Wednesday, April 09, 2008

100 Tahun Hamka: Bacaan Kontemporer Penting buat Anak

JAKARTA (MI): Pengenalan buku-buku bacaan kontemporer kepada anak akan berdampak positif pada sisi psikologi anak, yang lebih berpikiran multidimensi dan lintas sektoral dalam menyikapi masalah.

Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan hal itu ketika menjadi pembicara kunci pada seminar internasional 100 Tahun Buya Hamka, di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, kemarin.

Berbicara dalam acara itu, Anwar menjelaskan metode pendidikan tidak harus mengandalkan pendidikan formal semata. Bisa juga pendidikan nonformal, melalui pengenalan berbagai bacaan kontemporer yang inspiratif dan membuka wawasan anak-anak.

"Banyak kasus, anak-anak yang cerdas di sekolah, namun tidak menguasai pengetahuan umum di luar pendidikan formal, seperti bacaan-bacaan kontemporer, yang sifatnya politik, sosial, budaya, agama, dan bidang lainnya,'' ujar Anwar.

Dalam hal itu, ia mencontohkan pada diri Buya HAMKA sebagai tokoh bangsa Indonesia, yang hanya mengenyam pendidikan formal SD, namun memiliki wawasan yang luas dari berbagai aspek, karena banyak membaca buku-buku bacaan kontemporer.

''Alhasil, pemikiran terhadap kebangsaan pun lebih maju, dan tidak hanya itu, beliau pun memiliki sikap toleransi yang cukup baik, dengan orang yang berbeda pandangan dari sisi suku, agama, ras, dan antigolongan,'' ujar Anwar.

Dengan kata lain, jika bacaan-bacaan kontemporer itu diperkenalkan kepada anak sejak dini, seperti melalui media massa, cara pandang anak pun, tidak akan kaku terhadap suatu masalah yang akan dihadapi.

Senada dengan Anwar, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (UHAMKA) Suyatno mengatakan pengenalan buku-buku bacaan kontemporer pada anak merupakan suatu nilai dari Buya HAMKA, yang harus menjadi inspirasi bagi generasi muda saat ini.

Dengan cara seperti itu, generasi muda akan memiliki pemikiran multidimensional. Mereka tidak hanya menerima wawasan atau ilmu pengetahuan dari satu sumber saja, tetapi juga sumber bacaan lainnya selain buku-buku di sekolah.

Bahkan Suyatno menilai, ketertinggalan bangsa Indonesia dengan negara-negara lainnya tidak luput karena kurangnya dorongan dari guru kepada siswa, untuk memberikan rangsangan dan motivasi, agar membaca buku-buku bacaan kontemporer di berbagai bidang selain buku-buku pelajaran di sekolah.

Di sisi lain, Suyatno menambahkan, selain perlunya pengenalan buku-buku bacaan kontemporer kepada anak, sebagai bentuk pendidikan nonformal, yang harus ditekankan untuk menginspirasi nilai-nilai Buya HAMKA adalah kesadaran dan kemauan yang kuat dalam belajar.

"Jika kesadaran dan kemauan yang kuat itu tumbuh, rasa ikhlas pun akan muncul. Dengan sendirinya, proses belajar mengalir, serta menjadi sesuatu yang menyenangkan,'' ujar Suyatno. (Dik/H-1)

Sumber: Media Indonesia, Rabu, 9 April 2008

No comments: