Sunday, November 18, 2012

Rida K Liamsi, Sagang Budaya Melayu di Riau

-- UU Hamidy

MENGGAMBARKAN seseorang pada medan hidupnya tidaklah mudah. Pada satu sisi tulisan itu dapat bernada memuji sehingga menyebabkan yang dipuji bisa terpenggal lehernya. Sebab dengan pujian itu dia jadi sombong lagi takabur, yang akibatnya dia kehilangan makna hidupnya yang sejati. Sementara sebenarnya sangat perlu mengungkapkan pribadi yang bermartabat dalam lintasan hidupnya. Pribadi yang demikian perlu diperkenalkan, agar dapat jadi iktibar atau pelajaran, betapa rahmat Allah benar-benar membimbing umat manusia menunaikan perjalanan hidupnya dengan selamat.

Begitulah dengan Rida K Liamsi. Masa kecilnya sebagai budak Melayu di Dabosingkep tentulah masa silam yang takkan dapat dilupakannya. Allah Yang Maha Bijaksana telah memeliharanya meniti jalan hidup yang banyak tantangan. Dalam lintasan itu Rida berhasil membentuk pribadi yang bermakna sehingga punya martabat di mata manusia dan semoga lebih mulia lagi di sisi Tuhan. Rida dengan keteguhan imannya punya hati yang arif, berhasil menampilkan bagaimana seorang budak Melayu dari keluarga sederhana dapat meraih sukses. Memakai tangan tidak hanya sebagai tadah, tapi sebagai anugerah Tuhan untuk memperbaiki kualitas hidup dengan tekad sukma yang tawaduk. Dan tidak sekali-kali memakai tangan untuk melakukan maksiat dengan sembarang tampar dan tetak. Inilah ajaran hidup dari Rida K Liamsi yang amat bernilai bagi budak-budak Melayu, yang kelak akan jadi leluhur mereka.

Dengan novelnya Bulang Cahaya, Rida sebenarnya juga menyampaikan pesan bahwa kampung Melayu masa dulu adalah kampung bulang, yakni kampung yang bercahaya. Kampung bercahaya, karena anak negerinya bermarwah, punya semangat hidup dengan akhlak yang mulia. Dengan tipe Melayu yang egaliter menempuh jalan lurus dengan pegangan Syariah Islam tidak akan terjadi menang sorak kampung tergadai. Karena itulah dengan kumpulan sajak Tempuling Rida memberi kiat bagaimana hidup bisa berhasil. Proses hidup berlangsung bagaikan kita memakai tempuling. Pemakai tempuling adalah orang yang tepat sasarannya, tepat waktunya bertindak. Tidak cuai apalagi lalai. Dia tahu bila harus menyentak dan bila harus menikam.

Harian Riau Pos yang dipelihara serta dibina Rida K Liamsi dengan akal yang cerdas telah membuat denyut darah budaya Melayu semakin lancar. Semangat penulis muda semakin deras mengasah penanya serta membuat perhatiannya semakin tajam membaca peristiwa kehidupan. Sementara penulis yang telah memakan asam garam dunia, dapat membentangkan berbagai gagasan mengenai budaya Melayu serta peri kehidupan lainnya. Harian ini tak diragukan lagi telah membuka lembaran baru kreativitas budaya di rantau ini. Tidak heran, jika kemudian Riau Pos dalam riwayatnya menjadi surat kabar yang terbilang.

Makna kehadiran Rida belum habis sampai di situ. Setelah Rida menyediakan ladang kreativitas budaya bagi para penulis dengan lembaran Harian Riau Pos, wiraswasta yang handal dengan pena yang cemerlang ini, masih membuka lagi peluang yang menarik bagi para pengarang, sehingga makin deras gairah untuk bekarya. Rida K Liamsi menyangga atau menopang lagi kegiatan budaya dengan menyediakan Rida Award dan Anugerah Sagang. Jika Rida Award untuk menghargai karya jurnalistik maka Anugerah Sagang adalah untuk memberi makna kebudayaan. Inilah junjung buih penghargaan budaya yang ditaja oleh Rida K Liamsi sehingga budaya Melayu makin berkibar di Riau.

Barangkali perlu disingkapkan secara sederhana kepada budak-budak Melayu di rantau ini, terutama para penulis muda, bagaimana gambaran gagasan dan tindakan Rida menempuh jalan kreativitas yang akhirnya memberi peluang baginya berada pada barisan depan dalam pembinaan dan pengembangan budaya Melayu di Riau. Rida memulai langkahnya sebagai penulis puisi dan wartawan. Dua macam kegiatan ini rupanya telah memberi cakrawala yang luas bagi Rida untuk mengembangkan sayapnya dalam bidang kebudayaan. Menulis puisi dan menjadi jurnalis memang dua sisi yang telah bersinergi dengan baik dalam diri Rida K Liamsi. Bagaikan kepak burung kiri dan kanan yang membuat burung bisa terbang.

Kegiatan jurnalis memerlukan ketajaman intelektual memperhatikan berbagai peristiwa kehidupan yang akan dimuat dalam surat kabar. Seorang wartawan tidak hanya sekadar menyalin fakta menjadi berita. Dia harus punya ketajaman memilih dan menapis sehingga dapat disajikan berita atau tulisan yang menarik lagi bermakna kepada sidang pembaca. Sementara kreativitas menulis puisi memerlukan kedalaman batin menghayati kenyataan hidup, sehingga diperoleh butir-butir makna kehidupan. Kenyataannya dua sayap ini telah bersabung dalam diri Rida. Sisi wartawan yang menuntut intelektual yang cerdas lagi dinamis bersampuk dengan jiwa yang tafakur menghayati makna kehidupan. Dari dua medan budaya itu terpancarlah kecemerlangan pada Rida. Dan memang beruntunglah orang yang selalu membersihkan jiwanya dengan tawaduk dan tafakur.

Tampaknya inilah tenaga ruhani yang besar dalam diri Rida yang membuat tokoh ini punya potensi begitu tangguh. Ketangguhannya tidaklah sebatas pengakuan khalayak, tetapi karena terbukti dari kemampuan Rida berbakti dengan amal saleh. Dari seorang penulis berita yang tajam, Rida menjadi penulis puisi dan novel yang terbilang. Menjadi penulis yang piawai itu justru ditampilkan Rida dalam usianya yang lanjut. Suatu hal yang jarang terjadi dalam riwayat kreativitas.

Sungguhpun begitu, kedua sayap kreativitas budaya yang ditempuh Rida tidak akan mampu membuat dirinya menjadi sagang budaya Melayu yang kokoh, tanpa Rida masuk pada medan wirausaha. Dalam bidang wiraswasta ini, budak-budak Melayu benar-benar patut mengambil pelajaran kepada Rida. Betapa tidak. Sebab dalam bidang ini sukses Rida justru lebih hebat lagi daripada bidang sastra dan jurnalis. Dengan hanya bekal pengalaman guru sekolah dasar beberapa tahun di Tanjungpinang lalu hidup malang-melintang lagi beberapa tahun di Pekanbaru, kemudian dengan rahmat Allah Swt, Rida tampil sebagai seorang pengusaha yang handal.

Rida merupakan satu-satunya anak jati Riau yang pertama berhasil dengan gemilang menjadi pengusaha surat kabar di Riau. Rida juga cukup banyak berjasa mengajak teman-temannya kemudian melatih dan memberi peluang kepada para penulis untuk berkecimpung dalam dunia surat kabar. Dengan keberhasilan Rida sebagai pengusaha surat kabar, maka ia juga telah memberi lapangan pekerjaan yang beharga lagi terhormat kepada para penulis. Inilah insya Allah yang akan menjadi amal saleh baginya, yang akan tetap mengalir sepanjang masa sehingga namanya akan memberi tanda kepada jasanya. Inilah tokoh yang akan dikenang jasanya ketika orang membaca karyanya. n

UU Hamidy, Menulis sedikitnya 50 buku tentang Melayu. Seniman/Budayawan Pilihan Sagang tahun 2007 itu kini masih mengajar di Universitas Islam Riau. Bermastautin di Pekanbaru.

Sumber: Riau Pos, Minggu, 18 November 2012

 

No comments: