JOSI Protacio Rizal Mercado y Alonso Realonda (lahir di Calamba, Provinsi Laguna, Filipina, 19 Juni 1861 dan meninggal di Dapitan, Provinsi Zamboanga (Mindanao), Filipina, 30 Desember 1896 pada umur 35 tahun) adalah tokoh bangsa Filipina. Ia diberi bermacam-macam gelar seperti Kebanggaan Ras Melayu, Tokoh Besar Malaya, Tokoh Utama Filipino, Mesias Revolusi, Pahlawan Universal, Mesias Penebusan. Hari peringatan kematian Josi Rizal adalah 30 Desember dan merupakan hari libur di Filipina.
Ia adalah seorang yang berbakat. Selain dokter, ia juga arsitek, seniman, pendidik, ekonom, etnolog, ahli pertanian, sejarahwan, jurnalis, pemusik, mitologiwan, internasionalis, naturalis, dokter mata, sosiolog, pematung, penyair, penulis drama dan novelis. Ia menguasai 22 bahasa, di antaranya: Tagalog, Cebuano, Melayu, Tionghoa, Arab, Ibrani, Inggris, Jepang, Spanyol, Catalan, Italia, Portugis, Latin, Perancis, Jerman, Yunani, Rusia, Sanskerta dan dialek-dialek Filipina yang lain. Sebagai seorang patriot tertinggi bagi bangsa Filipina, hari kematiannya pada 30 Desember kini diperingati sebagai hari libur di Filipina, yang disebut Hari Rizal.
Josi merupakan anak yang ketujuh dari 11 bersaudara dari keluarga Francisco Rizal Mercado dan Teodora Alonzo dan dilahirkan di dalam sebuah keluarga kelas menengah Tionghoa-Mestizo yang kaya di Calamba, Provinsi Laguna, Filipina. Para rahib Dominikan memberi pada keluarganya hak untuk menyewa sebuah hacienda dan sawah yang ada di situ, namun kemudian terjadilah tuntutan. Belakangan Jenderal Valeriano Weyler memerintahkan bangunan di tanah pertanian itu dibongkar.
Ketika mendaftar di Ateneo, Rizal mengganti nama keluarganya agar ia tak terkena akibat buruk dari nama Mercado. Abangnya, Paciano Mercado, terkait dengan sejumlah pastor Filipina, Mariano Gomez, Josi Burgos dan Jacinto Zamora yang dinyatakan bengis, sehingga mereka dihukum mati dengan garrote (teknik hukuman mati dengan cekikan). Rizal merupakan keturunan kelima Domingo Lam-co, seorang imigran Cina yang telah hijrah ke Filipina dari Amoy, RRC pada pertengahan abad ke-17. Lam-co berumah tangga dengan seorang perempuan Sangley, kelahiran Luzon, Inez de la Rosa.
Untuk menghindari keturunannya dari kebijakan rasialis yang diberlakukan atas penduduk Tionghoa oleh pemerintah Spanyol yang menjajah Filipina pada masa itu, Lam-co mengganti nama keluarganya menjadi “Mercado” (pasar) untuk menunjukkan akar mereka sebagai pedagang. Nama Rizal, aslinya Ricial, atau pucuk hijau, diciptakan oleh Paciano untuk memungkinkan Josi bebas bepergian, karena keluarga Mercado telah dicap negatif karena kecerdasan intelektual anak mereka. Perlu dicatat, sejak masa kanak-kanak Rizal telah mengajukan gagasan-gagasan politik yang asing pada masa itu, berupa kebebasan dan hak-hak individu yang tentu telah membangkitkan amarah penguasa.
Selain garis keturunan Melayu dan Tionghoa, penelitian silsilah baru-baru ini menemukan bahwa Josi juga memiliki darah Spanyol, Jepang dan Negrito. Kakek buyutnya dari pihak ibunya (buyut Teogodra) adalah Eugenio Ursua, seorang keturunan dari para pemukim Jepang, yang menikahi seorang perempuan Filipa yang bernama Benigna (nama keluarganya tidak diketahui). Keduanya ini melahirkan Regina Ursua yang menikahi seorang mestizo Sangley dari Pangasinan, seorang hakim yang bernama Manuel de Quintos, kakek Teodora. Anak perempuan mereka, Brmgida de Quintos, menikah dengan seorang mestizo (campuran Spanyol) yang bernama Lorenzo Alberto Alonzo, ayah dari Teodora. Josi Rizal sebagai mahasiswa kedokteran berusia 18 tahun di UST.
Josi Rizal mulai belajar dengan Justiniano Cruz di Biqan, Laguna. Ia kemudian pergi ke Manila untuk belajar di Ateneo Municipal de Manila dan di sana ia meraih ijazah S1-nya pada 1877 dan lulus sebagai mahasiswa terbaik di kelasnya. Ia meneruskan pelajarannya di Ateneo Municipal untuk meraih ijazah dalah bidang pengukuran dan pemetaan tanah dan pada masa yang sama, belajar di Universitas Santo Tomas dalam bidang sastra dan filsafat. Ketika ia mengetahui bahwa ibunya akan menjadi buta, ia berencana untuk mengambil bidang kedokteran (mata) di Universitas Santo Tomas tapi tak menamatkan kuliahnya karena merasa orang Filipina didiskriminasi oleh paderi-paderi Dominikan yang mengurus universitas tersebut. Tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarganya, namun dengan dukungan penuh dan rahasia dari abangnya Paciano, ia kemudian pergi ke Madrid, Spanyol dan belajar kedokteran di Universidad Central de Madrid. Dari situ ia mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Pendidikannya dilanjutkannya di Universitas Paris dan Universias Heidelberg di Jerman dan di sana ia mendapatkan gelar doktornya yang kedua.
Josi Rizal terkenal dengan karangan dua novel, Noli Me Tangere (1887) dan El Filibusterismo (1891), keduanya merupakan kritik mengenai penjajahan Spanyol atas Filipina. Buku-buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia - Noli Me Tangere pada 1975 dengan judul Jangan Sentuh Aku dan El Filibusterismo pada 1994 dengan judul Merajalelanya Keserakahan, oleh Tjetje Jusuf dan diterbitkan Pustaka Jaya).
Buku-buku ini, yang diilhami gagasan-gagasan dalam Cervantes, Uncle Tom’s Cabin, Don Quixote dan Pangeran Monte Cristo, membangkitkan kemarahan orang Spanyol dan Filipina yang terpengaruh Spanyol, karena simbolismenya yang terus-terang dan menghina di dalam buku-buku itu. Ini akhirnya menyebabkan ia dituntut sebagai penghasut revolusi, lalu diajukan ke pengadilan militer dan dihukum mati. Revolusi Filipina tahun 1896 terjadi tak lama sesudah itu. Pengadilan Rizal dianggap sebagai lelucon bahkan oleh tokoh-tokoh Spanyol pada zamannya. Tak lama sesudah hukuman matinya, filsuf Miguel de Unamuno, dalam suatu ungkapan yang penuh perasaan dan tak terlupakan, mengakui Rizal sebagai seorang Spanyol, yang dibesarkan dalam tradisi-tradisi yang terbaik dari negeri itu.(berbagai sumber-fed)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 11 November 2012
Ia adalah seorang yang berbakat. Selain dokter, ia juga arsitek, seniman, pendidik, ekonom, etnolog, ahli pertanian, sejarahwan, jurnalis, pemusik, mitologiwan, internasionalis, naturalis, dokter mata, sosiolog, pematung, penyair, penulis drama dan novelis. Ia menguasai 22 bahasa, di antaranya: Tagalog, Cebuano, Melayu, Tionghoa, Arab, Ibrani, Inggris, Jepang, Spanyol, Catalan, Italia, Portugis, Latin, Perancis, Jerman, Yunani, Rusia, Sanskerta dan dialek-dialek Filipina yang lain. Sebagai seorang patriot tertinggi bagi bangsa Filipina, hari kematiannya pada 30 Desember kini diperingati sebagai hari libur di Filipina, yang disebut Hari Rizal.
Josi merupakan anak yang ketujuh dari 11 bersaudara dari keluarga Francisco Rizal Mercado dan Teodora Alonzo dan dilahirkan di dalam sebuah keluarga kelas menengah Tionghoa-Mestizo yang kaya di Calamba, Provinsi Laguna, Filipina. Para rahib Dominikan memberi pada keluarganya hak untuk menyewa sebuah hacienda dan sawah yang ada di situ, namun kemudian terjadilah tuntutan. Belakangan Jenderal Valeriano Weyler memerintahkan bangunan di tanah pertanian itu dibongkar.
Ketika mendaftar di Ateneo, Rizal mengganti nama keluarganya agar ia tak terkena akibat buruk dari nama Mercado. Abangnya, Paciano Mercado, terkait dengan sejumlah pastor Filipina, Mariano Gomez, Josi Burgos dan Jacinto Zamora yang dinyatakan bengis, sehingga mereka dihukum mati dengan garrote (teknik hukuman mati dengan cekikan). Rizal merupakan keturunan kelima Domingo Lam-co, seorang imigran Cina yang telah hijrah ke Filipina dari Amoy, RRC pada pertengahan abad ke-17. Lam-co berumah tangga dengan seorang perempuan Sangley, kelahiran Luzon, Inez de la Rosa.
Untuk menghindari keturunannya dari kebijakan rasialis yang diberlakukan atas penduduk Tionghoa oleh pemerintah Spanyol yang menjajah Filipina pada masa itu, Lam-co mengganti nama keluarganya menjadi “Mercado” (pasar) untuk menunjukkan akar mereka sebagai pedagang. Nama Rizal, aslinya Ricial, atau pucuk hijau, diciptakan oleh Paciano untuk memungkinkan Josi bebas bepergian, karena keluarga Mercado telah dicap negatif karena kecerdasan intelektual anak mereka. Perlu dicatat, sejak masa kanak-kanak Rizal telah mengajukan gagasan-gagasan politik yang asing pada masa itu, berupa kebebasan dan hak-hak individu yang tentu telah membangkitkan amarah penguasa.
Selain garis keturunan Melayu dan Tionghoa, penelitian silsilah baru-baru ini menemukan bahwa Josi juga memiliki darah Spanyol, Jepang dan Negrito. Kakek buyutnya dari pihak ibunya (buyut Teogodra) adalah Eugenio Ursua, seorang keturunan dari para pemukim Jepang, yang menikahi seorang perempuan Filipa yang bernama Benigna (nama keluarganya tidak diketahui). Keduanya ini melahirkan Regina Ursua yang menikahi seorang mestizo Sangley dari Pangasinan, seorang hakim yang bernama Manuel de Quintos, kakek Teodora. Anak perempuan mereka, Brmgida de Quintos, menikah dengan seorang mestizo (campuran Spanyol) yang bernama Lorenzo Alberto Alonzo, ayah dari Teodora. Josi Rizal sebagai mahasiswa kedokteran berusia 18 tahun di UST.
Josi Rizal mulai belajar dengan Justiniano Cruz di Biqan, Laguna. Ia kemudian pergi ke Manila untuk belajar di Ateneo Municipal de Manila dan di sana ia meraih ijazah S1-nya pada 1877 dan lulus sebagai mahasiswa terbaik di kelasnya. Ia meneruskan pelajarannya di Ateneo Municipal untuk meraih ijazah dalah bidang pengukuran dan pemetaan tanah dan pada masa yang sama, belajar di Universitas Santo Tomas dalam bidang sastra dan filsafat. Ketika ia mengetahui bahwa ibunya akan menjadi buta, ia berencana untuk mengambil bidang kedokteran (mata) di Universitas Santo Tomas tapi tak menamatkan kuliahnya karena merasa orang Filipina didiskriminasi oleh paderi-paderi Dominikan yang mengurus universitas tersebut. Tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarganya, namun dengan dukungan penuh dan rahasia dari abangnya Paciano, ia kemudian pergi ke Madrid, Spanyol dan belajar kedokteran di Universidad Central de Madrid. Dari situ ia mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Pendidikannya dilanjutkannya di Universitas Paris dan Universias Heidelberg di Jerman dan di sana ia mendapatkan gelar doktornya yang kedua.
Josi Rizal terkenal dengan karangan dua novel, Noli Me Tangere (1887) dan El Filibusterismo (1891), keduanya merupakan kritik mengenai penjajahan Spanyol atas Filipina. Buku-buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia - Noli Me Tangere pada 1975 dengan judul Jangan Sentuh Aku dan El Filibusterismo pada 1994 dengan judul Merajalelanya Keserakahan, oleh Tjetje Jusuf dan diterbitkan Pustaka Jaya).
Buku-buku ini, yang diilhami gagasan-gagasan dalam Cervantes, Uncle Tom’s Cabin, Don Quixote dan Pangeran Monte Cristo, membangkitkan kemarahan orang Spanyol dan Filipina yang terpengaruh Spanyol, karena simbolismenya yang terus-terang dan menghina di dalam buku-buku itu. Ini akhirnya menyebabkan ia dituntut sebagai penghasut revolusi, lalu diajukan ke pengadilan militer dan dihukum mati. Revolusi Filipina tahun 1896 terjadi tak lama sesudah itu. Pengadilan Rizal dianggap sebagai lelucon bahkan oleh tokoh-tokoh Spanyol pada zamannya. Tak lama sesudah hukuman matinya, filsuf Miguel de Unamuno, dalam suatu ungkapan yang penuh perasaan dan tak terlupakan, mengakui Rizal sebagai seorang Spanyol, yang dibesarkan dalam tradisi-tradisi yang terbaik dari negeri itu.(berbagai sumber-fed)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 11 November 2012
No comments:
Post a Comment