Thursday, February 16, 2012

Pemerintah Istimewakan RSBI

-- Ester Lince Napitupulu & Nasru Alam Aziz

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kebijakan pemerintah menyelenggarakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang justru berkembang ekslusif bagi kalangan berduit dinilai melanggar hak anak-anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Pemerintah justru menciptakan kastanisasi pendidikan dengan mengagung-agungkan tambahan kurikulum negara lain yang dinilai lebih unggul daripada sekolah standar nasional.

"Dukungan dan pengistimewaan pemerintah terhadap RSBI menunjukkan pemerintah ingin melepaskan tanggung jawab menyediakan pendidikan bermutu pada rakyat. Pendidikan bermutu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang semestinya bagi semua justru diserahkan kepada pasar yang hanya dapat dinikmati segelintir kelompok," tutur Andi Muttaqien dari Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan, usia sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Kamis (16/2/2012).

Sidang dipimpin Anwar Usman didampingi Achmad Sodiki dan Harjono. MK menerima perbaikan permohonan pengujian materil tentang RSBI atau Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Dasar 1945. Permohonan uji materi diajukan Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan terhadap pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi landasan pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan RSBI/SBI.

Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas menyebutkan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

Menurut Andi, pihaknya juga melampirkan bukti temuan dari Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) bahwa pemerintah mengalokasikan dana yang lebih besar untuk sekolah RSBI dibandingkan sekolah standar nasional (SSN). Pada anggaran tahun 2011 alokasi dana RSBI/SBI mencapai Rp 289 miliar, sementara untuk SSN atau umum yang jumlahnya lebih banyak hanya Rp 250 miliar.

Sumber: Edukasi, Kompas.com, Kamis, 16 Februari 2012

No comments: