Sunday, February 12, 2012

Jejak: Soeman Hs, Bapak Cerpen Indonesia

-- Penulis?


SOEMAN Hs atau Soeman Hasibuan adalah Sastrawan Melayu Riau asal Tapanuli yang digolongkan sebagai sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka. Beliau dilahirkan di Desa Bantantua, Bengkalis, Riau, pada 4 April 1904 dari pasangan Wahid atau dikenal Lebai Wahid Hasibuan dan Tarumun Pulungan, yang berasal dari Desa Hutanopan, Kecamatan Barumun, Tapanuli Selatan. Dalam usia tujuh tahun tepatnya pada 1912, Soeman Hs memulai pelajarannya di Sekolah Melayu Gouevernement Inlandsch School (GIS) yaitu sekolah sederajat SD (Sekolah Dasar) dan menamatkannya pada 1918.

Setelah itu, beliau mengikuti ujian masuk Normal Cursus (Sekolah Calon Guru) di Medan. Dari 24 peserta, Soeman Hs yang menempati juara ke-4 dari 6 orang yang diterima. Beliau dapat bantuan beasiswa dari pemerintah Belanda sebesar Rp4 perbulan selama menempuh pendidikan di Sekolah Calon Guru tersebut. Pada 1920, menyelesaikan pendidikannya di Normal Cursus, kemudian melanjutkan ke Normal School (sekolah guru yang sebenarnya) di Langsa, Aceh Timur dan tamat pada 1923.

Soeman Hs kembali ke Bantantua begitu menyelesaikan pendidikannya di Normal School Langsa. Kemudian setelah tiga bulan di Batantua, ia diangkat menjadi guru Bahasa Indonesia di HIS (Holland Inlandsch School yaitu Sekolah Belanda) di Siak Sri Indrapura. Setelah 7 tahun mengabdi menjadi guru, pada 1930, diangkat menjadi Kepala Sekolah Melayu dan Penilik Sekolah di Pasir Pengaraian. Menjelang Kemerdekaan RI 1945, beliau kemudian ditunjuk menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Pasir Pengaraian. Pada 1946 semasa masih menjabat Ketua KNIP, beliau diangkat menjadi anggota DPR di Pekanbaru Riau. Kemudian 1948, ketika Jogjakarta diduduki Belanda, ia diangkat menjadi KPG yaitu Komandan Pangkalan Gurilla Rokan Kanan.

Kepala Jawatan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Kabupaten Kampar, Pekanbaru dijabat beliau sejak 1950 yang berakhir 1960. Baru saja memasuki masa pensiun, 1961, Soeman Hs diangkat menjadi anggota Badan Pemerintahan Harian (BPH) merangkap kepala Bagian Keuangan di Kantor Gubernur Riau yang semasa itu dijabat Gubernur Riau, Kaharuddin Nasution. Soeman masih menjabat Ketua Umum Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Daerah Riau dan Ketua Yayasan Setia Dharma sampai 1998.

Ketika masih belajar di Sekolah Melayu, Soeman Hs mulai menggemari sastra. Sebagai usaha mengembangkan bakatnya dalam bidang sastra, beliau sering mengikuti pembicaraan ayahnya dengan para saudagar yang datang ke rumahnya tentang kehidupan di Singapura. Dari pembicaraan tersebut, ia kemudian banyak berkhayal dan memperoleh banyak inspirasi, serta beberapa bahan cerita. Selain itu, ia juga banyak memperoleh inspirasi dengan banyak membaca buku di perpustakaan. Dua buku yang diminati ketika itu, Siti Nurbaya karya Marah Rusli dan Teman Duduk karya M Kasim.

Kepengarangan Soeman Hs juga muncul berkat dorongan dari gurunya, M Kasim, yang sering menceritakan pengalamannya menulis. Tulisan-tulisan Soeman telah dimuat dalam majalah ibukota maupun di beberapa harian lainnya. Di harian Indonesia Raya, ia tercatat sebagai penulis tetap, dan di majalah Harmonis, Jakarta (1977-1978) ia khusus mengisi kolom ‘’Menyelami Bahasa Indonesia’’. Di antara tulisannya yang pernah dimuat dalam kolom tersebut, yaitu: ‘’Senyum dan Tawa’’, ‘’Kalau Hari Panas Lupa Kacang Akan Kulitnya’’, ‘’Marilah Kita Bersikap Hidup Sederhana’’ dan lain-lain. Selain itu, ia juga pernah menjadi pengasuh ruang siaran ‘’Pembinaan Bahasa Indonesia’’ di Stasiun RRI Pekanbaru yang ditayangkan dua kali seminggu. Pada 1972, ia sempat menerbitkan sebuah majalah anak-anak bernama Nenek Moyang, meski hanya beberapa kali terbit karena kesulitan dana.

Soeman Hs wafat pada Sabtu 8 Mei 1999 di rumahnya, Jalan Tangkubanperahu, Pekanbaru dalam usia 95 tahun. Ia meninggalkan seorang istri bernama Siti Hasnah dan 9 anak serta sejumlah cucu dan cicit. Pemikiran Soeman HS, berkaitan dengan dunia kesusastraan yakni hakikat kesusastraan adalah untuk masyarakat. Karena bagaimanapun baiknya sebuah karya puisi, kalau sukar dimengerti akan menjadikan karya tersebut tidak dekat dengan masyarakat.

Dalam menulis sebuah novel, ia selalu memakai nama-nama asing dalam setiap novelnya, karena ia ingin mendobrak adat yang kaku. Untuk menggambarkan hal ini, sengaja ia pilih tokoh orang asing agar lebih mudah diterima jika melawan adat. Ini adalah salah satu strategi kepengarangan, agar cerita dalam roman tersebut bisa diterima. Selain itu, judul pada setiap karya juga harus menarik. Sebagai contoh, ‘’Percobaan Setia’’. Menurutnya, judul ini menarik, karena seseorang yang sudah setia masih terus dicoba.

Dalam karya ‘’Kasih Tak Terlerai’’, ia tampak lebih banyak berbicara langsung dari pada memberi hidup pada tokoh-tokohnya. Dengan gaya tersebut, terasa kepada pembaca suatu pemaksaan kepada tokoh-tokohnya untuk hidup. Dengan demikian memaksa pula terhadap pembaca untuk mempercayai segala gerak mereka. Karya-karyanya baik roman maupun cerpen antara lain Kasih Tak Terlerai, Jakarta: Balai Pustaka, 1930, Percobaan Setia, Jakarta: Balai Pustaka, 1931. Mencari Pencuri Anak Perawan, Jakarta: Balai Pustaka, 1932, Kasih Tersesat, Jakarta: Balai Pustaka, 1932. Kawan Bergelut (kumpulan cerpen), Jakarta: Balai Pustaka, 1938 serta Tebusan Darah, Medan: Dunia Pengalaman, 1939. Sedang penghargaan untuk Soeman HS atas jasa-jasanya sebagai pahlawan pembela Tanah Air, dianugerahi sebuah Penghargaan Tertinggi dari Komandan Daerah Militer Riau Utara (KDMRU) pada 1949. Nama beliau juga dijadikan nama bagi Gedung Perpustakaan Wilayah Provinsi Riau. Ia juga dianugerahi sebuah penghargaan bernama Anugerah Sagang Kencana oleh Yayasan Sagang, 2010 lalu


Sumber: Riau Pos, Minggu, 12 Februari 2012

No comments: