Thursday, April 06, 2006

Sajak: Katanya Reformasi Damai

-- Udo Z. Karzi*

katanya, reformasi damai. kok kita masih suka ngotot, memaksakan kehendak, dan pakai kekerasan segala. mengapa kita tak duduk bersama, gantian ngomong, menghormati pandangan lain, dan menemukan solusi terbaik? mengapa kita merasa paling benar, orang lain salah semua, dan karenanya apa pun kita harus terjang? mengapa kita tak mampu menahan diri dan mempertimbangkan segala sesuatu yang telah, sedang, dan akan terjadi akibat kelakuan kita?

kita masih hobi berbuat dosa, memperturutkan hawa nafsu, sibuk memperjuangkan kepentingan dan ambisi pribadi. Kita tak pernah melakukan sesuatu untuk mewujudkan kedamaian di antara umat manusia. padahal, kita punya momentum bagus untuk memulai segala sesuatu untuk membangun masyarakat-bangsa yang sejahtera. saatnya kita peduli dengan tetangga kita, orang-orang tak mampu, anak terlantar, orang yang menderita dan yang tersiksa.

-- delapan orang tewas dalam bentrokan aparat dan warga di merauke, papua.

besok boleh jadi teman, saudara, tetangga, anak, orang tua, kakak, adik, atau kita sendiri menjadi korban. negeri ini makin tak aman saja. pembunuh berkeliaran di mana-mana; tak semata perampok, penodong, atau aparat bersenjata, tetapi mungkin juga orang yang paling dekat dengan kita, atau bahkan diri kita sendiri.

katanya, reformasi damai. kok berdamai dengan saudara sendiri, teman sendiri, tetangga sendiri, dan diri sendiri saja sulit. kalau itu saja tak bisa, bagaimana mungkin kita bisa bertemu, berbincang, berkencan, menyatukan hati kita. kita sulit melihat kesamaan di antara kita. kita berbeda. Beda fisik, beda visi, beda kepentingan, beda keinginan, beda cara, beda ... semuanya. apa boleh buat, kita saling bermusuhan. kita mesti berpisah. soalnya, kita tak mungkin serumah, selingkungan, sekampung, sebangsa lagi.

-- ah, pahit sekali. mengapa mesti begitu?

dulu, kita memiliki cita-cita bersama, harapan bersama, keinginan bersama, kebebasan bersama, keadilan bersama, kesejahteraan bersama, demokrasi bersama, ... apa-apa milik kita bersama. kita hanya beda tempat tinggal, status, kedudukan, pekerjaan, jabatan, kekayaan, dan apa-apa yang tidak terlalu substansial. cerita tentang penderitaan, perlakuan tidak manusiawi, ketidakadilan, penindasan, penyiksaan, penyulikan, pembunuhan, dan pembantaian, itu semua ulah penguasa masa lalu yang tidak pernah kita kehendaki bersama.

kini, zaman berganti. kita kok masih saja suka dengan segala sesuatu yang selama ini kita benci: pemaksaan kehendak, kekerasan, dan pembunuhan. bagaimana kita mau hidup damai kalau tiap hari kita menantang-nantang saudara sendiri, teman sendiri, tetangga sendiri, bapak-anak sendiri, bahkan diri kita sendiri untuk berkelahi. agaknya, kita sulit berdamai.

katanya reformasi damai. kok masih berdarah-darah juga?

* Udo Z. Karzi, lahir 12 Juni 1970 di Liwa, Lampung Barat. Buku sajak dwibahasanya: Momentum (2002).

Puisi Nominasi Edisi Maret 2006


Komentar Dukungan


Sedih.“kita mesti berpisah. Soalnya, kita tak mungkin serumah, selingkungan,
sekampung,sebangsa lagi,”. Kalimat itu begitu menusuk. Miris. Dalam hati muncul
pertanyaan “Apakah 100 tahun yang akan datang Indonesia tercinta masih tegap
berdiri?” . Ah, Saya yakin Indonesia masih berjaya dengan syarat masyarakatnya
semakin Cinta Damai tentunya. Amin. Puisi ini wajib direnungi!

Fitta Astriyani" <>
_______________________________________

Kata-katanya sederhana tapi menggugah 'keakuanku' untuk segera berkaca diri dan
melihat kesekeliling, tenyata kita semua memiliki masalah yang tidak penah usai,
yang selalu terus akan membuntuti sampai kapanpun kalau kita sendiri tidak mau
berubah. dalem banget makna yang ada, menyentil, tapi tidak menggurui.

Teguh Prasetyo" <>
__________________________________

saya pikir puisi ini sudah mendeskripsikan keadaan manusia saat ini: Manusia adalah
srigala bagi manusia yang lain, jadi itu makna satire dari "katanya reformasi
damai", jadi wajarlah kalau Gie bilang 'berbahagialah orang yang mati muda karena
tak sempat bertemu srigala.

Meza Swastika <>
___________________________________

Sumber puitika.net, 6 April 2006

No comments: