Wednesday, February 15, 2012

Jangan Jual Murah Kesenian Tradisional

-- Jodhi Yudono


BONDOWOSO, KOMPAS.com — Seorang seniman lawak mengingatkan koleganya agar berupaya meningkatkan martabatnya sendiri dengan cara tidak menjual murah kesenian tradisional yang mereka geluti.

"Saya pernah menjadi seniman sekelas pemain ludruk yang main semalam suntuk hanya dibayar Rp 100.000. Namun, ketika saya naikkan kelas saya, ternyata saya tidak kehabisan pasar," ujar seniman lawak Satriyo Subekti di Bondowoso, Selasa (14/2/2012).

Lelaki yang di atas panggung biasa menggunakan nama Burawi itu mengemukakan bahwa dirinya bisa dibayar Rp 500.000 hingga Rp1 juta dalam satu kali pentas.

"Kuncinya adalah bagaimana kita sebagai seniman memperbaiki kualitas tampilan alias tidak asal-asalan. Kalau asal-asalan, misalnya lawakannya itu-itu saja, orang akan membayar kita asal-asalan juga," ujar pelawak yang sehari-hari dipanggil Yoyok ini.

Menurut dia, dengan menaikkan harga bukan berarti seniman itu "jual mahal" dalam pengertian negatif, melainkan untuk keberlangsungan kesenian tradisional itu sendiri.

"Kalau terus-menerus dibayar seadanya, lama-lama kesenian tradisional akan ditinggalkan oleh pemainnya karena kebutuhan ekonomi tidak tercukupi lewat kesenian. Namun, kalau kesenian itu bisa menghidupi pelakunya, maka kesenian tradisional akan lestari," katanya.

Ia mengemukakan bahwa arena pentas pelaku kesenian tradisional tidak terbatas pada panggung-panggung biasa, seperti acara pernikahan, tetapi juga bisa di acara-acara lain.

"Misalnya ada reuni kelompok masyarakat atau acara sahur bersama. Ini memang memerlukan jiwa entrepreneur dari pelaku kesenian. Tantangan pelaku kesenian tradisional saat ini memang lebih besar dibanding zaman dulu," tuturnya.

Yoyok mengemukakan bahwa di Bondowoso sangat banyak kesenian tradisional yang masih lestari dan ketika dibawa ke ajang nasional, seperti di TMII Jakarta, ternyata mendapatkan apresiasi tinggi dari masyarakat dan seniman besar.

"Saya pernah bawa kesenian kentrung dan ’pojhian’ (pujian) dari Bondowoso ke TMII dan ternyata sambutannya luar biasa. Mereka yang peduli seni tradisi sangat kagum karena kesenian daerah seperti ini masih hidup. Karena itu, seniman tradisional jangan berkecil hati," katanya.

Khusus pelaku-pelaku kesenian modern, seperti penyanyi, Yoyok menyarankan agar memiliki manajer yang mengatur sekaligus mencari pasar.

"Dengan memiliki manajer, masyarakat tidak akan seenaknya membayar penyanyi. Karena ini kota kecil, mungkin lima penyanyi ditangani satu manajer, bukan satu orang satu manajer," katanya.

Ia berharap semua kesenian tradisional yang dimiliki kabupaten penghasil penganan tapai ini tetap lestari meskipun diakui sudah ada beberapa yang punah. (ANT)

Sumber: Oase, Kompas.com, Rabu, 15 Februari 2012

No comments: