Saturday, June 10, 2006

Nuansa: Biar Miskin...

-- Udo Z. Karzi

Mamak Kenut dulu -- sampai sekarang -- punya prinsip begini: biar miskin asal sombong. Dia hampir sama sekali tak peduli dengan ejekan-ejekan teman.

Tidak tanggung-tanggung, kyai sejuta umat Zainuddin M.Z. yang sekarang jadi ketua Partai Bintang Reformasi, dulu menyindir-nyindir. Begini kata: Tuhan itu paling benci dengan orang yang miskin, tetapi sombong. Kaya sombong, wajar. Ganteng sombong, biasa. Pinter sombong, lazim. Iyalah. Memang ada yang bisa disombongin. Miskin, sombong, itu seburuk-buruk orang.

Ceramah ini diteruskan Minan Tunja untuk meledek Mamak Kenut, "Sudah miskin, jelek, beloon... mau jadi apa?"

Tapi tetap Mamak Kenut cuek.

Biar miskin asal kaya hati, kata lagu dangdut. Mat Puhit lain lagi, prinsip dia, biar miskin asal banyak duit, hidup enak, apa yang dimauin ya ada. Pithagoras juga prinsip. "Biar miskin asal bahagia," katanya.

Cuma Paman Takur yang langsung marah-marah begitu ada yang menghadap mau pinjam uang. "Makanya, siapa suruh jadi orang miskin. BBM naik saja kalian pusing. Harga barang naik kalian mengeluh. Onkos angkot naik kalian ngedumel. Emang enak jadi orang kaya. Kalian tahu nggak. Sekarang ini, segalanya akan beres dengan yang namanya duit. Uang. Doku. Segalanya beres dengan dana. Semuanya hanya bisa dibeli dengan uang. Tanpa uang ya mau apa?"

Kalau Paman Takur sudah ngomong begitu, siapa yang berani membantah. Tinggal bilang saja, "Ya Paman. Ya Paman." Iyo iyoin saja asal Paman Takur senang. Kalau Paman Takur senang, paling tidak Paman Takur bersedia memberikan pinjaman. Syukur-syukur tanpa bunga. Lebih syukur lagi kalau dikasih cuma-cuma. Tanpa embel-embel. Tanpa pamrih. Tanpa harus mengingat balas budi.

Tapi mungkin nggak ya?

Ah, orang pelit kayak gitu kok mau berderma.

"Nah, orang kaya kayak Paman Takur mamang cocok untuk sombong, angkuh, nggak pedulian, nggak punya rasa kasihan, nggak punya perikemanusian. La, Mamak Kenut miskin, jelek, bloon, kok sombong," kata Udien.

Wah, bahaya nih. Mamak Kenut dibilang sombong, miskin, jelek, dan ... bloon. Siapa nih yang buat isu itu. Mamak Kenut perlu klarifikasi. Siapa bilang Mamak miskin, siapa bilang Mamak jelek, siapa bilang Mamak begok, siapa bilang Mamak sombong, siapa bilang... Nggak. Mamak nggak miskin cuma nggak punya duit. Nggak. Mamak nggak jelek cuma nggak ganteng. Nggak. Mamak nggak bodoh cuma nggak pinter. Nggak. Mamak nggak sombong cuma (kadang-kadang) nggak tahu diri.

"Iya sih, Mamak itu rendah hati. Hehehee...," kata Minan Tunja.

"Tapi bukan rendah diri kan?" ledek Mat Puhit.

"Sembarangan...," sahut Mamak Kenut.

Biar miskin asal sombong. Iya soalnya kalau nggak gitu, kita-kita minder terus. Nggak pede terus. Mau ngapa-ngapain rikuh, ragu-ragu, takut nggak ada biaya. Nanti kayak "seniman" yang nggak bisa berkarya gara-gara anggarannya nggak cair-cair. Padahal sih dana itu mesti ada kalau orang itu kreatif. Nggak perlu korupsi. Nggak perlu buat proposal pengajuan dana terus-terusan. Nggak perlu berharap pada pemerintah terus. Nggak perlu merengek-rengek minta bagian dari proyek pemerintah terus. Nggak perlu menadahkan tangan terus.

Jadi, sudah benarlah: biar miskin asal sombong. Habis kalau kita pikir kita ini miskin, kita nggak bakal bisa ngapa-ngapain seperti kata Paman Takur. Padahal miskin itu modal. Dengan kemiskinan, bisa menjadi kreatif. Kalau "orang pinter" sih jelas, dia bisa menjual kemiskinan orang lain untuk kemaslahatan diri sendiri. Ah, biar miskin asal ...

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 10 Juni 2006

No comments: