-- Ratu Selvi Agnesia
Komunitas Hong mengajak anak-anak untuk mencoba berbagai permainan khas tradisional Nusantara yang sarat nilai filosofis.
Kata “Hong" diambil dari permainan hong-hongan atau petak-umpat, sedangkan dalam pengertian harafiah bahasa Sunda (Jawa Barat) artinya “bertemu". Maka dalam Komunitas Hong yang berdiri sejak tahun 2003 itu, yang utama adalah mempertemukan anak-anak bersama dalam dunia bermain, dengan alam, dan bersama nilai lokal. Hingga ada pengamat yang menyebut Komunitas Hong adalah “pusat kajian mainan rakyat".
Komunitas Hong digagas oleh Mohammad Zaini Alif atau sering disapa Kang Zaini. Pada awalnya Zaini yang mendapat penghargaan sebagai Social Entrepreneur dari British Council tahun 2010 itu meneliti seni dan budaya sejak 1996, atas dasar ingin melestarikan mainan rakyat. Lalu pada 2003 komunitas ini pun berdiri dan diresmikan pada 2008.
Menurut Zaini, niatnya mendirikan dan melestarikan Komunitas Hong adalah untuk menghidupkan kembali berbagai khazanah permainan tradisional Jawa Barat dan Nusantara. Sampai saat ini Kmunitas Hong sudah memiliki 150 anggota yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat dengan tingkatan usia dari mulai 6 tahun sampai 90 tahun. Kelompok anak adalah pelaku dalam permainan. Sedangkan untuk anggota dewasa adalah narasumber dan pembuat mainan.
Komunitas ini bertempat di Jl. Bukit Pakar Utara 35 Dago, Bandung. Selain memiliki beberapa tempat untuk beraktivitas, di antaranya: Pakarangan Ulin di Jl. Bukit Pakar Utara No.26 Belakang, Bandung. Lokasi di Dago Atas ini dapat dijangkau dengan angkot jurusan Dago-Ciburial hingga pertigaan Dago Pakar kemudian dilanjutkan naik ojek. Dengan kendaraan pribadi atau sewaan maka Anda dapat lebih mudah mencapainya. Selain itu terdapat tempat Workshop: di Kampung Kolecer, Kmp. Bolang desa Cibuluh, Kec. Tanjungsiang Kab. Subang.
Komunitas Hong baru-baru berusaha menggali dan merekonstruksi mainan rakyat, baik itu dari tradisi lisan atau tulisan. Komunitas mainan rakyat ini juga berusaha memperkenalkan mainan rakyat dengan tujuan menanamkan pola pendidikan masyarakat buhun agar seorang anak mengenal dirinya, lingkungannya, dan Tuhannya.
Komunitas Hong sebagai Pusat Kajian mainan Rakyat aktif mensosialisasikan mainan salah satunya di acara WWF (World Wildlife Fund) di Taman Ismail Marzuki, (18/12/2012). Mereka mempunyai berbagai program yang telah terlaksana dengan baik di antaranya: melakukan binaan budaya bermain anak melalui pelatihan untuk anak-anak agar budaya bermain yang berbasis budaya lokal tetap bertahan. Lalu mengembangkan produk mainan rakyat sebagai dasar pengembangan mainan anak yang ada untuk kebutuhan dalam dunia pendidikan.
Mengacu pada tujuan-tujuan tersebut, komunitas Hong menerapkan kegiatan-kegiatan, antara lain: pembuatan Kampung Kolecer, tempat melatih mainan dan permainan rakyat yang ada di Kampung Bolang, Desa Cibuluh Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang. Juga mendirikan Museum Mainan Rakyat di Bandung untuk mengangkat dan memperkenalkan mainan rakyat, serta menyelenggarakan Festival Kolecer, yaitu festival mainan rakyat.
Saat ini telah ada 168 alat permainan yang dikontruksi ulang oleh Komunitas Hong. Di antaranya: kolecer (baling-baling yang biasa ditiup angin di sawah, terbuat dari bambu atau daun kelapa), rorodaan (sepeda-sepedaan terbuat dari bambu dan kayu), wayang dari batang singkong, gasing jajangkung (egrang ala Sunda), celempung alat musik perkusi berbentuk trapesium, kotak suara dan dawai-dawai, dan aneka alat musik lainnya.
Komunitas Hong berusaha memberi ruang untuk menumbuhkan lagi mainan rakyat yang hampir tergilas oleh permainan yang sarat dengan sentuhan teknologi modern, seperti game on line, play station hingga permainan gadget. Komunitas ini membuka diri bagi siapa pun yang ingin melestarikan mainan rakyat untuk bergabung.
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 6 Januari 2013
Komunitas Hong mengajak anak-anak untuk mencoba berbagai permainan khas tradisional Nusantara yang sarat nilai filosofis.
Kata “Hong" diambil dari permainan hong-hongan atau petak-umpat, sedangkan dalam pengertian harafiah bahasa Sunda (Jawa Barat) artinya “bertemu". Maka dalam Komunitas Hong yang berdiri sejak tahun 2003 itu, yang utama adalah mempertemukan anak-anak bersama dalam dunia bermain, dengan alam, dan bersama nilai lokal. Hingga ada pengamat yang menyebut Komunitas Hong adalah “pusat kajian mainan rakyat".
Komunitas Hong digagas oleh Mohammad Zaini Alif atau sering disapa Kang Zaini. Pada awalnya Zaini yang mendapat penghargaan sebagai Social Entrepreneur dari British Council tahun 2010 itu meneliti seni dan budaya sejak 1996, atas dasar ingin melestarikan mainan rakyat. Lalu pada 2003 komunitas ini pun berdiri dan diresmikan pada 2008.
Menurut Zaini, niatnya mendirikan dan melestarikan Komunitas Hong adalah untuk menghidupkan kembali berbagai khazanah permainan tradisional Jawa Barat dan Nusantara. Sampai saat ini Kmunitas Hong sudah memiliki 150 anggota yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat dengan tingkatan usia dari mulai 6 tahun sampai 90 tahun. Kelompok anak adalah pelaku dalam permainan. Sedangkan untuk anggota dewasa adalah narasumber dan pembuat mainan.
Komunitas ini bertempat di Jl. Bukit Pakar Utara 35 Dago, Bandung. Selain memiliki beberapa tempat untuk beraktivitas, di antaranya: Pakarangan Ulin di Jl. Bukit Pakar Utara No.26 Belakang, Bandung. Lokasi di Dago Atas ini dapat dijangkau dengan angkot jurusan Dago-Ciburial hingga pertigaan Dago Pakar kemudian dilanjutkan naik ojek. Dengan kendaraan pribadi atau sewaan maka Anda dapat lebih mudah mencapainya. Selain itu terdapat tempat Workshop: di Kampung Kolecer, Kmp. Bolang desa Cibuluh, Kec. Tanjungsiang Kab. Subang.
Komunitas Hong baru-baru berusaha menggali dan merekonstruksi mainan rakyat, baik itu dari tradisi lisan atau tulisan. Komunitas mainan rakyat ini juga berusaha memperkenalkan mainan rakyat dengan tujuan menanamkan pola pendidikan masyarakat buhun agar seorang anak mengenal dirinya, lingkungannya, dan Tuhannya.
Komunitas Hong sebagai Pusat Kajian mainan Rakyat aktif mensosialisasikan mainan salah satunya di acara WWF (World Wildlife Fund) di Taman Ismail Marzuki, (18/12/2012). Mereka mempunyai berbagai program yang telah terlaksana dengan baik di antaranya: melakukan binaan budaya bermain anak melalui pelatihan untuk anak-anak agar budaya bermain yang berbasis budaya lokal tetap bertahan. Lalu mengembangkan produk mainan rakyat sebagai dasar pengembangan mainan anak yang ada untuk kebutuhan dalam dunia pendidikan.
Mengacu pada tujuan-tujuan tersebut, komunitas Hong menerapkan kegiatan-kegiatan, antara lain: pembuatan Kampung Kolecer, tempat melatih mainan dan permainan rakyat yang ada di Kampung Bolang, Desa Cibuluh Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang. Juga mendirikan Museum Mainan Rakyat di Bandung untuk mengangkat dan memperkenalkan mainan rakyat, serta menyelenggarakan Festival Kolecer, yaitu festival mainan rakyat.
Saat ini telah ada 168 alat permainan yang dikontruksi ulang oleh Komunitas Hong. Di antaranya: kolecer (baling-baling yang biasa ditiup angin di sawah, terbuat dari bambu atau daun kelapa), rorodaan (sepeda-sepedaan terbuat dari bambu dan kayu), wayang dari batang singkong, gasing jajangkung (egrang ala Sunda), celempung alat musik perkusi berbentuk trapesium, kotak suara dan dawai-dawai, dan aneka alat musik lainnya.
Komunitas Hong berusaha memberi ruang untuk menumbuhkan lagi mainan rakyat yang hampir tergilas oleh permainan yang sarat dengan sentuhan teknologi modern, seperti game on line, play station hingga permainan gadget. Komunitas ini membuka diri bagi siapa pun yang ingin melestarikan mainan rakyat untuk bergabung.
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 6 Januari 2013
No comments:
Post a Comment