JAKARTA (Media): Pengelola serta pekerja media massa dan iklan diminta menghasilkan karya kreatif yang memiliki misi dan visi kebudayaan nasional.
Karya mereka tidak sekadar mengekor dengan mengangkat budaya asing. Hal itu sangat diperlukan untuk membangun citra serta memperkukuh persatuan bangsa.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Mendbupar) Jero Wacik dalam sambutannya pada pemberian Anugerah Kebudayaan untuk media massa dan iklan di auditorium TVRI, Jakarta, Kamis (28/12) malam.
"Negeri kita mempunyai ragam budaya yang amat banyak. Semua itu bisa diangkat menjadi sebuah tulisan atau iklan. Lebih baik mengangkat budaya lokal ketimbang budaya asing dalam karya di media massa dan iklan," katanya.
Anugerah Kebudayaan, katanya, sangat tepat diberikan di saat sebagian besar masyarakat Indonesia banyak menghujat tayangan di televisi. "Acara ini adalah cara lain dari kami (Departemen Budaya dan Pariwisata) untuk mengkritik tayangan televisi yang mempunyai dampak negatif pada pemirsanya," ungkapnya.
Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF) Depbudpar Sri Hastanto mengungkapkan, sekitar 250 judul program televisi dan 100 judul iklan yang berdedikasi terhadap kebudayaan yang diamati dewan juri Anugerah Kebudayaan.
Untuk media televisi yang mendapat penghargaan kategori sinetron yaitu Lorong Waktu (SCTV), kategori feature Tayangan Teropong (Indosiar), serta acara anak-anak adalah Masuk TV (Indosiar). Sedangkan untuk media cetak, yang mendapat penghargaan adalah artikel Buku Pinjaman di Sepeda Ontel (Koran Tempo), dan opini Amarah (Jacob Sumardjo).
Penghargaan juga diberikan untuk cerita pendek Wening yang dimuat di Kompas (Yanusa Nugroho), serta puisi Pidato Bunga bunga (Afrizal Malna). Sementara itu, bidang iklan komersial diraih iklan cetak Bambu Runcing (Bank Danamon) dan iklan televisi Naik Kereta Api (Gudang Garam Merah). Sedangkan iklan layanan masyarakat diraih Simbah Naik Becak (Yogya TV). (Eri/H-2).
Sumber: Media Indonesia, Sabtu, 30 Desember 2006
No comments:
Post a Comment