-- Dessy Wahyuni
KETIKA kita memutuskan untuk mengatakan “Aku cinta kamu”, maka sesungguhnya ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan. Kalimat ini memiliki efek domino atau efek yang akan menimbulkan efek lain karena satu penyebab yang sangat panjang.
Dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Jatuh dari Cinta (Bandung: Grafindo, 2011), Benny Arnas berusaha meramu pahit-manis cinta dalam berbagai racikan. Lima belas cerita pendek yang terangkum di dalamnya telah berhasil menghadirkan potret pelangi cinta nan indah dengan segala warna-warninya sekaligus impian yang kandas serta kegalauan yang tak berkesudahan.
Kata cinta mempunyai banyak arti dan makna yang terkandung di dalamnya. Secara sederhana cinta bermakna sebagai suatu perasaan hati yang merupakan ekspresi dari batin seseorang terhadap suatu hal yang membuat hatinya merasa tertarik, suka, dan terpikat terhadap apa yang ia lihat, dengar, serta rasakan. Sehingga cinta bisa diartikan sebagai suatu perasaan hati dan ungkapan jiwa yang paling dalam sehingga sangat perlu dijaga apabila kita ingin hal itu selalu berada dalam harapan dan impian kita.
Bagi Khalil Gibran, cinta tidak punya makna selain mewujudkan maknanya sendiri. Cinta tidak memberikan apa-apa pada manusia, kecuali keseluruhan dirinya, dan cintapun tidak mengambil apa-apa dari manusia, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki atau dimiliki, karena telah cukup untuk cinta. Namun jika manusia mencintai dengan hasrat dan keinginan, maka manusia harus meluluhkan diri, mengalir di dalamnya, dan terlibat. Hanya saja dalam kehidupan manusia, cinta yang sempurna tidak dapat ditemukan. Kehidupan adalah tabir kegelapan, berkerudung, dan bercadar. Melalui dan dalam cinta manusia senantiasa digiatkan untuk melakukan pencarian makna kehidupan dengan mengamalkan cinta kasih, tetapi kesempurnaan cinta hanya ada dan dimiliki oleh Allah (“Makna Cinta Kahlil Gibran”, wikimu.com).
Kata cinta merupakan suatu kata yang kompleks, mudah disebutkan tapi sangat sulit untuk dimaknai. Untuk mengungkap makna cinta yang disuguhkan Benny kepada pembacanya, cerpen-cerpen dalam Jatuh dari Cinta ini menarik dikaji melalui pendekatan reseptif. Resepsi sastra pada dasarnya merupakan proses pemaknaan karya sastra oleh pembaca sehingga dapat mereaksi atau menanggapi karya sastra itu. Dengan perkataan lain, pengertian resepsi ialah reaksi pembaca terhadap sebuah teks. Dalam hal ini peranan pembaca menjadi penting karena orientasi terhadap teks dan pembaca menjadi landasan utamanya.
Dalam bukunya, Resepsi Sastra, Umar Junus berpendapat bahwa resepsi sastra dimaksudkan bagaimana “pembaca” memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu, atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga bersifat aktif, yaitu bagaimana ia “merealisasikan”-nya. Karena itu resepsi sastra mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan (1985:1). Jadi pendekatan resepsi sastra mementingkan pendapat pembaca dari sebuah karya sastra, seperti tanggapan umum yang sering berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu, dalam menilai, menginterpretasi, dan mengevaluasi sebuah karya sastra berasal dari pikiran pembaca. Pendekatan ini berfokus pada analisis tekstual. Pada dasarnya, makna teks tidak melekat dalam teks itu sendiri, tapi dibuat dalam hubungan antara teks dan pembaca.
Lima belas cerpen yang terkumpul dalam Jatuh dari Cinta ini adalah “Natnitnole”, “Bumi Itu Bulat, Cinta”, “Anak-anak yang Kembali”, “Cerita yang Mencintai Yun Karena Yin”, “Perihal Perempuan Malam Tadi”, “Suara-suara yang Menciummu”, “Cerita yang Menyeruak dari Kebun Mawar”, “Yang Jatuh Berkeping-keping”, “Keluarga Sempurna”, “Kemughau”, “Sesungguhnya Dia Sangat Cemas”, “Kau, Aku, dan Kisah yang Keparat”, “Tujuh Belas Perempuan”, “Kabut”, serta “Kepada Pengantin Baru”. Kelima belas cerpen ini masing-masing menceritakan cinta yang bersemi indah sehingga mampu menyihir kesadaran diri, namun membuat orang harus jatuh oleh cinta tersebut. Cinta yang jatuh ini akhirnya mampu merusak keindahan yang bersemayam dalam jiwa.
