JAKARTA, KOMPAS - Keberadaan sekolah bermutu menjadi komitmen banyak pihak. Namun, rintisan sekolah berstandar internasional atau RSBI yang diklaim sebagai model sekolah bermutu harus dikaji dan dirumuskan ulang karena memiliki banyak kelemahan.
Selain menimbulkan diskriminasi karena biaya masuknya sangat mahal, status internasional pun diartikan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Pemerintah menjalankan RSBI berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tetapi tak ada landasan akademiknya.
”Harus ada kemauan untuk merumuskan ulang sekolah bermutu yang menggunakan standar nilai-nilai bangsa Indonesia,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma di Jakarta, Rabu (15/2).
Ia menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto yang menegaskan akan tetap mempertahankan RSBI.
Menurut Satria, sekolah bermutu yang dituju harus mengejar esensi. ”Jangan kosmetiknya yang dikejar, seperti menggunakan bahasa Inggris, ISO, dan kurikulum Cambridge,” kata Satria.
Uji materi ke MK
Jumono, Sekretaris Jenderal Aliansi Orangtua Murid Peduli Pendidikan Indonesia (APPI), dan satu pemohon uji materi RSBI ke Mahkamah Konstitusi mengatakan, lahirnya sekolah- sekolah RSBI menimbulkan diskriminasi di masyarakat.
”Secara psikologis, sangat berat siswa dari keluarga miskin mendaftar ke RSBI. Pada awalnya memang bebas biaya pendaftaran untuk kuota 20 persen siswa miskin. Tetapi, selanjutnya akan sangat berat karena biaya kegiatan sebagian besar dibebankan kepada orangtua siswa,” kata Jumono. ”Kuota 20 persen untuk siswa miskin hanya upaya perbaikan citra,” ujarnya.
Pemerintah, kata Jumono, mestinya menciptakan sistem yang mendorong semua sekolah terpacu meningkatkan kualitasnya. Semua siswa berprestasi bisa masuk ke sekolah bermutu tanpa dibebani biaya pendidikan yang tinggi.
Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan, yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi soal RSBI, menilai RSBI melanggar konstitusi karena bertentangan dengan semangat dan kewajiban negara mencerdaskan kehidupan bangsa.
”RSBI mencerminkan liberalisasi pendidikan, serta berpotensi menghilangkan jati diri bangsa Indonesia yang berbahasa Indonesia,” kata Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo.
Anggota Komisi X, Raihan Iskandar, mengatakan, DPR berinisiatif untuk merevisi Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (ELN)
Sumber: Kompas, Kamis, 16 Februari 2012
No comments:
Post a Comment