 26 Juli, sebagai Hari Puisi Indonesia.
Dengan ditetapkannya Hari Puisi Indonesia, maka kita memililki hari puisi Nasional sebagai sumber inspirasi untuk menunjukkan kebudayaan Indonesia modern, literat dan terbuka.
Pekanbaru, 22 November 2012
Sastrawan Riau Rida K Liamsi sebagai pencetus gagasan Hari Puisi Indonesia menuturkan, gagasan itu muncul saat dirinya bersama Agus R Sarjono diundang ke Vietnam di helat Pertemuan Penyair Asia Fasifik beberapa bulan lalu. Mereka terilhami atas upaya Vietnam memuliakan puisi. Di negeri itu, setiap tahunnya dilaksanakan hari puisi dan pesta itu dibuka langsung oleh presiden dan didukung penuh pemerintah daerahnya. Mereka membayangkan pula hal itu terjadi di Indonesia yang juga memiliki sejarah besar dalam dunia perpuisian.
Sepulang dari Vietnam, Rida K Liamsi bertemu kembali dengan penyair-penyair Indonesia lainnya di Korea Selatan di acara pertemuan penyair. Di sana, diskusi dibuatnya hari puisi di Indonesia berlangsung berhari-hari dan mengerucut hingga dibentuklah konseptor dan inisiator antara lain Ahmadun Y Herfanda, Agus R Sarjono, Asrizal Nur, Jamal D Rahman, Kazzaini Ks, Maman S Mahayana dan Rida K Liamsi. Diskusi dan dialog terus berlangsung, baik via e mail, SMS maupun BBM dan telepon.
‘’Di Vietnam puisi mendapat tempat yang mulia. Lalu bersama Agus R Sarjono, saya bawa pikiran itu ke Indonesia dan mendapat respon hangat dari kawan-kawan penyair. Ya kami membayangkan Indonesia juga punya hari puisi dan itu berhasil kita deklarasikan hari ini,’’ ungkapnya.
Agus R Sarjono dan Jamal D Rahman mengatakan, jika Vietnam sangat menghargai puisi kenapa Indonesia tidak. Hebatnya lagi, di sana acara peringatan hari puisi langsung dibuka presidennya. Harapan mereka tentu saja, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang menghargai teks, bukan saja lisan. Sejak dibentuk tim inisiator, mereka bekerja keras untuk Indonesia yang lahir dari sebuah puisi pendek Sumpah Pemuda dan berpuncak pada teks Proklamasi sebagai tonggak kemerdekaan Indonesia.
Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri asal Riau didaulat 33 penyair membacakan teks deklarasi Hari Puisi Indonesia. Dia juga yang pertama mengatakan teks Sumpah Pemuda dan proklamasi sebagai puisi pada 2010 lalu di Pekanbaru.
Dijelaskannya, kenapa dia mengatakan teks Sumpah Pemuda puisi? Sutardji menegaskan, karena semua kalimat dalam teks Sumpah Pemuda itu adalah ‘imajinasi’. Teks Sumpah Pemuda itu adalah Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Saat pemuda-pemudi Indonesia mencetuskan Sumpah Pemuda 1928 silam, Tanah Air, bangsa dan bahasa Indonesia itu belum ada sama sekali. Hanya ada Jong Java, Sumatera dan sebagainya.
Begitu juga bahasa yang dipakai dalam pergaulan dan komunikasi adalah bahasa Melayu sedangkan bangsa hanya ada Hindia Belanda dan daerah-daerah di kawasan Indonesia sekarang seperti Sumatera, Jawa dan lainnya. Semua yang belum ada dan bukan realitas itu adalah ‘imajinasi’ dan ‘imajinasi’ adalah unsur utama dari puisi.
‘’Teks Sumpah Pemuda yang dirumuskan para sastrawan zaman itu adalah puisi pendek yang menjadi pemersatu bangsa ini di kemudian hari. Kemerdekaan terwujud pula dalam teks proklamasi. Inilah maha karya puisi yang perlu kita ingat dan hargai sampai kapanpun. Kenapa Chairil Anwar? Karena beliau lebih populer dan total berkesenian dalam hidupnya tapi bukan pula kita mengkultuskannya sebagai dewa tapi sekadar pengingat saja,’’ ulas Sutardji.
Salah seorang penyair Papua Jhon Waromi menegaskan, penetapan Hari Puisi Indonesia ini cukup tepat dan benar. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia tentulah harus menghargai sejarah dan kebudayaannya sendiri. Jika Indonesia lahir dari puisi kenapa hal itu tidak dipatenkan menjadi hari penting dalam perjalanan bangsa ini.
Itu pula yang dituturkan Isbedy Stiawan ZS asal Lampung, Anwar Putra Bayu asal Sumatera Selatan, Hasan Albana asal Medan, Leak Sosiawan asal Solo, Capcai Syaifullah asal Jawa Barat, Pranita Dewi asal Bali, Hasan Haspahani asal Kepulauan Riau, Fatin Hamama Rijal Syam asal Jakarta, Asrizal Nur dan beberapa penyair Riau seperti Fakrunas MA Jabbar, Husnu Abadi, Marhalim Zaini dan lainnya.
Baca Puisi
Helat yang diprakarsai Dewan Kesenian Riau (DKR) dan Yayasan Sagang bertajuk ‘’Pertemuan Penyair Nasional dan Deklarasi Hari Puisi Indonesia’’ tersebut, juga menggelar aksi seni dengan acara baca puisi para penyair se Indonesia di Gedung Teater Tertutup Anjung Seni Idrus Tintin, Kamis (22/11) malam. Aksi baca puisi tersebut juga diselingi dengan penampilan lainnya seperti tari dan musikalisasi puisi lewat suara merdu Idawati berduet dengan komposer Arman Rambah dan kawan-kawan. Hadir pula Gubernur Riau HM Rusli Zainal yang ikut ambil bagian membaca puisi karya Chairil Anwar.
Baca puisi diawali dengan pembacaan puisi lima pulau dan dilanjutkan prosesi penandatanganan prasasti teks Hari Puisi Indonesia yang diterima langsung oleh Asisten III Pemprov Riau Joni Irwan untuk disimpan di Museum Sang Nila Utama.
Menariknya, sebelum membaca puisi, Gubri meminta kepada semua bupati dan wali kota se-Riau untuk melaksanakan Hari Puisi Indonesia setiap tanggal 26 Juli dengan menggelar acara kesenian. Ini sebagai upaya untuk lebih memasyarakatkan puisi sehingga para pemuda dan pemudi tahu cara menghargai perjuangan para pahlawan bangsa ini.
‘’Saya meminta, semua kepala daerah di Riau untuk melaksanakan Hari Puisi Indonesia setiap tahunnya,’’ kata Gubri menegaskan.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 25 November 2012
No comments:
Post a Comment