Friday, October 20, 2006

Relevansi Kearifan Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Nilai-nilai lokal memainkan peranan orientasi awal bagi tindakan-tindakan etis dalam hampir semua masyarakat kita. Di Lampung, piil pesenggiri merupakan nilai lokal yang berperan penting dalam perilaku keseharian masyarakat adat.

"Mentalitas budaya masyarakat Lampung sangat kental akan nilai-nilai dalam filsafat piil pesenggiri," kata Rizani Puspawidjaja seusai peluncuran bukunya, Hukum Adat dalam Tebaran Pemikiran (diterbitkan Universitas Lampung, 2006), di Hotel Indra Puri, Bandar Lampung, Kamis (19-10).

Dalam acara yang digelar Lampung Post bekerja sama Cerdas itu, hadir Wakil Gubernur Syamsurya Riacudu, kalangan akademisi dari Unila, UBL, IAIN Radin Intan, dan sejumlah aktivis LSM.

Rizani Puspawijaya mengatakan sebagai tatanan moral masyarakat adat Lampung, piil pesenggiri tidak muncul seketika. Ada proses panjang, sehingga menjadi etos bagi perilaku masyarakat yang merangkup di dalamnya unsur-unsur seperti juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, sakai-sambaiyan. "Susunan seperti ini sebaiknya jangan diubah," kata dia.

Menurut Rizani, budaya sekelompok masyarakat yang ada di Nusantara memiliki kemiripan dengan budaya masyarakat lain. Kemiripan itu bukan alasan menyebut tidak ada kekhasan dalam budaya suatu masyarakat, sehingga tidak perlu dijaga kelestariannya. "Perbedaan dalam tiap budaya itu selalu ada, perbedaan itulah yang khas untuk masyarakat bersangkutan. Perbedaan sering terjadi pada tingkat ekspresi budaya bersangkutan, meskipun tujuan akhirnya bisa saja sama," kata dia.

Kekhasan budaya itu harus mencerminkan perilaku masyarakat penganut budaya bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari. Penghargaan terhadap kesopanan dalam masyarakat adat Lampung yang tercermin dalam unsur juluk adek adalah gelar adat. Masyarakat budaya lain juga memiliki nilai seperti itu. "Bukan berarti tidak ada nilai budaya yang khas Lampung jika nilai itu mirip dengan nilai yang ada pada budaya lain," katanya.

Munculnya keraguan atas nilai budaya Lampung, bagi Rizani, terjadi akibat banyak masyarakat adat Lampung yang kurang memahami makna piil pesenggiri. Sering pemahaman masyarakat tidak menyeluruh, tapi sudah merasa sangat mengetahui budaya. "Sering orang membicarakan budaya Lampung dari sisi negatif, padahal tidak ada budaya yang menimbulkan ekses negatif bagi masyarakat penganutnya," kata dia.

Bagi Rizani, kualitas pemahaman piil pesenggiri akan tercermin dalam perilaku keseharian. "Mereka yang berbudaya Lampung akan menyadari nilai-nilai budaya itu tidak dilihat dari masalah fisik, tetapi terkait soal mentalitas dan perilaku keseharian dalam bermasyarakat," kata dia.

Pada dasarnya, kata Rizani, piil pesenggiri merupakan kebutuhan hidup yang bersifat mendasar bagi seluruh masyarakat Lampung. Sebagai kebutuhan hidup, piil pesenggiri menjadi tuntutan bagi masyarakat agar dapat bertahan (survive). "Sangat disyukuri jika budaya Lampung menjadi representasi identitas nasional. Setiap kebudayaan di Nusantara memiliki potensi menjadi representasi identitas nasional," katanya. n ANI/HUT/U-1

Sumber: Lampung Post, Jumat, 20 Oktober 2006

No comments: