Sunday, December 01, 2013

Gelora Teater dan Festival Film Pendek DKR: Teater Makin Diminati

DUA helat sekaligus yang ditaja Dewan Kesenian Riau yakni Gelora Teater 2013 dan Festival Film Pendek sudah mulai Kamis, (28/11). Kedua helat tersebut dipusatkan di Area MTQ tepatnya di Aula Dewan Kesenian Riau dan Anjung Seni Idrus Tintin.

Gelora Teater

Kata teater, drama atau sandiwara tidaklah hal asing bagi masyarakat Riau karena sejak dahulunya masyarakat telah mengenalnya dalam bentuk seni pertunjukan di kampung-kampung, baik itu berupa Sandiwara Bangsawan, Mak Yong, Mamanda, Mendu, Randai Kuantan ataupun ritual-ritual pengobatan yang disajikan dalam bentuk tontonan. Hal ini disampaikan Ketua Dewan Kesenian Riau, Kazzaini Ks dalam elu-eluannya di Anjung Seni Idrus Tintin, Jumat malam (29/11).

‘’Kalau kita mau merujuk akar sejarah, memang teater ini bukan hal asing lagi bagi masyarakat Riau. Seni teater terutama di kampung-kampung sejak dulu sudah akrab dengan masyarakat, salah satunya Sandiwara Bangsawan yang bahkan dipergelarkan hanya memakai lampu srongkeng. Artinya menurut saya, seni teater memang sudah akrab dengan kita bukan hal yang baru dan aneh karena nenek moyang kita sudah mengakrabinya sejak kecil,’’ ujar Kazzaini.

Melihat sambutan peserta yang dinilai Kazzaini cukup antusias. Hal itu terbukti membludaknya peserta bahkan hampir separuh dari peserta mengikuti helat gelora tetaer 2013 ini tanpa mendapat rekomendasi dari Dewan Kesenian Daerahnya masing-masing atau independen. ‘’Ini juga salah satu bukti bahwa seni teater di Riau sesungguhnya mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat dilihat dari misalnya bagaimana pekerjanya sudah bisa tampil di gedung dengan fasilitas yang saya kira sudah standarlah ketimbang orang-orang dahulu bermain hanya di laman terbuka atau hanya bermodalkan cahaya lampu alakadarnya. Tetapi lihat saja sekarang, sandiwara atau seni pertunjukan sudah bisa pula memanfaatkan tekhnologi yang semakin canggih,’’ ujarnya lagi.

Tujuan utama dari Gelora teater ini dalam rangka berbagi pengetahuan, mendapatkan sesuatu yang baru tentu dari pengalaman pentas serta dialog-dialog antara sesama pelaku teater maunpun dengan dewan juri yang sengaja diundang dari Jakarta, Lampung dan juga Riau sendiri. Ke depannya Kazzaini berharap tentu akan menampilakan yang lebih baik karena mnurutnya seni ini adalah bagian dari proses dari kurang baik sampai menjadi lebih baik dan mendekati kesempurnaan. ‘’Tetapi tentu juga yang tidak kalah pentingnya, acara ini dapat dijadikan sebagai ajang silaturahmi antara kita semua,’’ tambahnya.

Sementara itu, gelora teater, sejak sore (Jumat, red) sudah dimulai pementasan. Undian pertama, Sanggar Sri Dayang Kabupaten Kepulauan Meranti berjudul Buang Ancak.

Penampilan ke dua dari Teater Senja SMAN 5 Pekanbaru yang membawakan naskah Dokter Gadungan karya Molliere.
Kemudian pada malam harinya, tampil pula grup undian tiga dari Blacan Art Community Pekanbaru yang disutradari Mimi Suryani berjudul Ceki, sejenis permainan kartu atau judi. Keinginan menang dan mengalahkan jadi tujuan utama bagi para pelaku judi tersebut sehingga berujung pada hal yang merugikan diri sendiri.

Dan pertunjukan ditutup dengan peserta undian empat dari Dewan Kesenian Indragiri Hulu-Rengat. Tim ini membawakan naskah yang berjudul Dang Gedunai. Cerita klasik yang mengisahkan tentangseorang perempuan remaja bernama Dang Gedunai. Perempuan itu suatu hari tatkala menyarau, ia menemukan dua butir telur emas yang sangat besar. Telur itu pun akhirnya dibawa pulang dan hendak dimakannya meskipun ibunya telah melarang.

Salah seorang dewan juri, Azis Fikri menyebutkan sejauh pementasan peserta yang sudah tampil dari sore sampai malam, dikatakannya sangat apresiasi terutama semangat para peserta. Namun secara tekhnis dari keempat pementasan tersebut belum pula bisa dinilainya dan dikatakannya secara detil karena masih banyak pementasan-pementasan berikutnya yang akan dinilai. Akan tetapi menurut Azis, sejauh ini ada beberapa tekhnis yang perlu dicermati terkait dengan gaya pementasan, penggarapan dan penggunaan set dekor panggung. ‘’Ya, misalnya secara umum saya jelaskan, ada beberapa pementasan tehnik penggarapan sudah bagus tetapi misalnya secara konteks, tidak tepat dan sebaliknya, kira-kira begitulah gambaran dari empat pementasan yang telah dilaksanakan,’’ ujar Azis Fikri.

Festival Film Pendek

Agenda Festival Film Pendek ditandai dengan pembukaan workshop yang dilaksanakan di Aula Dewan Kesenian Riau, Jumat pagi (29/11). Peserta workshop yang terdiri dari siswa dan mahasiswa serta pelaku film di Riau tersebut  didampingi tiga orang pembicara, John De Rantau dari Jakarta, Pelaku Film Riau, Pradonggo dan Budayawan Riau, Al azhar.

Pada acara Pembukaan, Ketua DKR yang diwakili Ketua I, Mustamir Thalib menyebutkan Riau sangat kaya dengan seni dan budaya namun bila dikaitkan dengan kamajuan tekhnologi dalam hal ini produksi film, sangat masih jauh tertinggal dari daerah lain. ‘’Untuk itulah DKR merasa perlu menaja festival film pendek sekaligus workshop ini, setidaknya untuk memicu kreatifitas pelaku film Riau,’’ ujarnya.

Kepada para peserta, Mustamir mengajak untuk sama-sama  menggali ilmu dan pengalaman dari pembicara kita dalam workshop ini. Beliau juga berharap ke depannya para peserta bisa menularkan ilmu yang didapat dan menelurkan karya-karya film yang bermutu.

Pada sesi siangnya, puluhan peserta tampak asyik melihat materi yang diberikan salah satu sutradara handal Indonesia, John De Rantau. Seorang sutradara yang telah melahirkan film Denias, Senandung di Atas Awan dan Obama Anak Menteng.

Dalam kesempatan itu, John memberikan materi yang mudah dimengerti dengan melibatkan peserta untuk praktek langsung memegang kamera dan teknik pengambilan gambar. ‘’Saya berangkat dari awam. Merantau dari kampung ke Jakarta dan kuliah di IKJ. Saya mengadopsi pelajaran dan pengetahuan yang saya dapat. Saya dulunya orang yang disuruh-suruh di lapangan. Namun di situlah saya belajar. Prinsip inilah yang membuat saya berani untuk membuat film,’’ jelas John ketika membuka materinya.

Film yang menurut John adalah sebuah geliat kerisauan seseorang mencurahkan melalui dunia visual ini, mudah untuk dipejari. Siapapun dan bagaimanapun yang dipelajari akan hanya begitu-begitu saja. Tapi yang berat dari dunia senematografi ini adalah bagaimana kita mempertanggungjawabkan karya ini nantinya. ‘’Kalau belajar teknis 2 jam saja saya jamin kita bisa jadi pembuat film. Workshop dan sekolah bisa menjamin anda menjadi kameraman yang handal, editing yang handal, penata cahaya yang handal, penata artistik yang handal. Karna semua itu hal teknis. Tapi workshop dan sekolah belum tentu bisa membuat anda menjadi sutradara yang handal,’’ tambah John dengan bahasa santainya.

Para peserta film di samping telah menyerahkan film pendek untuk dinilai dalam Festival Film Pendek DKR 2013 tersebut, juga diharapkan dalam workhsop itu kembali membuat atau langsung mempraktekkan pembuatan film dengan durasi yang lebih pendek. ‘’Hal itu dimaksudkan agar, materi-materi yang didapat selama workhsop dapat langsung diprkatekkan di lapangan dan ke depannya secara tekhnis maupun pesan cerita dapat terbungkus dengan baik,’’ ujar Fedli Azis selaku ketua pelaksana kedua kegiatan tersebut.(*6) n

Sumber: Riau Pos, Minggu, 1 Desember 2013

No comments: