Sunday, June 23, 2013

[Tifa] Memainkan Jemari tanpa Ruang Penyekat

-- Iwan Kurniawan

Tatang menghadirkan motif multitafsir lewat karya-karyanya. Ada kritikan terhadap keserakahan koruptor lewat goresan dan garis di atas kanvas.

Seniman lukis Tatang Ramadhan Bougie.
WANGI cat basah masih tercium di hidung. Tumpukan kuas hingga kanvas sengaja dibiarkan tergeletak di atas meja. Sejenak pelukis Tatang Ramadhan Bouqie melangkah perlahan seraya menunjukkan setumpuk karya yang baru ia selesaikan dalam beberapa hari sebelumnya.

"Maaf, sedikit berantakan. Silakan santai saja di sini," ujarnya ramah seraya mempersilakan Media Indonesia masuk ke rumahnya di bilangan Pulomas, Jakarta Timur, awal pekan ini.

Tatang memang sedang sibuk saat kami bertandang. Maklum, ia baru saja mengirimkan karya-karyanya untuk dipamerkan pada pameran bersama bertajuk Picturing Pictures di Ho Chi Minh City (HCMC) Fine Arts Museum, Vietnam, 19-29 Juni mendatang.

Pameran itu menyuguhkan 26 karya yang dihadirkan 21 seniman kontemporer Indonesia. Salah satunya ialah Tatang. Ia menghadirkan karya terbarunya Hunter Clow.

Dalam karya Tatang yang terdiri dari empat panel itu, ia menghadirkan para badut yang seolah-olah sedang berpesta. Pada panel empat, misalnya, terdapat tulisan 'We Must Find Mr Hitchcok!'.

Hal itu seakan mengingatkan kita pada beberapa buron yang lari ke luar negeri dan tak pernah kembali ke Tanah Air. Tatang seakan mau mengingatkan kepada negara untuk tak melupakan beberapa kasus yang sudah lama berakar dan belum diselesaikan.

Direktur HCMC Fine Arts Museum Ma Thanh Cao seperti disitat Vietnamcolors.net menilai pameran tersebut mengatakan lukisan khas tradisional Indonesia dan Vietnam memiliki kesamaan. "Corak budaya yang ada terlihat ada kesamaan karena Indonesia dan Vietnam memiliki latar belakang budaya yang cukup mirip," paparnya.

Pameran tersebut merupakan sebuah kesempatan bagi pelukis Indonesia untuk memamerkan karya sekaligus melihat dan berjumpa dengan pelukis Vietnam. Mereka pun dapat bertukar pengalaman dan berbagi informasi tentang negara masing-masing.

Filosofi

Selain karya Hunter Clow yang ia kirimkan ke pameran tersebut, sebenarnya Tatang tetap berkarya dalam waktu senggangnya. Sederet karya-karya yang sudah selesai ia kerjakan hanya ditumpuk di sebuah kamar khusus hingga di ruangan tamu rumah pribadinya.

"Setiap objek selalu memiliki makna yang berbeda-beda pula. Saya selalu simpan saja di rumah. Bila ada yang suka, saya akan lepaskan. Terpenting, orang yang mau lukisan saya harus bahagia," papar alumnus Fakultas Seni dan Desain, Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat (1980) ini.

Saat mencermati sederet karya yang disimpan di ruang tamu, misalnya, penuh dengan unsur kritikan kepada penguasa. Tengok saja Syair yang Dibocorkan (200x185 cm). Dalam karya itu, ia begitu bermain dengan grafis dan bidang datar. Itu seakan menandakan ada pengaruh Eropa, terutama kubisme, yang begitu kuat.

Entah Tatang sadar atau tidak, ia sebenarnya memiliki kecenderungan pada permainan warna-warna cemerlang. Karakteristik abstrak memang begitu kuat, tapi ia mencoba untuk menghadirkan penafsiran yang membuat kita harus sedikit lebih jeli.

Karya-karya lain lelaki kelahiran Bandung, 11 Mei 1953 ini juga lekat dengan unsur 'pedas'. Sebut saja pada karya Orang-orang dengan Tanda di Dada (200x200 cm), Cerita Tak Terselesaikan (200x1200 cm, 5 panel), dan Episode Setelah Pengusiran (160 x160 cm).

Ada kritikan terhadap penguasa yang sudah tak beradab dan berbudaya lagi. Kasus korupsi yang merajalela di negeri ini menjadi sebuah perhatian khusus. Karya Monolog Tentang Dadu (120x180 cm), misalnya, menjadi sebuah perenungan mendalam yang ia lakukan. Bahkan, baginya badut merupakan sindiran yang tepat bagi koruptor.

Dalam karya itu, tergambar seorang perempuan dengan bergaya badut sedang duduk dengan santai. Ia menaikkan kaki kanan di atas sehingga menunjukkan ada kesombongan yang begitu tersirat. Sang perempuan menggunakan badut yang begitu khas sehingga wajah asli pun tak terlihat.

"Sekarang koruptor sudah tak malu lagi. Padahal, mereka disoroti media setiap hari. Koruptor sekarang ini sudah seperti badut. Mereka kehilangan rasa kemanusiaan," tandasnya.

Tatang mampu memainkan simbol secara memikat. Ia tak ekstrem, tapi simbol-simbol yang ada menunjukkan ia tak main-main dengan kasus korupsi.

Sebuah corak yang jarang dimiliki pelukis di Indonesia. Tak hanya itu, corak lukisan dengan objek telanjang juga menjadi sebuah etalase bagi kita untuk melihat sebuah dunia estetika tanpa pornografi. Ia mampu menari dan memainkan jemarinya tanpa ruang penyekat. (M-2)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 23 Juni 2013

No comments: