Friday, July 07, 2006

Nuansa: Rasa Pisang Goreng...

-- Udo Z. Karzi


MAMAK Kenut dan lain-lain sedang ngumpul-ngumpul. Ngobrol ke sana kemari. Sebebalak awak. Asyik juga. Ada kopi. Kalau tak suka, ada teh. Tetapi, sori untuk drug. Dan...yang penting ada goreng-gorengan hasil urunan peserta himpun.

Namanya juga cawa munggak-medoh, jelas aja yang diomongin siapa pun dan hal apa saja. Gempa berminggu-minggu jelas menarik, tetapi sudah mulai kehilangan isu. Rencana pembangunan lintasan kereta api dari Lampung hingga Aceh juga jadi angin surga. Berita paling seru pekan ini adalah soal tempat pemungutan retribusi (TPR).

Bermula dari TPR, bisa merambat ke mana-mana. Di sinilah sebenarnya gudang masalah itu. Dari TPR merembet ke masalah pungutan liar, korupsi, penyelewengan, dana taktis pejabat, pendapatan asli daerah, target, dan ekonomi biaya tinggi.

Udien: Menteri Perhubungan Hatta Radjasa minta TPR ditutup.

Minan Tunja: Saya setuju. TPR itu buat susah pengguna jalan saja. Bayangin aja di Lampung data resmi menyebutkan ada 46 pos TPR tersebar di hampir semua jalan raya. Itu yang resmi ada peraturan daerahnya. Belum lagi pungutan liar lain yang dilakukan pihak-pihak yang kelewat kreatif untuk mengeduk pitis dengan cara mudah. Boleh di bilang nyaris tak ada jalan yang bersih dari "orang yang minta-minta".

Mat Puhit: Tapi yang paling keras menentang penghapusan TPR jelas bupati-bupati. Ada daerah yang PAD terbesarnya justru dari ngerampok di jalan begitu.

Pithagiras: Ya, jelaslah. Emang dari mana mereka dapat duit kalau tidak dari sana.

Minan Tunja: Pemerintah kota/kabupaten itu kan seharusnya kreatif dalam menciptakan peluang bagi pengembangan perekenomian di daerahnya. Dunia usaha yang kondusif jelas membuat pengusaha merasa nyaman berinvestasi. Perekonomian sehat kalau biaya produksi barang dan jasa itu rasional. Tapi, dengan banyaknya pungutan yang tak jelas itu, biaya produksi menjadi membubung karena terjadi high cost. Terlalu banyak biaya-biaya siluman yang benar-benar mak jelas.

Radin Mak Iwoh: Ah, teori...pemda terdesak situasi yang mengharuskan mereka mengejar target PAD tinggi. Yang paling mudah ya menarik pajak dan retribusi. Dan yang paling menggiurkan justru retribusi jalan.

Pithagiras: Itulah pemerintah daerah. Mau cari gampang aja....

Radin Mak Iwoh: Kalau nggak begitu, emang pemda dapat doku dari mana.

Mat Puhit: Kreatif dong. Kreatif.

Minan Tunja: Ya...pemda harus mikir.

Pithagiras: Pemda harus punya terobosan.

Radin Mak Iwoh: Eh, kalian ini bisa ngomong doang. Uang yang saya kasih tadi itu berasal dari TPR. Itu sudah campur dengan uang kalian. Sekarang, saya mau tanya, bagaimana rasa pisang goreng yang kita makan bersama? Sama kan?

Pithagiras: Hueek.... Apa?

Mat Puhit: Pisang ini dibeli hasil ngerampok di jalan?

Minan Tunja: Haram...haram....

Semua: Hahahaaa.....

Sumber: Lampung Post, Jumat, 7 Juli 2006

No comments: