Jakarta, Kompas - Seniman dan tokoh Betawi, SM Ardan (74), yang sudah sepekan tidak sadarkan diri di ruang ICU Rumah Sakit Jakarta karena tertabrak sepeda motor, Minggu (26/11) pukul 10.18 mengembuskan napas terakhir. Ardan berpulang ke hadapan Sang Pencipta dikelilingi istri dan ketiga anaknya.
"Kondisi Pak Ardan saat itu semakin kritis. Kami sekeluarga sudah pasrah untuk melepas beliau," kata Masfufah (54), istri Ardan.
Peristiwa tabrak lari di Rawa Belong, Jakarta Barat, pada 19 November lalu menyebabkan pria kelahiran Medan, 2 Februari 1932, itu mengalami pendarahan di kepala, sementara kaki kanannya patah. Sejak saat itu Ardan tidak sadarkan diri.
Di mata keluarganya, Ardan adalah sosok ayah yang pendiam dan bijaksana. Keluarganya pun memaklumi kecintaan Ardan untuk bergulat mengembangkan budaya Betawi.
Meski harus naik angkutan umum atau ojek, Ardan tidak kenal lelah jika diminta hadir dalam seminar atau acara yang membicarakan kebetawian.
Tidak dibayar pun bukan masalah bagi penyair, penulis cerita pendek, novel, esai, dan drama ini.
Dalam pandangan Ardan, kata Masfufah, siapa saja yang mencintai budaya Betawi, meskipun bukan keturunan atau tidak lahir di tanah Betawi, tetap akan menjadi orang Betawi. Kakek dua cucu ini pun percaya, pemikiran Betawi itu tidak kuno.
Luncurkan buku
Bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-75, Februari mendatang, Ardan sebenarnya akan meluncurkan buku kumpulan cerpennya yang disusun JJ Rizal, peneliti sastra dan sejarah di Komunitas Bambu. Buku bertajuk Cerita dari Sekeliling Jakarta itu berisi 22 cerpen karya Ardan. "Bisa dikatakan beliau itu tokoh pemula dari penggunaan dialek Betawi yang lebih baik dari yang sebelumnya," ujar Rizal.
Untuk kumpulan cerpennya itu, Ardan tinggal menulis kata pengantarnya saja tentang perasaannya setelah meninggalkan sastra 20-30 tahun lalu.
Belakangan ini, Kurator Sinematek Indonesia sejak tahun 1975 itu resah dengan adanya citra-citra buruk pada orang Betawi. (ELN)
Sumber: Kompas, Senin, 27 November 2006
No comments:
Post a Comment