Kata jatuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) bermakna (terlepas dan) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi (baik ketika masih dalam gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah dan sebagainya). Tentu saja jatuh ini memiliki efek sakit, terutama bila jatuh dari ketinggian. Begitu pula hal-hal yang dirasakan para tokoh ciptaan Benny dalam Jatuh dari Cinta. Tokoh-tokoh ini sudah terlanjur melambung tinggi karena cinta yang merasuk kalbu, jiwanya seakan terbang menuju langit ke tujuh, akan tetapi dengan kejamnya Benny mengharuskan mereka untuk jatuh terjerembap.
Cerpen “Cerita yang Mencintai Yun Karena Yin” misalnya, menghadirkan tokoh Yun yang begitu mencintai Yang. Menurut Yun, Yang sebenarnya lelaki yang baik dan suami yang bertanggung jawab. Sebab Yanglah yang menyelamatkannya dari segerombolan berandal yang hendak memperkosanya beberapa tahun yang lalu. Padahal sebenarnya Yang hanya mengira Yun adalah Yin, wanita yang dicintainya, sebab Yun sangat mirip dengan Yin.
Tetapi setelah melewati enam tahun berumah tangga, Yang menunjukkan sikap yang teramat manis kepada Yun. Bahkan di suatu pagi, dalam suasana sarapan yang hangat, mereka merencanakan berbulan madu ke luar kota. Perasaan Yun riang tiada tara. Cintanya kepada Yang sudah menghapuskan kekasaran Yang terhadapnya selama ini, seperti gambaran pengarang berikut ini.
Lalu, apakah utang budi dapat membuat seseorang menjadi setia-buta? Yun memang seperti tak peduli tabiat buram Yang: kerap mabuk-mabukan di Pasarpucuk, memukul-menendang tubuhnya, main serong (kabar yang paling santer: dengan Yin). Tentang Yin, saking tak pedulinya, Yun tak pernah tahu seperti apa nian perempuan itu. Dan hari ini, terjawablah semua. Yun senang tak kepalang. Yang baru saja bilang kalai Yin bukanlah gadis yang layak dirisaukan. Ya, Yun paham sampai ke putih-tulang tubuh si suami kalau seleranya cukup tinggi terhadap wanita (Jatuh dari Cinta, 2011:49).
Cerita ditutup dengan kejadian tragis. Yang pulang ke rumah dengan menggandeng Yin, mantan pacarnya yang mirip Yun. Dengan kalap Yun —yang sebelumnya kepalanya sempat dipukul Yang dengan botol bir— menancapkan pisau ke ulu hati Yang dan memelintir leher Yin hingga kedua pasangan kekasih tersebut tewas dengan naas. Akhirnya Yun menyerahkan diri ke kantor polisi.
Universitas London pernah melakukan penelitian mengenai efek jatuh cinta. Hasilnya, diketahui bahwa ketika sedang jatuh cinta bagian otak manusia yang mengontrol pikiran-pikiran kritis akan terganggu. Akibatnya terjadi peningkatan aktivitas di bagian otak yang merespon terhadap reward atau hal-hal baik. Sementara bagian otak yang biasa membuat penilaian-penilaian negatif mengalami penurunan aktivitas (www. lintasberita.com). Hal ini terlihat dalam cerpen “Natnitnole”. Benny menyuguhkan kehidupan sebuah keluarga yang terlihat harmonis. Dalam keluarga ini terdapat seorang ibu yang luar biasa bagi kedua anaknya, Kakak dan Adik, sekaligus istri yang sangat istimewa bagi suaminya. Sang suami selalu gagal menemukan kelemahan istrinya tersebut. Namun sesungguhnya kehidupan keluarga harmonis ini sudah di ujung tanduk.
Kejadian ini bermula saat Kakak tanpa sengaja menguping, bahkan mengintip pertikaian kedua orang tuanya. Ia menyaksikan bogem mentah yang singgah beberapa kali di wajah, pecutan ikat pinggang kulit yang acap mampir di pinggang dan bahu, bahkan tendangan yang harus diterima ibunya. Tidak hanya itu, ternyata sang ayah juga bermain serong dengan wanita lain. Namun kejadian ini semua tidak membuat cinta sang istri luntur pada suaminya. Padahal cinta itu tumbuh akibat tenung yang dipintakan sang suami pada seorang dukun agar wanita itu sudi menjadi istrinya.
O, bagaimana mungkin tenung itu dapat dicabut?! O, benarkah yang dikatakan lelaki sepuh itu? Tenung adalah jembatan untuk membuat cinta itu tumbuh. Dan istriku, masih katanya, bukan wanita biasa. Cintanya tumbuh tak tergesa-gesa padaku. Akhirnya, cinta itu melingkupi segenap perasaannya, tanpa ada perkara tenung-tenungan itu. Walaupun aku menyangkalnya tadi, namun hati kecilku mengakui betapa cintanya begitu dalam padaku. Sudah beberapa kali kucoba meluruhkannya. Dari main serong, memukulinya bertubi-tubi, bahkan ketika aku menceraikannya pun, ia masih bilang bahwa ia tetap mencintaiku. Oohhh! Tak tahukah ia bahwa aku hanyalah mantan remaja yang tergila-gila padanya ketika SMA? Dan itu kuluapkan dengan mengguna-gunainya. Dan berhasil. Namun, siapa pula yang sudi memiliki istri yang tak pernah marah dan tak pernah menyanggah? O, alangkah hebatnya guna-guna dukun itu. O, bukan, alangkah bodohnya aku! (Jatuh dari Cinta, 2011: 11).
Cinta memang sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, menghalau segala dorongan yang hendak merusak segala keindahan yang bersemayam di kalbu. Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, dan memunculkan keberanian. Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnet. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejap. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat jiwa melambung. Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.
Semakin dicari, cinta itu semakin tidak ditemukan. Ketika terjadi pengharapan dan keinginan yang berlebihan akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan. Tidak ada satupun yang diperoleh, bahkan tidak bisa dimundurkan kembali. Kebanyakan orang yang mengakui bahwa dia mencintai seseorang, sebenarnya orang itu tidak benar-benar mencintai, karena mereka tidak mengerti apa sebenarnya cinta. Mencintai seseorang harus tanpa syarat, yaitu mencintai bagaimana adanya saja. Maksudnya mencintai bagaimana seseorang tersebut sebelumnya, saat ini, dan nanti di masa yang akan datang (bahkan saat orang yang dicintai menjadi sesuatu yang tidak diinginkan), sebab perubahan pasti terjadi seiring berjalannya waktu.
Cinta memang terlihat romantis. Dengan kemahirannya merangkai kata, Benny telah mampu menyihir “mantan pacarnya” —yang kini telah menjadi istrinya, sehingga wanita itu menganggap sang pengarang adalah lelaki yang romantis. Pilihan-pilihan kata yang dilakukan pengarang kelahiran Ulaksurung, Sumatera Selatan, 27 tahun silam ini dalam cerpen-cerpennya tersebut sungguh memukau. Menurut Sesilia Nuke Ernawati (redaktur cerpen Suara Pembaruan), pengarang yang pernah menjadi peserta dan pembicara dalam pertemuan internasional Ubud Writers and Readers Festivals 2010 ini konsisten dalam bertutur dan memilih padanan kata, sehingga kalimat-kalimat yang diuntainya tidak saja bermakna, tetapi juga berirama. Pemahat kata yang terampil ini (testimoni Akmal Nasery Basral pada sampul Jatuh dari Cinta) telah mampu menenung pembacanya.
Namun keromantisan cinta ternyata tidak selamanya indah dan membuat jiwa berbunga-bunga. Setelah hanyut terbuai dengan lenggak-lenggok cinta, Benny Arnas, pengarang yang telah memperoleh sejumlah penghargaan di bidang sastra tersebut menghempaskan karakter-karakter yang jatuh cinta dalam lima belas ceritanya ini. Mereka terjerembap. Mereka jatuh dari cinta. Saking piawainya pengarang yang telah meluncurkan tiga buku tunggalnya ini meramu imajinasi, membuat istrinya pun takut membaca cerita-ceritanya. Memang jatuh dari cinta ternyata sangat perih. Ketika kesempurnaan ingin didapatkan, maka kesempurnaan itu hampa adanya.
Dessy Wahyuni SS MPd, peneliti sastra di Balai Bahasa Riau. Selain menulis esai, juga menulis cerpen dan terjemahan sastra yang dimuat di beberapa media. Tinggal di Pekanbaru.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 7 Agustus 2011
No comments:
Post a Comment