Thursday, November 08, 2007

Pelukis Sumatera Harapkan Pengakuan Nasional

KEBERADAAN perupa atau pelukis di Sumatera masih sering dipandang sebelah mata di pentas seni lukis nasional. Predikat pelukis Sumatera sebagai pelengkap penderita seni lukis nasional masih sulit dihapus. Kesadaran pelukis dari Sumatera terhadap penilaian miring tersebut membuat mereka tidak berhenti berjuang untuk mendapatkan pengakuan di tingkat nasional dan dunia.

Mereka berusaha menggapai impian itu melalui pameran lukisan bersama dan dialog pelukis se-Sumatera yang digelar sejak tahun 1993. Pameran lukisan dan dialog pelukis se-Sumatera itu digelar untuk kesepuluh kalinya di Kota Jambi pekan lalu.

Kekuatan tekad para pelukis se-Sumatera melambungkan nama mereka di pentas seni lukis nasional, dan ini membuat mereka sangat antusias mengikuti pameran dan dialog seni yang digelar di Taman Budaya Jambi tersebut. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 31 orang pelukis Sumatera menampilkan 43 karya lukis terbaik dan terbaru mereka pada pameran tersebut.

Karya-karya pelukis se-Sumatera tersebut cukup menarik karena lebih banyak bergaya realis dan mudah dicerna awam. Kemudian, tema-tema yang mereka usung juga dekat dengan keseharian masyarakat. Misalnya, perjuangan wong cilik di Sumatera mempertahankan hak mereka atas tanah dari kerakusan investor yang saat ini menguasai sebagian besar daratan Sumatera .

Perjuangan tersebut terkadang gagal, sehingga rakyat Sumatera bagai tersisih di Tanah Air sendiri. Keadaan ini terekam jelas dalam karya lukis Johan dari Pekanbaru berjudul Tak Berdaya dan karya lukis Rahmadi dari Jambi berjudul Realita Kehidupan.

Karya lukis mengandung kritik sosial ini ditonjolkan lagi oleh Fakhruddin dari Tembilahan Riau lewat lukisan Kosong, yang menggambarkan suramnya masa depan anak-anak miskin di Sumatera , dan karya pelukis muda Jambi, Edi Dharma yang menggambarkan keterpurukan anak-anak Suku Kubu.

Sedangkan nasib malang kaum wanita di Sumatera yang banyak menderita karena dijadikan sapi perah sebagai buruh kebun terekam dalam lukisan Samanhudi dari Palembang lewat Di Antara Hidup dan Kehidupan, serta karya Amrianis dari Sumatera Barat dengan lukisan Ritmik.

Ketidakberdayaan rakyat jelata menghadapi itu semua persoalan hidup itu disikapi hanya dengan aksi diam dan membisu. Rakyat kecil diam memendam rasa dendam, menatap kosong berputus asa dan menebalkan kuping mendengar hardikan-hardikan penguasa dan pengusaha di tengah konflik tanah investor. Hal ini terekam dalam lukisan simbolis Joko Irianta dari Bandar Lampung berjudul Mendengar, Melihat Lalu Diam.

Berbeda dengan pelukis lain, pelukis Harisman T dari Sumatera Barat menampilkan karya keindahan alam daerahnya melalui lukisan Kelok Sembilan. Pelukis Inragiri Hilir Riau, Hermanto JZ menampilkan lukisan keindahan alam sungai dan pantai lewat lukisan Tatap N Pengharapan.

Sedangkan nuansa religi Islami dan budaya Melayu dalam kehidupan masyarakat Sumatera terekam apik dalam karya lukis Abdul Rasyad dari Jambi lewat karya Di Atas Tangan Mereka Semualah dan karya H Ahmad Rivat dari Tembilahan lewat lukisan Pengasih Penyayang.

Tidak Tenggelam


Pelukis senior sekaligus pengamat seni lukis Jambi Ja'far Rassuh di sela-sela penutupan Pameran Seni Lukis dan Dialog Perupa se- Sumatera X di Taman Budaya Jambi mengatakan, karya-karya pelukis Sumatera yang sarat rekaman keprihatinan sosial tersebut menunjukkan bahwa pelukis Sumatera cukup dekat dengan masyarakat.

Kedekatan dengan masyarakat dan kepekaan sosial mereka yang disertai kreativitas dan gairah yang tidak kunjung padam, membuat para pelukis di Sumatera tidak bakal tenggelam di telan zaman. Bahkan perjuangan bersama pelukis se-Sumatera untuk mendapatkan pengakuan dunia bukan suatu hal yang mustahil jika intensitas pameran dan dialog tersebut terus digulirkan tanpa lelah.

Ja'far mengatakan, pada awalnya misi pameran lukisan dan dialog perupa se-Sumatera yang digelar pertama kali di Jambi pada 1993, adalah untuk menggugah para pencinta dan pengamat seni nasional menoleh seni lukis di Sumatera. Harapan pelukis Sumatera itu mencuat setelah menyadari bahwa pencinta dan pengamat seni lukis Indonesia lebih banyak memperhatikan dunia seni lukis Jawa dan Bali. Kegiatan seni lukis di daerah Sumatera sering hanya bersifat lokal dan dipandang sebelah mata oleh pengamat seni lukis yang umumnya bermukim di Pulau Jawa.

Kurangnya kepedulian pencinta dan pengamat seni lukis terhadap dunia seni lukis Sumatera membuat dunia lukis di Sumatera tidak berkembang. Bahkan terabaikan, sehingga membenamkan kreativitas pelukis Sumatera. Padahal, dunia seni lukis Sumatera juga memiliki nilai lebih dan ciri khas yang dapat diangkat ke tingkat nasional dan internasional.

"Kita akan terus menggelar pameran dan dialog perupa se- Sumatera ini karena inilah salah satu wadah efektif memilih karya pelukis ter-baik Sumatera untuk diorbitkan di tingkat nasional dan internasional," kata Ja'far. [SP/Radesman Saragih]

Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 8 November 2007

No comments: