Jakarta, Kompas - Bahasa pada dasarnya terus berkembang dan merupakan bagian dari kegiatan sosial. Perundang-undangan tentang kebahasaan dikhawatirkan malah mengerdilkan bahasa.
Hal itu diungkapkan anggota Dewan Pers sekaligus praktisi hukum Hinca Panjaitan dalam diskusi panel bertajuk "RUU tentang Kebahasaan", Kamis (21/12).
Secara kebangsaan, bahasa Indonesia sudah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Kini, tugas akademisi bangsa untuk merawat dan memelihara bahasa tersebut agar rakyat ikut mematuhinya.
"Akan sangat kaku kalau penggunaan bahasa itu diundangkan, kecuali kalau kita tinggal di wilayah homogen dan tidak bersentuhan dengan orang lain. Biarkan bahasa itu bertumbuh kembang, jangan dipasung dengan undang-undang," katanya.
RUU tentang Kebahasaan sendiri isinya menegaskan tentang berbagai keharusan penggunaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia diatur mulai dari pidato kenegaraan, dokumen resmi negara, forum resmi, penulisan karya ilmiah di Indonesia, sampai publikasi karya ilmiah.
Selain itu, media massa baik cetak dan elektronik maupun media lain wajib menggunakan bahasa Indonesia. Untuk memenuhi kepentingan tertentu, media massa dapat menggunakan bahasa asing setelah mendapat izin dari menteri.
Pengamat politik J Kristiadi mengungkapkan, saat ini ada kecenderungan untuk menyelesaikan berbagai masalah dengan undang-undang. Masyarakat kemudian dihadapkan dengan rimba undang-undang. Padahal, membuat undang-undang perlu dicari landasan filosofisnya.
Mustakim yang mewakili Pusat Bahasa mengatakan, perundangan itu dibuat dengan latar belakang kondisi kebahasaan antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. "Bahasa Indonesia semakin terpinggirkan," katanya. (INE)
Sumber: Kompas, Sabtu, 23 Desember 2006
No comments:
Post a Comment